Ratapan Korban Bencana NTT: Tolong Carikan Anak Saya

  • Oleh : Dirham

Selasa, 06/Apr/2021 14:32 WIB
Elisabeth (61) tak berhenti menangis mencari keberadaan anak angkatnya, Yeremia (33), yang membantu dia menerjang arus banjir bandang NTT usai malam Paskah. Elisabeth (61) tak berhenti menangis mencari keberadaan anak angkatnya, Yeremia (33), yang membantu dia menerjang arus banjir bandang NTT usai malam Paskah.

ADONARA (BeritaTrans.com) - "Saya tidak minta apapun, saya tidak minta makanan, minuman atau bahkan dibangunkan rumah. Saya cuma mau minta pemerintah, tolong, tolong, tolong carikan anak saya, anak angkat saya belum juga ketemu, tolong saya, minta carikan anak saya."

Suara Elisabeth Lenahuki yang kini genap berusia 61 tahun itu terdengar gemetar. Dia berkali-kali terisak. Elisabeth menangis saat meminta tolong agar anak laki-lakinya yang hilang dalam bencana banjir bandang di Nusa Tenggara Timur (NTT) dicarikan.

Elisabeth adalah satu dari sekian banyak orangtua yang kehilangan anaknya di Pulau Adonara, Weiwerang.

Bencana NTT, kata Elisabeth, memang tak meninggalkan luka fisik berlebihan di tubuhnya, namun luka batin dan trauma tak bisa dia hilangkan begitu saja.

Di sela isak tangis dan rasa kehilangannya, Elisabeth bercerita perihal peristiwa yang kini membuat keluarganya belum utuh kembali.

Sabtu (3/4) malam pekan lalu tak jauh berbeda dengan malam perayaan Paskah pada tahun-tahun sebelumnya. Hanya saja hujan terus mengguyur tanah kelahiran Elisabeth sepanjang malam.

Sepulang dari Gereja, dia tak langsung menarik selimut untuk tidur di samping suaminya yang sudah lelap. Dia memilih duduk di ruang tengah, sambil sesekali mengintip air hujan yang semakin lebat dari balik tirai jendela rumahnya.

Suami dan anak-anaknya tengah tidur di kamar masing-masing. Hingga sekira mendekati tengah malam, gemuruh mulai terdengar. Dari luar angin kencang juga terlihat berkelebat. Keduanya seperti berperang saling bersahutan.

Elisabeth ketakutan. Apalagi tak lama setelah itu air masuk ke dalam rumah.

"Saya langsung teriak, 'Air masuk! Air masuk!' Suami saya keluar kamar, dan tahu-tahu sudah lebih selutut saja itu air. Cepat sekali dan sangat deras," kata Elisabeth menceritakan pengalamannya kepada melalui sambungan telepon, Selasa (6/4).

Bercerita dari balik sambungan telepon yang sempat terputus beberapa kali karena gangguan jaringan di Pulau Adonara tak menghilangkan gambaran kengerian yang terjadi Minggu (4/4) dinihari itu di Weiwerang.

Elisabeth dan suami serta anak-anaknya langsung berhamburan ke luar rumah. Tetangganya pun sama, kocar kacir mencoba menyelamatkan diri dari terjangan air yang semakin tinggi dan deras.

"Terus, terus terus lah itu kami lari ke jalan raya, tampak di belakang hunian sudah seperti kali. Airnya deras. Sudah (air) naik. Tinggi sekali. Teriak saya, 'tolong! tolong!'," kata dia.

Pada saat itulah Elisabeth menyadari dia dan suaminya sudah terpisah dari salah satu anak angkatnya yang paling bontot. Yeremia, 33 tahun, diakui Elisabeth sempat mendorong dirinya yang memang sudah tak sanggup berlari di tengah terjangan air bah.

Dengan sekuat tenaga, Yeremia terus berusaha mendorong Elisabeth namun hal itu justru membuat Yeremia tertinggal jauh di belakang dan tak pernah lagi ditemukan hingga selang dua hari setelah kejadian.

"Anak angkat saya, dia masih bujang. Baru 33 tahun. Dia pegawai di Kelurahan. Sangat sayang dengan mamaknya yang sudah tua ini. Saya minta tolong carikan bujang saya, tolong carikan," kata Elisabeth terisak.

Elisabeth yakin Yeremia masih ada di antara tumpukan rumah. Apalagi dia telah berbicara dengan tetua adat di Adonara yang mendapat penerawangan bahwa jenazah Yeremia masih berada di sekitar kediamannya.

"Karena kami di Adonara percaya dengan adat kuat, kami percaya dari tokoh adat ada menyatakan bahwa mayat anak saya tertimbun di lokasi, masih ada di sekitar rumah itu," kata Elisabeth.

Saat ini kata Elisabeth, pencarian hanya dilakukan seadanya. Belum ada perbantuan yang turun langsung dari pemerintah. Hanya warga yang berusaha membantu mencari Yeremia di antara rumah penduduk yang telah rata dengan tanah.

"Saya sebagai mama, sebagai ibu, wanita yang kehilangan anaknya, saya minta dari pemerintah tolong tinjau ke lokasi saya. Tolong carikan anak saya," kata dia.

"Mereka (warga) sudah bantu cari. Tapi kalau bisa dari tim pemerintah untuk bisa cari anak saya walau memang usianya sudah diambil Tuhan. Saya minta tolong," tutupnya.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sebanyak 128 orang meninggal dunia dampak bencana banjir dan longsor di NTT. Sebanyak 8.424 orang dari 2.019 keluarga mengungsi.

Sementara untuk orang hilang tercatat mencapai 72 orang, dengan rincian Kabupaten Alor 28 orang, Flores Timur 23, dan Lembata 21.

Pemerintah menyatakan bencana NTT dipengaruhi cuaca buruk berupa sikon tropis Seroja. Penanganan dan pemulihan bencana hingga kini masih diupayakan oleh pemerintah. (ds/sumber CNNIndonesia.com)

 

Tags :