Sanksi Parkir bagi Kendaraan Tak Lulus Uji Emisi Mulai Diuji Coba, Ini Ketentuannya

  • Oleh : Fahmi

Rabu, 03/Mar/2021 09:46 WIB
Uji Emisi Kendaraan Gratis jelang implementasi sanksi pada 24 Januari 2021. (Istimewa) Uji Emisi Kendaraan Gratis jelang implementasi sanksi pada 24 Januari 2021. (Istimewa)

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Sanksi pengenaan tarif parkir tertinggi untuk kendaraan yang tidak lulus uji emisi atau belum melakukan uji emisi mulai diuji coba penerapannya oleh Pemprov DKI Jakarta. 

Uji coba kebijakan disinsentif parkir untuk kendaraan yang tak lulus uji emisi mulai diberlakukan pada Senin (1/3/2021) lalu di tiga tempat parkir yaitu, Pelataran Parkir IRTI Monas di Jakarta Pusat, Pelataran Parkir Samsat Daan Mogot di Jakarta Barat, dan Gedung Parkir Blok M di Jakarta Selatan. 

Baca Juga:
Longsor di Jalan Tol Bocimi GT Parungkuda, Mobil Terperosok

Sanksi tertinggi 

Kepala Unit Pelaksana (UP) Perparkiran Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta Adji Kusambarto mengatakan, setiap kendaraan pribadi yang tidak lulus uji emisi atau belum melakukan uji emisi akan dikenakan tarif tertinggi sesuai dalam Pergub 31 Tahun 2017. 

Baca Juga:
PLN Tambah 13 Titik Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik di Jalan Tol Sumatra

"Ada (tarif) maksimal Rp 7.500, disinsentif (akan dikenakan) Rp 7.500 per jam ya," kata Adji, kemarin Selasa (2/3/2021)seperti yang dikutip dari Kompascom. 

Untuk kendaraan yang sudah melakukan uji emisi dan dinyatakan lulus akan dikenakan tarif insentif Rp 4.000 di jam pertama, dan jam berikutnya sebesar Rp 2.000 per jam. 

Baca Juga:
Lokasi Stasiun Pengisian Daya Kendaraan Listik di Rest Area Tol saat Lebaran

Adji mengatakan, UP Perparkiran belum bisa menentukan kapan kebijakan disinsentif tersebut mulai berlaku penuh. 

Dia menjelaskan, saat ini Pemprov DKI masih terus menyempurnakan sistem yang digunakan untuk membedakan kendaraan yang mendapatkan insentif parkir dan yang tidak. 

"Jangan sampai ketika di data parkir orang yang lulus uji emisi dikenakan (tarif) tidak atau belum uji emisi, itu kami sedang uji coba valid datanya," kata Adji. 

Dia menjelaskan, validasi data membutuhkan waktu yang cukup lama karena berkaitan dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lainnya. 

Diketahui, SKPD yang bertanggungjawab untuk melakukan uji emisi adalah Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta. Sedangkan untuk pengelolaan parkir dan kebijakan disinsentif parkir tersebut dipegang Dishub DKI Jakarta. 

Adji juga mengatakan Pemprov DKI Jakarta masih menggodok revisi Pergub 31 Tahun 2017 tentang Perparkiran untuk bisa menerapkan kebijakan disisentif tersebut.

Mengenal kewajiban uji emisi 

Uji emisi kembali digalakkan Pemprov DKI Jakarta di awal tahun 2021 ini melalui Dinas Lingkungan Hidup (LH). Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup Syaripudin mengatakan, uji emisi dilakukan Dinas LH DKI Jakarta merupakan uji emisi gratis merujuk pada Pergub 66 Tahun 2020. 

"Yang mewajibkan kendaraan bermotor perorangan dan roda dua di wilayah DKI," kata Syaripudin pada 6 Januari lalu. 

Uji emisi itu merupakan upaya Pemprov DKI untuk mengetatkan aturan gas buang dari kendaraan pribadi sebagai langkah pengendalian polusi udara. 

Adapun kewajiban uji emisi diberlakukan untuk kendaraan bermotor berusia tiga tahun ke atas. 

Syarat lulus uji emisi 

Syaripudin mengatakan, faktor utama pemeriksaan uji emisi akan dilihat dari perawatan mesin yang dijalankan kendaraan yang diuji. Dia mengatakan, perawatan mesin akan berkaitan erat dengan emisi gas buang yang diproduksi oleh kendaraan. 

"Apakah mobil atau motor terkait rutin melakukan servis atau tidak, dirawat atau tidak," kata Syaripudin. 

Syarat kedua adalah bahan bakar yang digunakan kendaraan yang dinilai semakin bagus akan semakin baik untuk sistem pembakaran. 

  1. Mobil bensin tahun produksi di bawah 2007, wajib memiliki kadar CO2 di bawah 3,0 persen dengan HC di bawah 700 ppm, 
  2. Mobil bensin tahun produksi di atas 2007, wajib memiliki kadar CO2 di bawah 1,5 persen dengan HC di bawah 200 ppm, 
  3. Mobil diesel tahun produksi di bawah 2010 dan bobot kendaraan di bawah 3,5 ton, wajib memiliki kadar opasitas (timbal) 50 persen, 
  4. Mobil diesel tahun produksi di atas 2010 dan bobot kendaraan di bawah 3,5 ton, wajib memiliki kadar opasitas 40 persen, 
  5. Mobil diesel tahun produksi di bawah 2010 dan bobot kendaraan di atas 3,5 ton, wajib memiliki kadar opasitas 60 persen, 
  6. Mobil diesel tahun produksi di atas 2010 dan bobot kendaraan di atas 3,5 ton, wajib memiliki kadar opasitas 50 persen, 
  7. Motor 2 tak produksi di bawah tahun 2010, CO di bawah 4,5 persen dan HC 12.000 ppm, 
  8. Motor 4 tak, produksi di bawah tahun 2010, CO maksimal 5,5 persen dan HC 2400 ppm, 
  9. Motor di atas 2010, 2 tak maupun 4 tak, CO maksimal 4,5 persen dan HC 2.000 ppm. (fh/sumber:kompas.com)