Pakar: Minyak Kelapa Murni Bantu Kesembuhan Pasien COVID-19

  • Oleh : Redaksi

Kamis, 15/Apr/2021 20:27 WIB
Sejumlah suplemen tambahan yang dipercaya sebagian pasien COVID-19 membantu kesembuhan. (Foto: VOA/Nurhadi Sucahyo) Sejumlah suplemen tambahan yang dipercaya sebagian pasien COVID-19 membantu kesembuhan. (Foto: VOA/Nurhadi Sucahyo)

YOGYAKARTA (BeritaTrans.com) - Banyak pasien positif COVID-19 di Indonesia mengkonsumsi berbagai jenis suplemen makanan, di luar yang diberikan, dengan atau tanpa persetujuan pakar medis. Khasiatnya dituturkan dari mulut ke mulut, karena itu pilihannya pun berbeda-beda.

Sejak dinyatakan positif COVID-19 pada pertengahan Maret 2021, Agus, seorang warga Yogya rajin mengonsumsi suplemen makanan di tengah isolasi mandiri yang dijalani. Daftarnya cukup panjang, seperti Qusthul Hindi dari India, herbal China yang dia lupa namanya, sampai multivitamin, meski dia mengaku tidak semua disukainya.

Baca Juga:
PT Dirgantara Indonesia Ekspor 6 Pesawat Senilai Rp1,25 T ke Filipina

“Saya setiap hari, pagi, siang malam, lebih banyak menggunakan suplemen seperti sari kurma, madu, dan herbal lain termasuk dari negeri China, tapi saya lebih senang sari kurma dan madu,” kata Agus kepada VOA.

Seorang pekerja Filipina memeriksa minyak Kelapa Murni dalam kemasan baru di sebuah perkebunan di Provinsi Quezon, selatan Manila, sebelum dikirim ke supermarket dalam gambar ini, 11 Agustus 2004. (Foto: Reuters)

Baca Juga:
Subvarian Kraken Sudah Masuk RI, Penumpang Pesawat Disarankan Pakai Masker

Seorang pekerja Filipina memeriksa minyak Kelapa Murni dalam kemasan baru di sebuah perkebunan di Provinsi Quezon, selatan Manila, sebelum dikirim ke supermarket dalam gambar ini, 11 Agustus 2004. (Foto: Reuters)

Begitu pula warga Yogya yang lain, Dyah Arbatun yang anaknya dinyatakan positif pada Februari lalu.

Baca Juga:
Anton Gobay ditangkap Polri, Pernah Sekolah Penerbangan di Filipina Tahun 2015-2018

“Dia konsumsi sambiloto, madu pahit, terus rutin habatussauda, minumnya teh bunga telang, dan juga Lian Hua. Pokoknya ada saran dari mantan pasien yang sudah sembuh, ya dijadikan referensi. Usaha biar lekas sehat,” ujar Dyah.

Masyarakat Indonesia sejak lama mengenal sejumlah tanaman yang bisa digunakan sebagai obat atau jamu untuk merawat kesehatan. Dalam kasus COVID-19, tradisi ini juga menjadi panduan bagi pasien untuk mengupayakan kesembuhan. Mereka memilih suplemen tradisional, biasanya karena saran mantan pasien dan berbekal kepercayaan.

VCO Dinilai Berdampak

Tidak semua bahan alam yang dikonsumsi pasien COVID-19 dipilih karena upaya coba-coba saja. Pendekatan ilmiah untuk potensi alam Indonesia ini juga dilakukan, misalnya oleh sebuah tim dokter di Yogyakarta. Kajian ini dipaparkan dalam diskusi Uji Klinis dan Penanganan COVID-19, oleh Pusat Kedokteran Herbal, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada (FKKMK UGM), Kamis (15/4).

Ketua Tim Airborne Disease RSUP Dr Sardjito, Ika Trisnawati. (Foto: Humas Sardjito)

Ketua Tim Airborne Disease RSUP Dr Sardjito, Ika Trisnawati. (Foto: Humas Sardjito)

Berbicara dalam diskusi ini, dr. Ika Trisnawati, M.Sc., Sp.PD., KP., FINASIM, yang merupakan pakar Pulmonologi sekaligus Ketua Tim Airbone Disease, RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Bahan alami yang dijadikan uji coba bagi pasien COVID-19, adalah minyak kelapa murni yang lebih dikenal sebagai Virgin Coconut Oil (VCO). Bahan ini berfungsi sebagai terapi ajuvan atau tambahan bagi pasien, dan diujicobakan di empat rumah sakit, yaitu RSUP Dr. Sardjito, RSA UGM, RSUD Wonosari, serta RSUD Sleman.

VCO, kata Ika, dipilih karena diketahui memiliki senyawa antivirus yang baik, seperti asam laurat (C12) dan monolaurin (ML) beserta derivatnya.

Sejumlah suplemen tambahan yang dipercaya sebagian pasien COVID-19 membantu kesembuhan. (Foto: VOA/Nurhadi Sucahyo)

Sejumlah suplemen tambahan yang dipercaya sebagian pasien COVID-19 membantu kesembuhan. (Foto: VOA/Nurhadi Sucahyo)

“VCO merupakan medium chain fatty acids (MCA) yang mengandung asam laurat, diubah menjadi monogliserida monolaurin, mempunyai efek antiviral dengan cara menghancurkan membran lipid virus,” paparnya.

Penjelasan sederhana dari paparan dr Ika di atas dapat digambarkan sebagai berikut. Di dalam tubuh, VCO bekerja serupa dengan sabun, yang mampu merusak membran sel pada virus. Ketika masuk ke tubuh, VCO kemudian diubah menjadi monolaurin, dan berinteraksi dengan membran sel virus. Interaksi itu membuat lapisan lipid sel rusak dan tidak berfungsi, sebagaimana sabun membunuh virus di jari-jari, ketika proses cuci tangan berlangsung.

Dalam penelitian awal di empat rumah sakit itu, konsumsi VCO bagi pasien COVID-19 terbukti membawa hasil signifikan, terutama bagi mereka dalam kelompok ringan dan sedang.

Riset Dilakukan LIPI

Peneliti dari Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr Masteria Yunovilsa Putra juga berbagi riset mereka dalam bidang ini.

Dr Masteria Yunosilva Putra, Koordinator Penelitian Drug Discovery and Development di Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI. (Foto: Courtesy/LIPI)Dr Masteria Yunosilva Putra, Koordinator Penelitian Drug Discovery and Development di Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI. (Foto: Courtesy/LIPI)

“Kami melakukan pencarian anti SarsCov2 dari biodiversitas Indonesia, baik itu dari laut dan darat. Kami melakukan koleksi, baik itu tanaman, kemudian organisme laut, baik itu makro dan mikronya, juga tanaman-tanaman herbal Indonesia yang sudah mempunyai ekstrak ter-standarnya,” ujar Putra.

LIPI telah memiliki daftar senyawa-senyawa yang aktif sebagai antivirus dalam penelitian sebelumnya, seperti untuk HIV dan HPV. Senyawa inilah yang kemudian menjadi pilihan pertama untuk melihat mekanisme kerjanya, ketika digunakan untuk virus SarsCov2.

Setidaknya sudah ada 25 ekstrak tanaman yang beberapa diantaranya sudah terstandarisasi dari sisi industri. Dari studi literatur yang dilakukan, seluruh ekstrak tanaman dalam daftar itu kemungkinan mempunyai potensi melawan SarsCov 2 dan membantu daya tahan tubuh. Begitupun dari organisme laut, LIPI juga sudah memiliki daftar makro maupun mikro organisme, yang sudah pernah diujikan untuk virus. Sejumlah tes ini dilakukan sebelumnya untuk HIV, SarsCov 1, MERS, dan H1N1.

“Semuanya sudah ada di Indonesia. Ada lima senyawa yang sangat menarik untuk studi lebih lanjut,” ujar Putra.

Tetap Hati-hati

Para ibu memarut kelapa yang akan dibuat menjadi VCO (foto: courtesy).

Para ibu memarut kelapa yang akan dibuat menjadi VCO (foto: courtesy).

Dalam diskusi yang sama, Riri Indriani dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), mengaku potensi bahan alam Indonesia sangat banyak.

“Ini memberi peluang sebagai produk jamu, baik itu Obat Herbal Terstandar (OHT) dan fitofarmaka. Namun sampai saat ini baru 26, yang menjadi fitofarmaka,” kata Riri.

OHT adalah obat herbal yang telah melewati proses standarisasi dan uji pra-klinik pada hewan percobaan. Fitofarmaka telah melewati proses lebih jauh, yakni terbukti keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dalam uji praklinik dan uji klinik pada manusia. Bahan baku dan produk jadi keduanya sudah distandarisasi.

BPOM berharap produk alam Indonesia tidak hanya menjadi bahan penelitian dan tidak berhenti pada publikasi. Para peneliti harus memiliki keinginan untuk menindaklanjuti hasil penelitian itu. (VOA)