Kemenhub Bahas Penanggulangan Tumpahan Minyak di Laut Jelang Pengesahan Konvensi OPRC

  • Oleh : Naomy

Senin, 08/Mar/2021 12:48 WIB
FGD Ditjen Hubla di Bandung dan secara virtual FGD Ditjen Hubla di Bandung dan secara virtual

Andi Hartono

BANDUNG (BeritaTrans.com) -  Menjelang Pengesahan Oil Pollution Preparedness, Response and Co-operation,m1990 (OPRC) Convention, Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan bahas penanggulangan tumpahan minyak di laut melalui gelaran Focus Group Discussion (FGD) di Bandung, Senin (8/3/2021).

Baca Juga:
Ribuan Peserta Arus Balik Gratis Sepeda Motor dengan Kapal Laut Tinggalkan Semarang ke Jakarta

Perairan Indonesia kata Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Andi Hartono, merupakan jalur transportasi yang strategis.

Dilalui oleh kapal-kapal barang dari negara-negara Asia maupun Eropa menuju ke Asia Tenggara maupun Australia, ataupun sebaliknya. 

Baca Juga:
Sesditjen Hubla Tinjau Pelabuhan Muara Angke

Selain itu, perairan Indonesia terletak di antara negara-negara produsen minyak di bagian barat dan negara-negara konsumen di bagian timur. 

"Namun demikian, posisi strategis ini, selain menguntungkan juga mengandung risiko berupa dampak negatif dari kemungkinan terjadinya tumpahan minyak," ujar Andi saat membuka secara daring penyelenggaraan kegiatan FGD Menuju Pengesahan OPRC Convention, Aspek Hukum dan Penerapannya.

Baca Juga:
Posko Angkutan Laut Lebaran 2024 Dimulai Hari ini

Menurutnya, penyelenggaraan kegiatan di perairan, baik laut maupun sungai, yang meliputi kegiatan pelayaran, kegiatan pengusahaan minyak dan gas bumi, serta kegiatan lainnya, mengandung risiko terjadinya musibah yang berpotensi terjadinya tumpahan minyak yang dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan perairan.

“Untuk menanggulangi hal tersebut, tentunya diperlukan suatu sistem tindakan penanggulangan yang cepat, tepat, dan terkoordinasi,” ujarnya.

Dalam menanggulangi permasalahan inilah, dijelaskan Andi, pihaknya tengah berupaya untuk melakukan pengesahan International Convention on OPRC ke dalam Hukum Nasional.

“Oleh karena itulah hari ini kami mengundang para ahli untuk berbagi informasi dan pengalaman terkait kegiatan penanggulangan tumpahan minyak di laut, khususnya pada aspek koordinasi antarpihak terkait, termasuk mengenai aturan, prosedur pelaksanaan, penanggung jawab operasi dan biaya, termasuk klaim penggantian,” urai dia.

Andi menegaskan, Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Perhubungan Cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut terus melakukan upaya untuk menanggulangi permasalahan terkait tumpahan minyak di laut.

Antara lain dengan selalu memastikan kesiapsiagaan setiap Pelabuhan dengan melakukan verifikasi rutin mengenai kesiapan operator dalam menanggulangi pencemaran minyak di laut.

"Dengan memastikan Prosedur, Peralatan dan Sumber Daya Manusia (SDM) di tempat tersebut memiliki kemampuan untuk menanggulangi pencemaran minyak yang mungkin terjadi, sesuai dengan tingkat risiko di tempat tersebut" imbuh Andi.

Dalam Perpres Nomor 109 Tahun 2006 telah diatur Tim Nasional Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut, yang memiliki tugas untuk melaksanakan koordinasi penyelenggaraan penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut tingkatan Tier 3/ Nasional.

Selain itu, Tim tersebut juga bertugas untuk memberikan dukungan advokasi kepada setiap orang yang mengalami kerugian akibat tumpahan minyak di laut.

Tim Nasional ini, lanjut Andi, beranggotakan 13 Instansi, Kementerian/Lembaga Pemerintahan yang diketuai oleh Menteri Perhubungan dan beranggotakan KLHK, Kementerian ESDM, Kemendagri, Kemenlu, KKP, Kemenkes, Kemenkeu, Kemenkumham, TNI Polri, SKK Migas, BPH Migas, Gubernur dan Bupati/Walikota yang wilayahnya mencakup laut.

Selain itu, pada level Internasional, Indonesia juga bergabung menjadi anggota dalam beberapa forum penanggulangan pencemaran minyak di laut, antara lain MoU on ASEAN Cooperation Mechanism for Joint Oil Spill Preparedness and Response, Revolving Fund Committee (RFC) antara Indonesia, Malaysia dan Singapura.

Selanjutnya juga Sulawesi Sea Oil Spill Response Plan Network antara Indonesia, Malaysia dan Filipina, serta Indonesia-Australia Concerning Transboundary Marine Pollution Preparedness and Response.

Kepala Bagian Hukum dan Kerja sama Luar Negeri, Totok Sukarno, menambahkan, kegiatan FGD ini diikuti 60 orang peserta, secara daring dan tatap muka, yang berasal dari Kementerian Perhubungan maupun Kementerian/Lembaga lain yang menangani Pencemaran Minyak di Laut dan proses Pengesahan OPRC.

“Narasumber adalah para praktisi yang menjadi focal point proses pengesahan Konvensi OPRC dan Penanggulangan Pencemaran dari Kemenko Maritim dan Investasi, KLHK, Kemenkumham, serta Direktorat KPLP Kementerian Perhubungan,” tutur Totok.

Sebagai informasi, Konvensi OPRC adalah Konvensi International Maritime Organization (IMO) yang mengatur mengenai tindakan yang perlu diambil suatu negara dalam menghadapi kejadian tumpahan minyak di laut, baik secara nasional maupun internasional melalui kerjasama dengan negara lain.

Pengesahan Konvensi OPRC tidak dapat dilepaskan dari peristiwa “the Exxon Valdez, di mana tumpahan minyak menyebar luas karena ketidaksiapan dalam mengantisipasi bencana pencemaran lingkungan laut yang disebabkan oleh tumpahan minyak. 

Hal ini terjadi karena belum adanya ketentuan-ketentuan internasional yang dapat mengakomodir masyarakat internasaional dalam penanggulangan pencemaran laut. 

Oleh karena itulah, pada tahun 1989, Amerika Serikat memprakarsai Konferensi Internasional di Paris dengan proposal “International Emergency Response for Oil Spill Clean Up”. (omy)