Komisaris Garuda (GIAA) Peter Gontha Sebut Chairul Tanjung Rugi Rp11 Triliun

  • Oleh : Redaksi

Sabtu, 05/Jun/2021 23:31 WIB
Pekerja menurunkan muatan kargo dari pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 143 setibanya di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM) Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Rabu (2/9/2020). Foto: Bisnis.com. Pekerja menurunkan muatan kargo dari pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 143 setibanya di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM) Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Rabu (2/9/2020). Foto: Bisnis.com.

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Komisaris PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Peter Gontha menyebutkan pengusaha nasional Chairul Tanjung rugi Rp11 triliun di maskapai penerbangan nasional tersebut.

Hal itu diungkapkan Peter melalui unggahan di akun Instagramnya @petergontha pada Jumat (4/6/2021) dalam menjawab postingan Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga.

Baca Juga:
"Ramadhan Bleisure Fair" 2024, Ajang Garuda Tebar Diskon Tiket hingga 80%

Berdasarkan postingan Peter, bunyi postingan Arya Sinulingga sebagai berikut:

Duh, Bapak ini makin aneh saja. Pertama, Anda tulis bahwa saya mengatakan Anda punya saham di Garuda dalam talkshow di TVOne. Padahal saya tidak pernah mengatakan punya saham di Garuda, tetapi orang yang punya saham minoritas di Garuda yang menunjuk Anda jadi Komisaris.

Baca Juga:
Kemeparekraf dan Qantas Airways Kolaborasi Promosikan Wonderful Indonesia di Sydney

Nah, ketika suda saya luruskan di postingan Anda yang salah, Anda bukannya meralat, tapi sekarang mengatakan saya marah di TVOne, kapan saya marah sama Anda… hanya mengatakan bahwa Anda itu lucu. Ketika diundang rapat bertemu dengan Kementerian, Anda datang tapi Anda diam saja tidak ada komentar.

Peter pun membalas hal tersebut dengan menyebutkan dia mewakili orang yang memegang saham minoritas yaitu Chairul Tanjung. Sebagai informasi, pengusaha nasional ini memiliki saham GIAA melalu Trans Airways sebesar 28,27 persen.

Baca Juga:
Garuda dan Citilink Gelar Program Lebaran ke Jakarta, Hadirkan 42 Ribu Kursi

Selain Trans Airways, saham GIAA dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia sebesar 60,54 persen dan masyarakat dengan kepemilikan di bawah 5 persen sebesar 11,19 persen.

"Memang saya mewakili orang yang memegang saham minoritas, artinya dikit lah cuman 28 persen, yaitu Chairul Tanjung [CT]. Tapi si minoritas yang sudah rugi Rp11 Triliun," katanya.

Dia merincikan perhitungan rugi sebesar Rp11 triliun tersebut. Pertama, sewaktu CT diminta tolong karena para underwriter gagal total dan menyetor US$250 juta. Waktu itu, kata Peter, kurs masih di kisaran Rp8.000 per dolar AS, sedangkan saat ini sekitar Rp14.500.

Kedua, harga saham GIAA waktu itu Rp625, saat ini berada di level Rp256. "Silahkan hitung tapi menurut saya, dalam kurun waktu 9 tahun kerugian CT saya hitung sudah Rp11,2 triliun termasuk bunga belum hitung inflasi, banyak juga yah Mas Arya?" tulisnya.

Selain itu, Peter juga menuliskan orang yang tidak setor apa-apa membikin aturan dan strategi tanpa melibatkan pihak Chairul Tanjung. "Sedih kan? [Bukan marah lho]," tambahnya.

Dia pun menambahkan bahwa pihak yang paling sakit adalah Chairul Tanjung, yang disebut sebagai pemegang saham ece'-ece' atau minoritas.

"Jadi, karena saya mendapat amanah untuk mewakili beliau, ya saya harus menyuarakan kegalauan orang yang percaya kepada saya. Menurut saya Rp11,2 triliun banyak juga yah?" Adapun, mengutip laporan Bloomberg, kinerja keuangan Garuda Indonesia tak kunjung membaik pada 2021.

Bahkan, maskapai BUMN itu mencatatkan utang hingga Rp70 triliun. Berdasarkan laporan dari Bloomberg, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra dalam pernyataannya kepada karyawan perusahaan mengatakan emiten penerbangan pelat merah ini dalam kondisi berat secara finansial. Irfan mengatakan Garuda Indonesia memiliki utang sebesar Rp70 triliun atau US$4,9 miliar.

Jumlah utang tersebut bertambah lebih dari Rp1 triliun per bulannya seiring dengan penundaan pembayaran yang dilakukan perusahaan kepada pada pemasok.

"Saat ini arus kas GIAA berada di zona merah dan memiliki ekuitas minus Rp41 triliun," paparnya dikutip dari Bloomberg, Minggu (23/5/2021).

Garuda Indonesia juga akan melakukan restrukturisasi bisnis yang mencakup pengurangan jumlah armada pesawat hingga 50 persen. Upaya tersebut perlu dilakukan guna mengatasi krisis yang diakibatkan oleh pandemi virus corona.

Salah satu bentuk restrukturisasi tersebut adalah melalui pengurangan armada pesawat yang operasional.

“Kami memiliki 142 pesawat dan menurut perhitungan awal terkait dampak pemulihan saat ini, GIAA kemungkinan akan beroperasi dengan tidak lebih dari 70 pesawat,” ujarnya.

Namun, Irfan menolak memberi komentar terkait kabar ini saat dikonfirmasi Bloomberg. Departemen Corporate Communications perusahaan juga tidak merespons saat dimintai keterangan oleh Bloomberg.

Adapun, pada Kamis (3/6/2021) Irfan menyampaikan permintaan maaf lantaran hingga kini masih bungkam terkait situasi maskapai plat merah tersebut. Dia mengaku selama ini jajaran manajemen Garuda Indonesia berkomitmen penuh untuk selalu memprioritaskan transparansi kepada seluruh pemangku kepentingan, termasuk rekan-rekan media sebagai mitra strategis perusahaan.

"Saya secara pribadi turut menyampaikan permohonan maaf dari lubuk hati saya jika dalam situasi yang menantang seperti saat ini, saya belum dapat membalas maupun menjawab secara satu persatu, pertanyaan dan konfirmasi yang rekan-rekan media sampaikan," katanya dalam pesan pribadi yang dikirimkan pada awak media, Kamis (3/6/2021).

Lebih lanjut dirinya meminta maklum apabila hingga kini belum dapat menyampaikan tanggapan lebih lanjut atas opini yang mengemuka supaya tidak menciptakan polemik-polemik baru. (dn/sumber: Bisnis.com)