Dari Sopiri Bus Raja Basa Utama ke Bekasi, Warga Kemiling ini Dapat Sekolahkan 3 Anak

  • Oleh :

Jum'at, 04/Sep/2020 06:27 WIB


84202062239BEKASI (BeritaTrans.com) - Ungkapan rasa syukur, itulah yang hanya dinikmati dan dirasakan pengemudi bus warga Batu Raja, Kemiling, Bandar Lampung, ini.Menjadi pengemudi bus dari tahun 1992, Herdi Een, 52 tahun, ini terbilang sangat betah menjalani profesinya.Sudah tujuh tahun, dia menjadi sopir bus antarkota antarprovinsi (AKAP) PO Raja Basa Utama (RBU)."Bersyukur sama Allah. Alhamdulillah rumah sudah tidak sewa lagi. Sudah punya sendiri," ungkap ayah tiga orang anak ini, di terminal Bekasi, Kamis (3/9/2020).Selama menjadi sopir, dia berhasil menyekolahkan tiga anaknya. Anak pertama bahkan sudah menjadi guru SD. Sebulan SekaliCara kerjanya, Herdi menerangkan, selama sebulan dia hanya jalan satu kali (pulang pergi) mengoperasikan armadanya untuk jurusan Lampung-Jakarta."Satu bulan satu rit (PP) palingan. Karena RBU armadanya banyak ini," ungkapnya.Herdi menerangkan selama tidak mengangkut penumpang ke luar provinsi, dia tetap membawa bus PO RBU di dalam kota Lampung."Kalau di Lampung kita tetap, kerja lokal gitu, misalnya bawa bus dari Raja Basa ke Kota Agung. Ada Kota Bumi ke Bandar Jaya. Yang itu tiap hari selalu jalan," tegasnya.Untuk angkutan dalam kota tersebut, sistem gajinya setoran, berbeda untuk yang ke arah Jakarta yang merupakan sistem persenan. Selama menjalani menjadi sopir tersebut, dia juga kerap hanya menjalani dengan iklas dan cuma mendapatkan penghasilan hanya untuk bahan pokok."Sisa (gaji) cuma beli beraslah untuk di rumah," katanya.Dia menerangkan selama pandemi Covid-19, semua jurusan, baik dalam kota maupun di luar provinsi tetap saja mengalami lesunya penumpang."Penumpangnya enggak ada, jadi error kita ini. Untuk nyetor susah, setoran sudah diringanin bos. Kadang dapat setoran kita enggak bawa pulang. Tapi enggak tiap hari ada kalanya kita bawa pulang juga," ceritanya.Setoran yang Herdi siapkan ialah Rp150 ribu sampai Rp200 ribu, padahal sebelum pandemi bisa mencapai Rp300 ribu.Selain bekerja nyopir angkutan dalam kota di Lampung, dia menunggu giliran atau rolling antar armada lain untuk diberangkatkan kembali ke Jakarta.Namun, jumlah penumpang ke luar provinsi baik dari arah Jakarta maupun Lampung juga sering sepi dan banyak penumpang harus banyak dialihkan ke armada RBU yang telah lama menunggu."Kalau dari sini (Bekasi) banyak (penumpang), di Kalideres ada, bisa pulang. Kalau di sini enggak ada, dari Kalideres sedikit nanti (penumpang) transitin di Tangerang. Kita masuk, mobil Tangerang yang keluar," cerita Hardi.Itu dilakukan Herdi, agar bisa menutupi biaya penyeberangan dan operasional lain untuk balik ke Lampung."Enggak kecabut untuk ongkos kapal penyebrangan, bisa seminggu terdampar di Tangerang," ungkapnya."Kalau di sana ada enam bus, enam hari kita di sana (pool Tangerang), kalau lama di terminal melarat, makan terancam," tambahnya.Untuk menutupi operasional, Hardi harus mengangkut minimal 15 orang di dalam armada yang berkapasitas 39 seat tersebut."Penumpang dari sini (Bekasi), kadang ada enam kadang 10. Nanti ngambil yang di Kalideres dan kalau ada yang di Tanggerang," cerita Herdi.Padahal perjalanan Jakarta - Lampung dapat ditempuh selama 12 jam, namun keadaan tidak ada penumpang harus membuatnya menunggu berhari-hari bergantian dengan unit lainnya berbagi penumpang.Saat ini bus yang bertarif Rp200 ribu untuk jurusan tersebut memerlukan biaya operasional Rp1,7 juta untuk satu kali jalan, termasuk biaya penyeberangan, solar dan tol. Hardi dan kondekturnya hanya menjalankan armadanya pasrah dengan keadaan di jalan sesuai intruksi dari manajemen perusahaan.Dari keterangan agen tiket RBU, jumlah penumpang bus belum normal, "hari-hari masih begini, kemarin berangkat dari sini(Bekasi) cuma tiga, tapi enggak tahu yang dari Kalideres atau Tangerang," ungkapnya. (fahmi).