5 Fakta Soal Meroketnya Biaya Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung

  • Oleh : Bondan

Rabu, 21/Apr/2021 23:26 WIB
Ilustrasi kereta cepat. Foto: Istimewa. Ilustrasi kereta cepat. Foto: Istimewa.

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Pemerintah bersama konsorsium Badan Usaha Milik Negara yang terlibat dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung terus menggenjot penyelesaian proyek sepur berkecepatan 350 kilometer per jam itu. Salah satu persoalan yang dihadapi dalam keberjalanan proyek tersebut adalah biaya yang membengkak.

Dalam pembahasan proyek tersebut, pemerintah telah menggelar rapat koordinasi terbatas untuk mendiskusikan persoalan tersebut.

Baca Juga:
Libur Panjang Paskah, Stasiun Tanah Abang Layani 72 Ribu Lebih Penumpang KRL

Rapat yang dihelat pada awal April 2021 dihadiri sejumlah pejabat dari berbagai kementerian antara lain Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

Pemerintah, kata sumber tersebut, belum memutuskan solusi dari melarnya biaya proyek itu. Hingga saat ini, Konsorsium BUMN telah diminta untuk menghitung kembali kebutuhan biaya proyek itu secara lebih rinci.

Baca Juga:
KA Papandayan Mulai 1 April 2024 Beroperasinal di Stasiun Karawang, Ini Rute dan Harga Tiketnya!

Berikut ini adalah sejumlah hal yang dirangkum Tempo mengenai bengkaknya biaya proyek sepur kilat tersebut.

1. Biaya Proyek Diduga Melonjak 23 Persen

Baca Juga:
Hingga Hari Ini 61 Persen Tiket Kereta Api Lebaran Telah Terjual, KA Airlangga Paling Favorit

Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung semula membutuhkan biaya US$ 6,071 miliar. Namun, biaya tersebut diduga membengkak sekitar 23 persen dari nilai semula atau setara dengan Rp 20 triliun. Pembengkakan terjadi lantaran munculnya berbagai kebutuhan yang tidak diprediksi pada awal proyek.

Berdasarkan perjanjian, melarnya biaya ini sepenuhnya ditanggung konsorsium. Melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia, konsorsium BUMN mengantongi 60 persen saham PT Kereta Cepat Indonesia-China. Adapun 40 persen sisanya dimiliki China Railway International Co Ltd.

Saat dimintai konfirmasi, Corporate Secretary PT KCIC Mirza Soraya membenarkan bahwa detail mengenai penambahan biaya tak terduga masih dalam proses pembahasan dan negosiasi di tingkat para pemegang saham. Menurut dia, konsultasi antara pemerintah Indonesia dan Cina terus dilakukan.

2. Penyebab Biaya Proyek Melambung

Naiknya biaya proyek dari rencana awal terjadi lantaran munculnya berbagai kebutuhan yang tidak diprediksi pada awal proyek. Mirza mengatakan dalam proses pembangunan, terjadi banyak hal yang tidak terduga di lapangan sehingga menambah beban biaya, khususnya dalam aspek pembebasan lahan dan utilitas.

Pemindahan utilitas yang dimaksud, misalnya pemindahan gardu listrik, pipa air, kabel fiber, atau jaringan lain yang merupakan utilitas umum untuk menunjang pelayanan masyarakat. "Ada proses yang cukup panjang yang harus ditempuh untuk bisa membebaskan lahan dengan utilitas itu, dan ini memakan biaya," kata dia.

3. Wijaya Karya Usul Pemerintah Kurangi Porsi Indonesia di Konsorsium

PT Wijaya Karya (Persero) Tbk meminta pemerintah memangkas porsi kepemilikan saham Indonesia dalam konsorsium PT KCIC. Direktur Utama WIKA Agung Budi Waskito menilai langkah tersebut diambil sebagai salah satu instrumen untuk mengurangi beban melarnya biaya kereta cepat.

Sebab, bengkaknya biaya proyek sepur kilat itu ditengarai bakal mengganggu kinerja BUMN yang terlibat dalam konsorsium tersebut. "Kami sedang melakukan negosiasi dengan pihak Cina agar porsi Indonesia ini bisa lebih kecil dari 60 persen," tutur Agung. "Dengan begitu, cost overrun yang terjadi sama sekali tidak akan berpengaruh terhadap apa yang sudah kita setorkan."

Di dalam PSBI, WIKA memegang porsi saham paling besar, yaitu 38 persen. Adapun PT Perkebunan Nusantara VIII mengantongi 25 persen, PT Kereta Api Indonesia 25 persen, dan PT Jasa Marga memiliki 12 persen saham. Dengan berkurangnya porsi Indonesia, diharapkan pembengkakan biaya proyek ditanggung mitra dari Cina.

4. Sri Mulyani Minta Kenaikan Biaya Proyek Dihitung Ulang

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta konsorsium Badan Usaha Milik Negara yang terlibat dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung untuk menghitung lebih rinci pembengkakan biaya pekerjaan tersebut. Langkah ini ditempuh sebelum pemerintah dan anggota konsorsium bernegosiasi dengan investor Cina sebagai mitra proyek.

Sumber Tempo yang mengetahui pembahasan ini mengatakan langkah penghitungan yang lebih rinci itu diinstruksikan oleh Menteri Keuangan dalam rapat koordinasi terbatas awal April lalu. "Sri Mulyani meminta kekurangan dana dihitung lebih detail, tidak hanya belanja modal tapi juga pada masa operasi atau istilahnya cash shortfall," kata dia, Ahad, 19 April 2021.

Hingga saat ini, proses penghitungan biaya proyek tersebut masih berlangsung. "Penghitungannya agak rumit karena harus memperhitungkan arus kas pada saat kereta sudah beroperasi," kata Sumber tersebut.

5. Negosiasi dengan Cina Belum Dimulai

Sumber Tempo mengatakan negosiasi pemangkasan porsi kepemilikan saham Indonesia di konsorsium KCIC belum dimulai lantaran masih menunggu kesepakatan internal pemerintah perihal kekurangan dana yang mesti ditambal. "Jadi harus sepakat dulu soal besaranya pembengkakan biaya, baru negosiasi," kata dia.

Corporate Communication &Community Development Group Head Jasa Marga Dwimawan Heru menuturkan perusahaannya juga turut mengkaji semua opsi untuk menyelesaikan persoalan cost overrun dalam proyek kereta cepat ini. "Sehingga nantinya dapat diambil opsi terbaik." (dan/sumber: Tempo.co)