Gempuran Pertama Era Joe Biden: Pesawat Tempur Amerika Bombardir Fasilitas Milisi Dukungan Iran di Suriah

  • Oleh : Redaksi

Sabtu, 27/Feb/2021 00:01 WIB


WASHINGTON DC (BeritaTrans.com) - Presiden Joe Biden telah memerintahkan pasukan militer Amerika Serikat untuk melakukan serangan militer di Suriah bagian timur.

Gempuran itu fokus  terhadap fasilitas yang disebut telah digunakan oleh kelompok militan yang didukung Iran.

Baca Juga:
Militer China hadir di Indo-Pasifik, Inggris, AS, dan Australia sepakati pakta pertahanan untuk menangkal kekuatan Tiongkok

  • Pemerintahan Biden mengecam serangan roket di dekat kota Irbil 15 Februari lalu
  • Namun pejabat belum bisa mengatakan siapa yang melakukan serangan
  • Milisi Syiah dukungan Iran sebelumnya melakukan berbagai serangan terhadap personel AS di Irak

Departemen Pertahanan yang biasa dikenal dengan nama Pentagon mengonfirmasi serangan sudah dilakukan sebagai tanggapan atas serangan roket ke sasaran milik AS di Irak.

Baca Juga:
Israel Dapat Gelontoran Dana Rp55 Triliun/ Tahun dari AS, Termasuk untuk Sistem Kubah Besi

Amerika Serikat melakukan serangan dalam jangkauan terbatas, sepertinya agar peningkatan konflik tidak terjadi.

Juga serangan dilakukan di Suriah dan bukannya di Irak diharapkan akan memberikan kesempatan kepada Pemerintah Irak untuk melakukan penyelidikan mengenai serangan tanggal 15 Februari yang melukai tentara Amerika Serikat.

Baca Juga:
Joe Biden Setuju Jual Senjata ke Israel, Erdogan: Anda Sedang Menulis Sejarah dengan Tangan Berdarah

Serangan udara ini merupakan aksi militer pertama yang dilakukan semasa Pemerintahan Presiden Joe Biden, yang sebelumnya mengatakan dalam beberapa pekan awal pemerintahannya akan memfokuskan diri pada tantangan yang dihadapi dari China.

Pentagon spokesman John Kirby speaks during a media briefing at the Pentagon, in Washington.John Kirby mengumumkan serangan udara adalah jawaban atas serangan roket baru-baru ini terhadap personel AS di Irak.(AP: Alex Brandon)

"Atas perintah Presiden Biden, militer AS malam ini melakukan serangan udara terhadap prasarana yang digunakan oleh kelompok milisi yang didukung Iran di Suriah Timur," kata John Kirby, juru bicara Pentagon.

"Tindakan militer yang proporsional ini dilakukan bersama dengan langkah diplomatik termasuk konsultasi dengan mitra koalisi.

"Operasi ini mengirimkan pesan yang jelas: Presiden Biden akan bertindak untuk melindungi warga Amerika dan personel koalisi."

"Dalam waktu bersamaan kami bertindak dalam gerakan terukur dengan tujuan menurunkan ketegangan situasi keseluruhan di Suriah Timur dan Irak."

Juru bicara Pentagon juga menambahkan serangan itu menghancurkan berbagai fasilitas di beberapa tempat perlintasan yang digunakan oleh kelompok milisi dukungan iran, termasuk Kataib Hezbollah (KH) dan Kataib Sayyid al-Shuhada (KSS).

Seorang pejabat Amerika Serikat yang tidak mau disebut namanya mengatakan keputusan melakaukan serangan dimaksudkan untuk mengirim pesan bahwa Amerika Serikat memang ingin menghukum para milisi, namun dalam waktu bersamaan tidak ingin membuat konflik menjadi lebih besar.

Masih belum jelas seberapa besar kerusakan yang terjadi dan apakah ada korban dalam serangan udara tersebut.

Belum jelas apakah serangan mempengaruhi perundingan nuklir

An aerial shot shows the five-sided Pentagon building sitting near a major highway.

Pentagon mengukuhkan serangan sudah dilakukan namun masih belum jelas apakah ada korban.(AP: Charles Dharapak/File)

Pejabat pemerintahan Biden mengecam serangan roket 15 Februari yang dilakukan ke kawasan semi-otonomi Kurdi di Iran, namun belakangan para pejabat AS mengatakan mereka tidak mengetahui siapa yang melakukan serangan.

Serangan itu menargetkan pangkalan militer AS yang berada di Bandara Internasional Erbil, menewaskan seorang kontraktor bukan warga AS dan melukai beberapa kontraktor warga AS dan seorang tentara AS.

Menurut para pejabat di masa lalu kelompok milisi Syiah dukungan Iran bertanggung jawab atas sejumlah serangan roket terhadap personel AS atau fasilitas di Irak.

Beberapa pejabat di negara-negara barat dan Irak mengatakan serangan itu dilakukan oleh militan yang memiliki hubungan dengan Kataib Hezbollah, sebagai cara Iran mengganggu keberadaan militer AS di sana tanpa terlibat langsung.

Serangan roket terhadap sasaran AS di Irak terjadi di saat Amerika Serikat dan Iran sedang berusaha mencari jalan guna kembali ke perjanjian nuklir tahun 2015, yang kemudian ditinggalkan oleh mantan presiden Donald Trump.

Masih belum jelas apakah serangan udara ini akan mempengaruhi usaha AS untuk mengajak Iran kembali ke perundingan.