Sejarah Kelam Kabupaten Bandung Barat, Bupatinya 2 Kali Berturut-turut Terjerat Korupsi, Paling Anyar Bahkan Libatkan Anaknya

  • Oleh : Redaksi

Jum'at, 02/Apr/2021 09:38 WIB


JAKARTA (BrritaTrans.com) - Peristiwa kelam bagi Kabupaten Bandung Barat kembali terulang.

Kabupaten, yang baru 13 tahun memekarkan diri dari Kabupaten Bandung, itu dua bupatinya harus berurusan dengan KPK. 

Pada periode pertama, Bupati Bandung Barat yang saat itu dipimpin oleh Abubakar  terjerat korupsi dan divonis 5,5 tahun penjara.

Sekarang Bupati Aa Umbara Sutisna yang kembali terseret dalam persoalan hukum dengan KPK. 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KKP) menetapkan Bupati Bandung Barat AA Umbara Sutisna san anaknya, dan anaknya Andri Wibawa, sebagai tersangka korupsi pengadaan barang tanggap darurat bencana pandemi Covid-19. Aa Umbara diduga menerima sejumlah fee dari proyek tersebut.

Selain Aa Umbara, KPK juga menjerat pemilik PT Jagat Dirgantara dan CV Sentral Sayuran Garden City Lembang, M. Totoh Gunawan.

Meski begitu, KPK hanya melakukan penahanan terhadap Totoh. Aa Umbara dan anaknya tidak bisa memenuhi panggilan KPK hari ini dengan alasan sakit.

"KPK meningkatkan perkara ini ke penyidikan dan menetapkan tersangka AUS, Bupati Bandung Barat 2018-2023, AW swasta, MTG pemilik PT JDG dan CV SSGC," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (1/4/2021).

mengungkapkan awal mula tindak pidana terjadi ketika Pemkab Bandung Barat menganggarkan sejumlah dana untuk penanggulangan pandemi Covid-19 pada Maret 2020, dengan melakukan refocusing anggaran APBD tahun 2020 pada Belanja Tidak Terduga (BTT).

Sebulan berikutnya, diduga ada pertemuan khusus antara Aa Umbara dengan Totoh yang membahas keinginan dan kesanggupan Totoh untuk menjadi salah satu penyedia pengadaan paket bahan pangan (sembako) pada Dinas Sosial Bandung Barat. Diduga ada kesepakatan pemberian komitmen fee sebesar 6 persen dari nilai proyek.

​​​Guna merealisasikan hal itu, tutur Alex, Aa Umbara memerintahkan Kepala Dinas Sosial dan Kepala UKPBJ Bandung Barat untuk memilih dan menetapkan Totoh sebagai salah satu penyedia pengadaan paket sembako.

Kemudian pada Mei 2020, Andri yang juga seorang wiraswasta menemui Aa Umbara untuk turut dilibatkan sebagai salah satu penyedia pengadaan sembako Covid-19. Permintaan itu langsung disetujui Aa Umbara dengan kembali memerintahkan Kepala Dinas Sosial dan PPK Dinas Sosial Bandung Barat agar menetapkan Andri.

Pada April-Agustus Tahun 2020, dilakukan pembagian bansos bahan pangan dengan 2 jenis paket yaitu bansos Jaring Pengaman Sosial (JPS) dan bansos terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebanyak 10 kali pembagian dengan total realisasi anggaran senilai Rp52,1 miliar.

"Dengan menggunakan bendera CV JCM [Jayakusuma Cipta Mandiri] dan CV SJ [Satria Jakatamilung], AW [Andri Wibawa] mendapatkan paket pekerjaan dengan total senilai Rp36 miliar untuk pengadaan paket bahan pangan Bansos JPS," imbuh Alex.

​​​Sementara Totoh mendapatkan paket pekerjaan dengan total senilai Rp15, 8 miliar untuk pengadaan bahan pangan bansos JPS dan bansos PSBB.

"Dari kegiatan pengadaan tersebut, AUS [Aa Umbara Sutisna] diduga telah menerima uang sejumlah sekitar Rp1 miliar," terang Alex.

"MTG [Totoh] diduga telah menerima keuntungan sejumlah sekitar Rp2 milliar dan AW [Andri] juga diduga menerima keuntungan sejumlah sekitar Rp2,7 miliar," lanjutnya.

Aa Umbara dijerat Pasal 12 huruf i dan atau Pasal 15 dan Pasal 12B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak PidanaKorupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 56 KUHP.

Andri dan Totoh disangkakan melanggar Pasal 12 huruf i dan atau Pasal 15 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 56 KUHP.

Bupati Sebelumnya Divonis

Mantan Bupati Kabupaten Bandung Barat (KBB) Abubakar divonis 5,5 tahun penjara. Hakim menyatakan Abubakar terbukti korupsi 'bancakan' uang Satuan Kinerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemkab KBB.

Sidang berlangsung di ruang 1 Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Senin (17/12/2018). Duduk di kursi pesakitan, Abubakar yang berpakaian kemeja batik bercorak biru tampak serius memandang hakim yang membacakan amar putusan.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Abubakar terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi menerima suap secara bersama-sama," ucap hakim Dewa Suarditha saat membacakan amar putusannya.

Hakim lalu membacakan hukuman terhadap Abubakar. Dalam putusannya, hakim memvonis Abubakar dengan hukuman penjara.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana 5 tahun dan 6 bulan serta denda Rp 200 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan kurungan 6 bulan," kata hakim.

Hakim menyatakan Abubakar terbukti bersalah sesuai dakwaan pertama Pasal 12 huruf A Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dalam sidang tersebut, hakim menerangkan berdasarkan fakta persidangan, total uang yang didapat oleh Abubakar mencapai Rp 1,29 miliar. Duit itu berasal dari setoran 'bancakan' kepala dinas Rp 860 juta, pemberian mantan kepala BKPSDM Asep Hikayat Rp 95 juta, penerimaan dari Ahmad Dahlan dan Ade Komarudin masing-masing Rp 50 dan Rp 20 juta serta Rp 240 juta dari Bapelitbangda.

Uang itu digunakan untuk keperluan pencalonan istrinya dari mulai survei oleh lembaga survei hingga operasional.

Namun menurut hakim uang yang terbukti diterima hanya Rp 485 juta rupiah. Abubakar pun diminta untuk mengembalikan uang tersebut.

"Sehingga kewajiban membayar uang pengganti menurut hakim adalah Rp 485 juta," katanya.

Hakim juga membacakan hal meringankan dan memberatkan. Untuk hal memberatkan, perbuatan Abubakar sebagai kepala daerah tak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi.

"Untuk hal meringankan terdakwa belum pernah dihukum, bersikap sopan dan sudah membayar uang ganti senilai Rp 100 juta lebih," kata dia.