127 WNA India Masuk ke Indonesia Gunakan Pesawat Carter

  • Oleh : Fahmi

Jum'at, 23/Apr/2021 20:48 WIB
Petugas kesehatan India mengenakan alat pelindung diri memandu penumpang yang tiba dari Inggris, di Bandara Internasional Chhatrapati Shivaji Maharaj di Mumbai, India pada 22 Desember 2020. (Imtiyaz Shaikh - Anadolu Agency) Petugas kesehatan India mengenakan alat pelindung diri memandu penumpang yang tiba dari Inggris, di Bandara Internasional Chhatrapati Shivaji Maharaj di Mumbai, India pada 22 Desember 2020. (Imtiyaz Shaikh - Anadolu Agency)

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Sebanyak 127 Warga Negara Asing (WNA) asal India melakukan eksodus ke Indonesia. Mereka menggunakan pesawat carter serta melengkapi diri dengan Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) di tengah gelombang kedua kasus Covid-19 di negaranya sendiri. 

"Betul, mereka melalui Bandara Soekarno-Hatta naik pesawat carter dari India pada tanggal 21 April 2021 pukul 19.30 dengan pesawat carter QZ9BB ex MMA," kata Kepala Sub Direktorat Karantina Kesehatan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan, Benget, melalui pesan singkat, Jumat (23/4/2021). 

Baca Juga:
Warga Australia Geram dengan Keputusan Memperbolehkan Satu Keluarga Positif Covid-19 Terbang dari Indonesia Ke Australia

Menurut Benget, ratusan WN India itu diperbolehkan masuk ke wilayah Indonesia karena mereka dilengkapi dengan KITAS. Kartu izin tersebut diberikan otoritas terkait kepada WNA yang akan tinggal di Indonesia untuk beberapa bulan. 

"Jumlah WNA India 127 orang. Ya boleh masuk karena ada KITAS," katanya. 

Namun Kementerian Kesehatan telah melakukan langkah antisipasi dengan mewajibkan mereka menjalani karantina selama 5x24 jam. Petugas kesehatan juga melakukan pemeriksaan swab sebanyak dua kali pada saat mereka tiba di hotel dan saat hari kelima proses karantina. 

"Di hotel tidak diperkenankan keluar dari kamar dan jika ada hasil pemeriksaan swab positif, maka akan dilakukan isolasi di faskes sampai sembuh. Untuk hasil PCR yang CT valuenya kurang dari 30 akan dilakukan surveilans genom squensing di Litbangkes untuk melihat varian baru," katanya. 

Secara terpisah, Guru Besar Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Tjandra Yoga Aditama, mengatakan India saat ini tengah mengalami gelombang kedua lonjakan kasus corona. "22 April kemarin India mencatat jumlah kasus harian Covid-19 tertinggi selama ini, yaitu lebih dari 314 ribu orang. Saya menghubungi teman-teman saya di New Delhi dan ada belasan orang yang sakit Covid-19, baik orang Indonesia maupun orang India dan juga warga negara lain," katanya. 

Ia mendorong otoritas terkait untuk memperketat pengawasan pelaku perjalanan dari luar negeri menyusul temuan eksodus penduduk India di Indonesia. "Semua yang masuk Indonesia, termasuk dari India, tentu harus menjalani karantina dahulu sebelum dapat beraktivitas," katanya melalui pesan singkat. 

Menurut Tjandra pelaksanaan karantina bagi pendatang dari luar negeri harus terus berlangsung dengan ketat sesuai aturan yang berlaku. Jika ada yang dicurigai sakit, maka harus ditangani sesuai prosedur serta kemungkinan kontaknya ditelusuri secara ketat. 

Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu mendorong agar pengawasan pendatang secara ketat juga dilakukan pada beberapa waktu mundur ke belakang. "Singapura misalnya, mereka menutup penerbangan dari sebagian negara Eropa pada pertengahan Desember 2020 karena informasi varian baru B117, tapi lalu mereka juga menelusuri siapa saja yang sudah datang sejak pertengahan November 2020. Dengan cara ini maka Singapura waktu itu dapat menemukan varian baru B117 di negaranya," katanya. 

Tjandra menambahkan, surveilans bukan hanya dilakukan pada mereka yang sekarang ini mendarat dari India. Tapi juga seharusnya sejak sebulan ke belakang pada pertengahan Maret 2021. 

Tjandra juga menyarankan agar pihak terkait melakukan pemeriksaan whole genome sequencing atau pengurutan keseluruhan genom pada penduduk yang dicurigai menderita Covid-19. "Misalnya sekarang sakit Covid-19, padahal baru datang dari negara-negara yang melaporkan peningkatan kasus yang mungkin berhubungan dengan mutasi baru. Peningkatan jumlah pemeriksaan whole genome sequencing menjadi kunci utama untuk identifikasi kemungkinan varian dan mutasi baru yang mungkin ada di negara kita," katanya. 

Tjandra mengatakan agar pengawasan di Indonesia harus terus ditingkatkan, apalagi dengan kecenderungan peningkatan kasus di dunia secara keseluruhan dalam beberapa pekan terakhir. 

"Singkatnya, 3M (menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan), 3T (testing, tracing dan treatment) dan juga vaksinasi harus terus digiatkan oleh pemerintah dan masyarakat kita semua," katanya. 

Sejumlah negara memang telah melarang penerbangan masuk dari India pascalonjakan kasus Covid-19 di sana. Salah satu negara yang terbaru melarang adalah Kanada. 

Pemerintah Kanada melarang penerbangan penumpang dari India dan Pakistan selama 30 hari, mulai Kamis (22/4). Larangan tersebut, yang mulai berlaku mulai pukul 23.30 waktu setempat, dan tidak mempengaruhi penerbangan kargo. Pemerintahan Perdana Menteri Justin Trudeau memberlakukan larangan setelah seorang politikus sayap kanan terkemuka mengkritik langkah pemerintah, dalam memerangi gelombang ketiga pandemi Covid-19. 

Menteri Kesehatan Kanada Patty Hajdu mengatakan, warga India menyumbang 20 persen kasus virus corona dari semua kedatangan internasional. Mereka mewakili lebih dari 50 persen, dari tes virus corona dengan hasil positif yang dilakukan oleh petugas bandara Kanada. 

"Dengan mengeliminasi perjalanan langsung dari negara-negara ini, para ahli kesehatan masyarakat akan memiliki waktu untuk mengevaluasi epidemiologi yang sedang berlangsung di kawasan itu dan untuk menilai kembali situasinya," ujar Hajdu. 

Menteri Transportasi Omar Alghabra mengatakan, Kanada tidak akan ragu untuk melarang penerbangan dari negara lain jika diperlukan. Perdana menteri Ontario dan Quebec sebelumnya telah mengirim surat kepada pemerintahan Trudeau dan mendesak untuk bertindak tegas terhadap perjalanan internasional di tengah gelombang ketiga pandemi virus corona. 

Inggris juga melarang perjalanan internasional dari India, dan memasukkan negara tersebut ke dalam "daftar merah". Sementara Prancis memberlakukan karantina 10 hari untuk pelancong dari Brasil, Chili, Argentina, Afrika Selatan, dan India, sementara Uni Emirat Arab. Prancis juga menangguhkan semua penerbangan dari India, dilansir dari Reuters. 

Kondisi di India memang kian memburuk. Setidaknya enam rumah sakit di Ibu Kota India, New Delhi, kehabisan oksigen. Para dokter mengatakan, rumah sakit lain memiliki persediaan oksigen untuk beberapa jam. 

Sejumlah pasien Covid-19 meninggal dunia karena tidak mendapatkan oksigen. Sementara lebih dari 99 persen dari semua tempat tidur di perawatan intensif di seluruh rumah sakit telah penuh. 

India mencatat penghitungan harian tertinggi di dunia pada Kamis (22/4), yaitu mencapai 314.835 kasus virus corona dan kematian meningkat 2.104. Stasiun televisi NDTV Delhi melaporkan, otoritas negara menghentikan pengiriman tanki oksigen ke negara bagian lain. Sementara beberapa fasilitas dituduh menimbun persediaan oksigen. 

Politikus India Saurabh Bharadwaj, yang dirawat di rumah sakit Delhi karena Covid-19, mengunggah permohonan bantuan dalam bahasa Hindi di Twitter. Dia mengatakan, persediaan oksigen di rumah sakit tempat dia dirawat hanya memiliki suplai oksigen untuk tiga jam ke depan. 

“Banyak orang yang bergantung pada oksigen dan tanpa oksigen, orang-orang ini akan mati, seperti ikan mati jika tidak ada air. Saatnya bagi semua untuk bekerja sama," ujar Bharadwaj. 

BBC melaporkan, Delhi dikenal memiliki salah satu fasilitas perawatan kesehatan terbaik di India. Tetapi rumah sakit di Delhi mulai bertekuk lutut oleh lonjakan kasus virus corona. 

Kekurangan suplai oksigen membuat situasi di rumah sakit menjadi tidak terkendali. Seorang dokter yang bekerja di rumah sakit pemerintah di selatan India mengatakan ketegangan semakin meningkat. 

"Pasien mencoba memukul dokter. Mereka menyalahkan dokter atas segalanya dan bahkan manajemen (rumah sakit) juga menyalahkan para dokter. Ini adalah lingkungan yang membuat stres," ujar dokter yang tidak mau disebutkan namanya. 

"Saat ini 99 persen oksigen sudah terpakai, dan hanya tersisa 1 persen. Ini situasi yang sangat menyedihkan," ujar dokter tersebut menambahkan. 

Peningkatan kematian akibat virus corona membuat keluarga menunggu selama berjam-jam untuk melakukan upacara pemakaman. Kantor berita Reuters melaporkan, satu krematorium Delhi terpaksa membangun tumpukan kayu di tempat parkir untuk mengatasi jumlah jenazah yang datang. Krematorium mengadakan kremasi massal, dan tanpa henti di beberapa kota. 

"Selama fase pertama virus corona, rata-rata di sini adalah delapan hingga 10, satu hari mencapai 18. Tapi hari ini situasinya sangat buruk. Tadi malam kami mengkremasi 78 jenazah," ujar Jitender Singh Shunty, yang menjalankan krematorium di timur laut Delhi. 

"Empat kali lebih mengerikan virus corona ini. Banyak jenazah di sekitar, menunggu. Kami tidak punya tempat tersisa di krematorium untuk mengkremasi mereka. Ini saat yang sangat buruk," tambah Shunty.(fh/sumber:anataranews)