Garuda Indonesia Divonis Bersalah di Australia, Wajib Bayar Denda Rp 209 Miliar

  • Oleh : Bondan

Senin, 26/Apr/2021 00:50 WIB
Garuda livery show. Foto: BeritaTrans.com. Garuda livery show. Foto: BeritaTrans.com.

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Pihak PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk divonis bersalah dalam perkara hukum antara Perseroan bersama Australian Competition and Customer Comission (ACCC) mengenai penetapan harga Fuel Surcharge Kargo.

Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia, Prasetio, mengungkapkan perkara yang dilaksanakan di Pengadilan Federal New South Wales, Australia telah diputus pengadilan tingkat pertama pada tahun 2014. Saat itu, Garuda Indonesia awalnya dinyatakan tidak bersalah.

Baca Juga:
Jokowi Setujui PMN Garuda Indonesia Rp 7,5 Triliun, Erick Thohir: Akan Ada 120 Pesawat di Akhir 2022

“Kemudian atas putusan Federal New South Wales, Australia ini, ACCC mengajukan banding dan Kasasi ke High Court, Australia yang pada akhirnya pada tahun 2017, Perseroan dinyatakan bersalah melakukan penetapan harga Fuel Surcharge,” kata Prasetio berdasarkan suratnya ke Bursa Efek Indonesia, dikutip kumparan pada Minggu (25/4/2021).

Pada tahun 2019, Pengadilan Federal New South Wales, Australia akhirnya menjatuhkan putusan denda kepada Garuda Indonesia untuk membayar AUD 19.000.000 atau setara Rp 209 miliar (kurs 1 AUD= Rp 11.000) disertai biaya perkara ACCC.

Baca Juga:
Kasasi Ditolak MA, Garuda Indonesia Harus Bayar Denda Rp 1 Miliar

“Pada awalnya, Perseroan mengajukan banding atas putusan denda tersebut, tetapi kemudian putusan Pengadilan Federal New South Wales, Australia pada tanggal 15 April 2021 ini telah mengesahkan Perjanjian Perdamaian antara Perseroan dan ACCC di mana Perseroan akan membayar denda sebesar AUD 19.000.000,” ujar Prasetio.

“Disertai biaya perkara ACCC secara angsuran selama 5 tahun dimulai Desember 2021 dan mencabut banding yang telah diajukan sebelumnya,” tambahnya.

Baca Juga:
Kejagung Tetapkan 2 Tersangka Kasus Pengadaan Pesawat Garuda Indonesia

Sesuai penjelasan tersebut, Prasetio menegaskan perkara hukum itu bukan perkara baru karena sudah berlangsung sejak tahun 2014. Ia memastikan Perseroan secara rutin menyampaikan keterbukaan informasi terhadap perkembangannya sesuai ketentuan yang berlaku. (dan/sumber: Kumparan.com)