Banyak Nelayan Kecil Mampu Bertahan di Tengah Pandemi Covid-19

  • Oleh : Taryani

Minggu, 09/Mei/2021 12:56 WIB
Nelayan kecil lebih suka bekerja mandiri tidak mengandalkan juragan atau pemilik kapal besar. (Taryani)  Nelayan kecil lebih suka bekerja mandiri tidak mengandalkan juragan atau pemilik kapal besar. (Taryani)

INDRAMAYU (BeritaTrans.com) -  Bekerja jadi  bidak atau Anak Buah Kapal (ABK) kapal besar milik juragan yang mencari ikan hingga Pulau Papua bayarannya dipastikan cukup besar.

Seorang ABK bisa membawa pulang sekitar Rp30 juta. Bahkan ada juga yang  mencapai sekitar Rp 70 juta sekali berlayar.

Sekalipun  demikian, tidak merubah pendirian Karsim, 51 salah seorang nelayan kecil di Kecamatan Indramayu. Mereka lebih suka kerja mandiri. Tidak mengandalkan orang lain atau juragan.

“Saya lebih tertarik kerja mandiri. Jadi nelayan kecil.   Mencari ikan di perairan meski hanya dengan perahu kecil dan jaring kecil," ujarnya.

Alasannya kata dia,  karena kerja di ABK kapal besar itu sekali berlayar harus meninggalkan anak dan istri dalam rentang waktu  relatif lama,  hingga berbulan-bulan.

“Paling cepat pulang berlayar 3 atau 4 bulan. Ada juga yang sekali berlayar sampai 7 bulan. Bagi saya yang sudah punya banyak anak,  tidak bisa berlama-lama meninggalkan mereka. Apalagi ada anak yang  umurnya masih kecil memerlukan perhatian orang tua,” katanya.

Diakui, bayaran atau bagen  ABK di kapal besar itu cukup besar. Mencapai Rp30 juta. Bahkan kalau sampai berlayar 7 bulan bisa membawa Rp70 juta. Tapi hal itu tidak membuat hatinya kepincut atau tertarik.

Sebab bagi Karsim, walaupun nelayan kecil hasilnya tidak besar,  tapi  bisa bahagia dan  tenang, lantaran  tiap hari bisa ketemu anak-anak.   

Nelayan kecil kata dia hanya bisa  menjaring ikan di sekitar perairan Indramayu. Jaraknya dari pantai paling jauh belasan mil. Beda dengan kapal besar. Sekali berlayar bisa sampai Pulau Papua. Bahkan banyak yang sampai ke perbatasan Benua Australia.

Karsim,  berangkat menjaring ikan sore atau selepas waktu shalat Ashar dan pulang sebelum waktu shalat Subuh. “Bagi saya yang penting itu setiap hari bisa ketemu keluarga,” ungkapnya.

Mengenai hasilnya kata dia,  setiap berangkat ke laut itu tidak menentu. Kadang hasilnya cukup besar,  terkadang kecil. Kalau lagi kurang beruntung sampai tak bisa menutupi pembelian solar, rokok dan makan minum.

“Hari hari biasa hasil  yang dibawa pulang setelah dikurangi biaya-biaya itu sekitar Rp 100 ribu-an,” ujarnya.

Di Desa Brondong, Pabean Udik, Pabean Ilir dan Karangsong cukup banyak komunitas nelayan kecil yang sehari-hari berangkat ke laut menggunakan perahu atau jukung.

Daerah sasaran  mencari ikan nelayan kecil ini sangat terbatas. Hanya di sekitar perairan laut Jawa atau jaraknya sekitar belasan mil dari pantai.

Meski begitu, komunitas nelayan kecil ini jumlahnya banyak. Jika dikalkulasi keseluruhan se-Kabupaten Indramayu,  bisa mencapai ribuan orang.

Domisilinya tersebar dari mulai pantai Desa Ujunggebang, Kecamatan Sukra berbatasan Kabupaten Subang  hingga pantai Desa Singakerta, Kecamatan Krangkeng berbatasan Kabupaten Cirebon.

Komunitas nelayan kecil inilah yang jadi sasaran penerima bantuan kesejahteraan dari pemerintah pusat. (Taryani)