Garuda Indonesia Minta Lessor Hitung Kontrak Pesawat Berbasis Power by The Hour

  • Oleh : Fahmi

Jum'at, 28/Mei/2021 08:18 WIB
Pesawat Garuda Indonesia.(Ist) Pesawat Garuda Indonesia.(Ist)

JAKARTA (BeritaTrans.com) - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. tengah melakukan restrukturisasi bisnis untuk menyelamatkan perusahaan yang tengah menghadapi kesulitan likuiditas. 

Dewan Komisaris Garuda Yenny Wahid mengatakan perseroan meminta kontrak pesawat berbasis power by the hour atau kekuatan per jam. 

Baca Juga:
Garuda Indonesia Group Terbangkan 80.243 Penumpang di Puncak Arus Balik

“Renegosiasi sewa pesawat harus ditekankan menuju kontrak power by the hour mengingat utilisasi pesawat di masa pandemi masih sangat rendah,” ujar Komisaris Garuda Indonesia Yenny Wahid dikutip dari tempo pada Kamis (27/5/2021). 

Garuda saat ini menjalin kerja sama dengan 20 lessor. Perusahaan telah melakukan renegosiasi dengan beberapa lessor di antaranya pada tahun lalu untuk menurunkan biaya sewa. 

Baca Juga:
Garuda Resmi Layani Rute Penerbangan Jakarta-Doha PP

Renegosiasi dilakukan akibat perusahaan maskapai penerbangan menghadapi beban berat di tengah menurunnya jumlah penumpang dan ketidakpastian kondisi karena pandemi Covid-19. Sementara itu, pendapatan terbesar maskapai masih dari sisi bisnis penumpang. 

Selain merestrukturisasi kontrak, Garuda tengah meminta agar pesawat-pesawat yang selama ini tidak terpakai atau dikandangkan dikembalikan kepada lessor. Namun negosiasi ini diakui masih berlangsung alot. 

Baca Juga:
Garuda Indonesia Group Terbangkan 82 Ribu Penumpang di Puncak Arus Angleb

“Kami tentunya memilih kalau bisa pesawat yang tidak dipakai untuk dikembalikan. Nah ini yang sedang alot dinegosiasikan dengan lessor-nya,” tutur Yenny. 

Garuda masih menghadapi tekanan berat meski perusahaan telah menandatangani perjanjian penerbitan obligasi wajib konversi atau OWK dengan PT Sarana Multi Infrastruktur senilai Rp 8,5 triliun. Kerja sama ini dianggap merupakan talangan dari pemerintah untuk menyelamatkan perusahaan pelat merah. 

Yenny mengungkapkan, dari total perjanjian OWK yang disepakati, dana untuk emiten berkode GIAA itu baru cair sekitar Rp 1 triliun. “OWK memang baru cair Rp 1 triliun dari Rp 8,5 triliun yang disepakati antara pemerintah dan DPR,” ucapnya. 

Garuda mencatatkan utang hingga Rp 70 triliun atau US$ 4,9 miliar. Garuda memiliki utang yang jumlahnya bertambah lebih dari Rp 1 triliun per bulan seiring dengan penundaan pembayaran yang dilakukan perusahaan kepada pada pemasok. 

Arus kas Garuda pun berada di zona merah dengan ekuitas minus Rp 41 triliun. Sebagai langkah untuk mempertahankan bisnis, Garuda akan melakukan restrukturisasi yang meliputi pengurangan jumlah armada pesawat hingga 50 persen. 

Bila saat ini Garuda memiliki 142 pesawat, perseroan pada masa mendatang hanya bakal mengoperasikan 70 unit. Garuda Indonesia belakangan juga kembali menawarkan pensiun dini kepada karyawan. Rencananya, pensiun dini mulai berlaku pada Juli mendatang.(fh/sumber:tempo.co)