Anies Baswedan Gandeng NU Desain Musala di Halte Transjakarta dan Stasiun KA

  • Oleh : Redaksi

Jum'at, 02/Apr/2021 13:51 WIB


GAMBIR (BeritaTrans.com)  - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menggandeng Nahdlatul Ulama (NU) untuk mendesain dan membangun musala di halte Transjakarta dan stasiun kereta rel listrik (KRL) commuter line.

Tujuannya, untuk memudahkan penumpang melaksanakan salat saat memasuki waktu magrib setelah bekerja.

Baca Juga:
Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi Mulai Pembangunan Tahun Ini

“Jam kantor itu selesainya jam 5 sore, dan masyarakat mulai bergerak pulang itu setengah 6 sore. Di perjalanan itu ratusan ribu orang menggunakan kendaraan umum, tapi punya keluhan kami magriban (salat magrib) di mana?,” ujar Anies.

Hal itu dikatakan Anies saat penandatanganan kesepakatan bersama PT Transjakarta dengan Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) tentang Sosialisasi Kolaborasi Tridharma Perguruan Tinggi di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat pada Kamis (1/4/2021).

Baca Juga:
Volume Kendaraan Jalan Tol Regional Nusantara Meningkat Jelang Libur Panjang Isra Miraj-Imlek

Selain menata musalah di halte dan stasiun, kerja sama ini dilakukan untuk mendorong masyarakat menggunakan kendaraan umum.

“Harapannya nanti akan ada desain-desain musalah di dalam halte dan di dalam stasiun yang memfasilitasi jutaan warga Jakarta yang sore hari pulang, sehingga tidak lagi kesulitan salat magrib,” kata Anies.

Baca Juga:
PUPR Targetkan Pembangunan Tol IKN Tahap 1 Selesai Juli 2024

Kata dia, pendeknya waktu melaksanakan salat magrib sekitar satu jam mendorong pemerintah membuat musalah di halte dan stasiun.

Hal ini berbeda dengan salat wajib lainnya, yang cenderung waktunya lebih lapang.

Dalam kesempatan itu, Anies juga bersyukur dengan sistem transportasi darat dan berbasis rel di Ibu Kota yang kini telah terintegrasi.

Pengelolaan transportasi itu sekarang tergabung dengan program Jaklingko yang telah diluncurkan Anies sejak 2018 lalu.

Untuk penataan stasiun, DKI telah memiliki kewenangan lewat PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek (MITJ).

Perusahaan ini merupakan hasil patungan (joint venture) antara PT MRT Jakarta (Perseroda) dengan saham 51 persen, dan PT Kereta Api Indonesia (Persero) dengan saham 49 persen.

“PT KAI sangat supportif karena KAI tahu persis, kalau kereta tidak menyambung dengan bus maka orang naik kereta pun bakal turun. Tapi begitu turun di stasiun, bisa langsung bisa pindah ke bus (Transjakarta), nah pengelolaan stasiun oleh kami, tapi (pengelolaan) keretanya tidak. Jadi hanya stasiunnya, sehingga betul-betul terintegrasi,” ungkapnya. (lia/sumber:wartakota/tribunnews)