Kalakhar BPBD Jabar Sebut Bencana Hidrometeorologi Karena Kerusakan Kawasan Hulu

  • Oleh : Taryani

Kamis, 28/Janu/2021 21:21 WIB
Kalakhar Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD Jabar,  Dani Ramdan. (Ist.) Kalakhar Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD Jabar, Dani Ramdan. (Ist.)

BANDUNG (BeritaTrans.com) - Bencana hidrometeorologi atau bancana yang diakibatkan oleh air seperti banjir dan tanah longsor, sebagian besar karena kerusakan kawasan hulu.

Hal itu diungkapkan Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jabar Dani Ramdan, dalam talkshow acara Madania TV di Bandung, Rabu (20/1/2021).

Menurut Dani, kerusakan kawasan hulu itu mengakibatkan air hujan tak bisa ditahan lagi. Ketika air hujan dengan curah yang tinggi tak bisa ditahan di bagian hulu, maka limpahannya ke hilir dan mengakibatkan banjir, serta pergeseran tanah tebing karena tidak ada lagi penahan air seperti akar tanaman keras.

Kerusakan kawasan hulu itu sebagian besar karena ulah manusia, seperti pembangunan kawasan hunian di tanah lereng, pertanian sayuran dan rusaknya hutan karena perambahan.

"Oleh karena itu, salah satu solusinya sebenarnya adalah area tanah di kawasan hulu itu harus dikuasai pemerintah dan dijadikan kawasan lindung untuk tangkapan air. Tetapi hal itu juga harus dibarengi kesadaran masyarakat untuk tidak lagi merambah,"  jelasnya.

Dani memaklumi,  perambahan bisa terjadi karena kebutuhan hidup masyarakat. Oleh karena itu harus ada pendekatan kesejahteraan terhadap masyarakat, terutama masyarakat yang berada di kawasan hulu.

"Dengan pendekatan kesejahteraan itu, misalnya dengan pelatihan keterampilan dan lain-lain, maka masyarakat tidak akan lagi merambah hutan untuk kebutuhan hidupnya, dan tidak bisa juga pemodal membuka lahan pertanian tanaman sayur, karena tanahnya sudah dikuasai negara atau pemerintah," papar Dani.

Dani menyebutkan, untuk mengurangi resiko bencana pemerintah sudah melakukan upaya-upaya peningkatan kesiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana.

Salah satunya dengan membentuk keluarga tanggap bencana atau Katana. Keluarga itu dilatih untuk siaga jika menghadapi bencana, seperti menghadapi gempa bagaimana,  kebakaran, banjir dan longsor.

"Karena berdasarkan penelitian, yang paling siaga itu adalah anggota keluarga, lalu orang dekat, komunitas, kemudian baru rescue,"  pungkasnya. (Taryani)