Kisah Pramugari Cantik Asal Solo: Dulu Ditolak Maskapai Lokal, Kini Sukses Di Emirates Airlines

  • Oleh : Redaksi

Minggu, 16/Mei/2021 23:46 WIB
Pramugari asal Solo ini dulu pernah ditolak maskapai besar Indonesia namun justru sukses di maskapai UEA, Emirates Airline. Foto: Solopos.com. Pramugari asal Solo ini dulu pernah ditolak maskapai besar Indonesia namun justru sukses di maskapai UEA, Emirates Airline. Foto: Solopos.com.

SOLO (BeritaTrans.com) - Anna Silvia, 27, wanita asal Menangan, Serengan, Kota Solo, ini sudah tiga tahun terakhir bekerja sebagai pramugari Emirates Airlines, tepatnya sejak 2019 lalu.

Tapi siapa sangka ternyata ia pernah ditolak saat mendaftar sebagai pramugari maskapai lokal. Kepada wartawan, Minggu (2/5/2021), Anna pun menceritakan perjuangannya sampai menjadi pramugari maskapai yang berbasis di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), itu.

Baca Juga:
Angkasa Training Center Lion Air Group untuk Pendidikan Gratis Pramugari dan Pramugara

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo itu menceritakan sejak lulus dari SMAN 1 Solo ia memiliki cita-cita mengunjungi tiga kota di tiga negara berbeda. Ketiganya yakni Napoli di Italia, Istanbul di Turki, dan Dubai di UEA.

Pramugari asal Solo itu awalnya tak yakin bisa mewujudkan mimpinya itu. Ia menyebut mimpi ke luar negeri itu cukup mustahil mengingat di lingkungannya, gadis usia 20-an tahun harus segera menikah.

Baca Juga:
Wapres Ma`ruf Amin: Kalau Ada Larangan Pramugari Berjilbab, Agak Aneh

Selain itu, Anna mengaku dari keluarga yang ia sebut super religius. Bahkan, ketika ia menceritakan mimpinya pergi ke Malaysia, ia malah diejek oleh lingkungannya.

“Dari awal ke luar negeri saya bangun dari nol dan saya membiayai diri sendiri. Meskipun keluarga saya terbilang mampu. Mimpiku adalah tanggung jawabku. Saya tidak ingin jadi beban, saya memutuskan mencari beasiswa sejak di kampus,” papar pramugari cantik asal Solo itu.

Baca Juga:
Pramugari Ungkap Pertanyaan Konyol yang Sering Ditanyakan Penumpang di Pesawat

Saat kuliah, Anna bergabung dengan organisasi pertukaran pelajar, AISEC. Dari situ ia berhasil mewujudkan mimpinya mengunjungi Italia pada akhir masa perkuliahan. Selama di Italia pada Mei hingga Juli 2013, ia dibiayai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Kunjungan ke Italia itu pun membuka pandangannya untuk berkeliling dunia. Setelah lulus kuliah, ia mengikuti program work away. Program itu membawanya ke negara impian ke dua yakni, Turki.

Di Istanbul, Turki, ia magang berbagai pekerjaan yang tak biasa ia lakukan. Dari magang itu, ia memperoleh tempat tinggal dan makan gratis meskipun tanpa digaji selama tiga bulan pada September 2016.

Namun, saat travelling ia mampu menekan pengeluaran sangat banyak. "Kunjungan ke dua ke negara impian semakin mendorong saya untuk berkeliling dunia. Saya akhirnya mendaftar jadi pramugari Qatar Airways di Singapura pada 2017,” paparnya.

Qatar Airways

Perempuan asal Solo itu pun diterima sebagai pramugari Qatar Airways dan bekerja di Qatar. Dari sana ia mencari peluang lain dan mendapat informasi Emirates Airline, maskapai dari negara ketiga di daftar cita-citanya, UEA, membuka perekrutan.

"Saat itu open recruitment di Jakarta, cukup terkejut dengan jumlah peserta yang mencapai 2.000-an orang dari seluruh dunia. Hanya empat orang terdiri dari dua laki-laki dan dua perempuan yang diterima Emirates Airline. Saya termasuk yang berangkat ke Dubai," ujarnya.

Anna bercerita diterima di Emirates Airline pada percobaan pertama. Padahal saat berusia 18 tahun dara asal Solo itu pernah mendaftar sebagai pramugari di maskapai besar Indonesia, namun ditolak. Ia mengakui kurang persiapan.

“Mimpi itu akhirnya jadi nyata. Padahal sering kali saya disepelekan. Saya berangkat dari Solo, dan merasakan mimpi itu jadi nyata,” paparnya.

3 Bulan Sekali Pulang

Kini, Anna sudah tiga tahun terbang bersama maskapai Internasional itu. Sebelum pandemi dalam sebulan ia terbang 80 jam hingga 100 jam. Namun, selama pandemi ini hanya sekitar 40 jam sebulan dengan berbagai tujuan termasuk ke Indonesia.

Tiga bulan sekali ia terbang ke Jakarta, Indonesia. Menurutnya, tugasnya adalah memberikan informasi dalam bahasa Indonesia kepada penumpang Indonesia.

“Kalau pulang ke Indonesia harus tes PCR, hanya di Indonesia dan Australia yang harus PCR. Kalau tiba di Jakarta hanya istirahat 25 jam, itu pun semacam karantina, tidak boleh keluar kamar,” papar Anna. (dn/sumber: Solopos.com)