Malaysia-Singapura Hentikan Proyek Kereta Cepat Rp 352 Triliun

  • Oleh : Bondan

Sabtu, 02/Janu/2021 13:51 WIB
Ilustrasi kereta cepat. Foto: Merdeka.com Ilustrasi kereta cepat. Foto: Merdeka.com

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Pemerintah Malaysia dan Singapura sepakat menghentikan proyek kereta cepat bernilai US$ 25 miliar (Rp 352,89 triliun) yang diteken pada 2016. Kesepakatan itu dicapai setelah perundingan yang berlarut-larut gagal memecahkan kebuntuan atas tuntutan Malaysia yang ingin ada perubahan blue print proyek tersebut.

Sebagaimana dilaporkan SCMP, Jumat (1/1/2021), akibat pembatalan itu, Pemerintah Malaysia harus membayar denda lebih dari 100 juta dolar Singapura (Rp 1,06 triliun) kepada Pemerintah Singapura. Dalam pernyataan bersama antara PM Malaysia Muhyiddin Yasin dan PM Singapura Lee Hsien Loong, Singapura mengonfirmasi tidak dapat menyetujui perubahan yang diusulkan Malaysia hingga deadline 31 Desember 2020.

"Kedua negara akan mematuhi kewajiban masing-masing dan sekarang akan melanjutkan dengan tindakan yang diperlukan sebagai hasil dari penghentian proyek tersebut," demikian isi pernyataan bersama kedua negara.

"(Kedua negara) berkomitmen untuk menjaga hubungan bilateral yang baik dan bekerja sama secara erat di berbagai bidang, termasuk memperkuat konektivitas kedua negara."

Sebagai gambaran, perjanjian bilateral proyek ambisius senilai US$ 25 miliar (Rp 352,89 triliun) itu diteken pada 2016. Saat itu, posisi PM Malaysia masih dijabat Najib Razak.

Baca Juga:
BNI Dukung UMKM Tembus Pasar Singapura di Pameran Indonesia in SG

Namun, situasi berubah lantaran Najib tersangkut kasus korupsi 1MDB. Hal itu diikuti gejolak politik di Malaysia di mana terjadi dua kali pergantian pemerintahan.

Aliansi Pakatan Harapan yang di luar dugaan memenangi pemilu 2018 meminta agar proyek ini dinegosiasikan ulang. Mereka mempertanyakan biaya dan manfaat proyek tersebut. Alasan lain adalah kekhawatiran menumpuknya utang yang harus ditanggung Malaysia.

Pemerintahan Pakatan Harapan lantas digulingkan pada Maret lalu. Pemerintahan baru di bawah kendali PM Muhyiddin mengupayakan beberapa perubahan pada rencana itu, termasuk penataan kembali jalur kereta cepat agar menghubungkannya ke Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA). Namun, pejabat Singapura menolak permintaan itu.

Pandemi Covid-19 juga merupakan faktor signifikan di balik pembatalan kesepakatan ini. Sebab, ada ekspektasi volume perjalanan tahun-tahun mendatang akan terpengaruh signifikan mengingat perubahan pola perjalanan terkait pekerjaan. Belum lagi ada fenomena kian maraknya penggunakan konferensi video.

Mulanya, proyek kereta cepat ini berkeinginan mengurangi waktu tempuh dari pusat kota Kuala Lumpur ke pusat bisnis Singapura menjadi 2,5 jam dari rata-rata lebih dari empat jam via udara.

Waktu tempuh via jalur kereta adalah 90 menit, sama dengan durasi penerbangan jika menghitung tahapan mulai dari lepas landas, mendarat, hingga naik taksi. Penggunaan bus (moda perjalanan termurah antara Kuala Lumpur dan Singapura) memakan waktu rata-rata enam setengah jam.

Sebelum pandemi Covid-19, sebuah studi oleh para peneliti di Jepang, memperkirakan proyek itu akan menghasilkan keuntungan ekonomi tahunan sebesar US$ 1,6 miliar untuk Malaysia dan US$ 641 juta untuk Singapura per 2030. (CNBCIndonesia.com)

Baca Juga:
INSA Beberkan Kesiapan Masa Depan Energi Maritim Indonesia di APM 2024