Perdagangan Saham Garuda Indonesia Ditangguhkan

  • Oleh : Redaksi

Jum'at, 18/Jun/2021 13:14 WIB
Keputusan suspensi kepada emiten dengan kode saham GIAA ini dilakukan karena Garuda Indonesia menunda pembayaran sukuk senilai 500 juta dollar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 7,2 triliun. Keputusan suspensi kepada emiten dengan kode saham GIAA ini dilakukan karena Garuda Indonesia menunda pembayaran sukuk senilai 500 juta dollar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 7,2 triliun.

JAKARTA (BeritaTrans.com) - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) hari ini (18/6/2021) melakukan suspensi atau penghentian aktivitas perdagangan saham perusahaan maskapai plat merah, PT Garuda Indonesia (Persero).

Mengutip dari keterbukaan informasi, keputusan suspensi kepada emiten dengan kode saham GIAA ini dilakukan karena Garuda Indonesia menunda pembayaran sukuk senilai 500 juta dollar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 7,2 triliun.

Baca Juga:
Garuda Indonesia Group Terbangkan 80.243 Penumpang di Puncak Arus Balik

"Hal tersebut mengindikasikan adanya permasalahan pada kelangsungan usaha perseroan. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, Bursa memutuskan untuk melakukan penghentian sementara Perdagangan Efek PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) di Seluruh Pasar terhitung sejak Sesi I Perdagangan Efek tanggal 18 Juni 2021, hingga pengumuman Bursa lebih lanjut," ujar Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan BEI Irvan Susandy diketahui Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 2 Vera Florida melalui surat tertulis, Jumat.

BEI menjelaskan bahwa Garuda Indonesia telah menunda pembayaran jumlah pembagian berkala sukuk yang telah jatuh tempo pada tanggal 3 Juni 2021 dan telah diperpanjang pembayarannya dengan menggunakan hak grace periode selama 14 hari, sehingga jatuh tempo pada tanggal 17 Juni 2021.

Baca Juga:
Garuda Resmi Layani Rute Penerbangan Jakarta-Doha PP

"Bursa meminta kepada pihak yang berkepentingan untuk selalu memperhatikan keterbukaan informasi yang disampaikan oleh perseroan," ujar manajemen BEI.

Sebagai informasi, BEI telah mengumumkan penghentian sementara perdagangan efek GIAA yang tercatat di Papan Utama. Hal ini berdasaran kepada surat PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (Perseroan) No. GARUDA/JKTDF/20625/2021 tanggal 17 Juni 2021.

Baca Juga:
Garuda Indonesia Group Terbangkan 82 Ribu Penumpang di Puncak Arus Angleb

Terkait laporan informasi atau fakta material penundaan pembayaran jumlah pembagian berkala (kupon sukuk) atas 500 juta dollar AS trust certificate Garuda Indonesia global sukuk limited serta surat Perseroan No. GARUDA/JKTDF/20593/2021 tanggal 3 Juni 2021.

Dikutip dari RTI, posisi pergerakan saham GIAA sebelum disuspensi pada Kamis (17/6/2021) kemarin, berada di level harga Rp 222, dengan nilai transaksi sebesar Rp 4,53 miliar dari 20,29 juta lembar saham yang diperjual belikan.

Hanya Operasikan 53 Pesawat

Sebelumnya diberitakan Garuda Indonesia  mengurangi jumlah armada pesawat yang dioperasikannya sepanjang pandemi Covid-19. Saat ini Garuda Indonesia hanya mengoperasikan 53 pesawat dari total 142 pesawat yang sempat dimiliki.

Mengutip keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (10/6/2021), manajemen Garuda Indonesia menyatakan, penggunaan armada pesawat selama masa pandemi memang disesuaikan dengan kondisi market dan demand layanan penerbangan saat ini.

Secara rinci dari total 142 pesawat, sebanyak 136 pesawat dengan status sewa dan 6 pesawat milik perseroan. Terdiri dari jenis pesawat Boeing 777-300, Boeing 737-800, Boeing 737-8 Max, Airbus A330-200, Airbus A330-300, Airbus A330-900, CRJ1000 NextGen, dan ATR 72-600.

"Adapun jumlah armada yang dioperasikan selama masa pandemi berkurang sehingga yang saat ini dioperasikan untuk mendukung operasional perusahaan ada pada kisaran 53 pesawat," ungkap manajemen Garuda Indonesia.

Kendati berada di dalam tekanan krisis keuangan, perseroan memastikan, kondisi pesawat yang dioperasikan adalah yang laik terbang (airworthy) sesuai dengan peraturan penerbangan yang telah disahkan oleh Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU) Kementrian Perhubungan. Saat ini pun ada sebanyak 39 pesawat Garuda Indonesia yang berstatus dalam perawatan (maintenance).

Untuk pesawat yang dalam kondisi tidak dioperasikan, pemeliharaannya tetap dilakukan, yaitu dengan perawatan prolong dan/atau perawatan berkala yang mengacu pada dokumen program perawatan yang diterbitkan oleh pabrikan pesawat/mesin dan telah disahkan oleh DKUPPU Kementrian Perhubungan.

Meski demikian, manajemen maskapai pelat merah ini mengakui ada sejumlah pesawat yang dalam status grounded atau dikembalikan ke perusahaan penyewa pesawat (lessor). Baru-baru ini Garuda Indonesia juga telah mengembalikan dua armada B737-800 NG ke salah satu lessor.

Menurut manajemen Garuda Indonesia, perseroan saat ini terus melakukan upaya negosiasi dengan lessor untuk pesawat bertatus grounded, di mana pendekatan yang di tempuh adalah untuk kembali dapat mengoperasikan atau melakukan early termination/ pengembalian pesawat.

"Tentunya hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan armada sesuai demand layanan penerbangan pada era kenormalan baru ini," jelas manajemen perseroan.

Tunggak Gaji Pegawai Rp327,6 Miliar

Sebelumnya juga diberitakan bahwa kondisi keuangan yang memburuk, membuat PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk harus menunggak pembayaran gaji karyawannya. Hal itu diungkapkan manajemen perseroan dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI).

Mengutip keterbukaan informasi, Rabu (9/6/2021), Garuda Indonesia mengaku belum membayar tunjangan gaji karyawan sebesar 23 juta dollar AS atau setara Rp 327,86 miliar (asumsi kurs Rp 14.255 per dollar AS).

"Estimasi dari jumlah tunjangan gaji yang saat ini ditunda/belum dibayarkan per 31 Desember adalah sebesar 23 juta dollar AS," tulis manajemen Garuda Indonesia.

Perseroan mengatakan, sebagai respons terhadap tekanan kinerja imbas pandemi Covid-19, terhitung dari April-November 2020 Garuda Indonesia telah melakukan penundaan pembayaran penghasilan pada tahun 2020 kepada karyawannya.

Secara rinci, masing-masing besaran yakni direksi dan komisaris tertunda sebesar 50 persen. Lalu pada vice president, captain, first office, dan flight service manager sebesar 30 persen. Kemudian pada tingkat senior manager tertunda sebesar 25 persen, serta pada flight attendant, expert dan manager sebesar 20 persen.

Sementara pada tingkat duty manager dan supervisor sebesar 15 persen, serta pada staff yang mencakup analyst, officer atau setaranya, dan siswa tertunda sebesar 10 persen. Selain penundanaan pembayaran gaji, Garuda Indonesia juga terpaksa mempercepat penyelesaian kontrak untuk pegawai dengan status kontrak/PKWT.

(jasmine/sumber: kompas/com).