Industri Daur Ulang Australia `Tidak Siap` Menghadapi Larangan Ekspor Sampah Plastik

  • Oleh : Redaksi

Rabu, 30/Jun/2021 20:37 WIB
Foto:istimewa/abc.net.au Foto:istimewa/abc.net.au

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Australia melarang ekspor sampah plastik campuran terhitung mulai 1 Juli, namun kalangan industri mengaku belum siap.

Larangan ekspor sampah plastik akan berlaku mulai tanggal 1 Juli

Baca Juga:
Pengelolaan Logistik Sampah untuk Pemberdayaan Masyarakat

Sektor industri daur ulang dan pengolahan sampah menyatakan belum siap menghadapi larangan ini

Sampah daur ulang dikhawatirkan akan dibuang begitu saja ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah

Baca Juga:
Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Barat, Peduli Lingkungan, Program Bank Sampah Barokah Juga Dongkrak Ekonomi Masyarakat

Hal ini memicu kekhawatiran akan banyak sampah plastik berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA).

Sektor industri pengolahan sampah dan daur ulang menyatakan para pengusaha tidak siap menghadapi larangan ini.

Baca Juga:
Perusahaan Rintisan Eropa dan Platform Urun Dana Ekologi Pertama Memasuki Pasar Indonesia!

Kapasitas daur ulang sampah plastik di sejumlah negara bagian, katanya, masih memerlukan waktu setahun lagi.

"Kami perlahan-lahan menuju ke sana," ujar Rose Read, Dirut Dewan Industri Pengolahan Sampah dan Daur Ulang Nasional.

"Apakah kami sudah siap mulai tanggal 1 Juli ini? [Jawabannya] tidak," katanya kepada ABC.

 

Indonesia melarang Australia mengirim sampah

Sejak tahun lalu, Pemerintah federal Australia, Pemerintah negara bagian dan Pemerintah daerah, sepakat untuk melarang ekspor berbagai barang daur ulang.

Keputusan tersebut diambil setelah Indonesia dan China memblokir impor limbah dari Australia dan negara lainnya.

Indonesia bahkan pernah memulangkan 135 ton sampah dari Australia pada tahun 2019 lalu.

 

PM Morrison Dapat Surat Dari Remaja Gresik

Aktivis lingkungan menuduh Australia sengaja memasukkan sampah plastik yang dikirim ke Indonesia, meski Pemerintah Australia saat itu mengatakan masalah ini jadi tanggung jawab Indonesia.

Sampah berbahan kaca telah dilarang diekspor dari Australia terhitung sejak 1 Januari 2021.

Mulai 1 Juli besok, sampah plastik campuran, yakni berbagai jenis sampah plastik digabungkan menjadi satu, tidak dapat lagi diekspor.

Sampah plastik yang disortir menjadi resin tunggal atau jenis polimer dapat diekspor 12 bulan lagi, jika eksportir diberikan lisensi oleh Kementerian Lingkungan Hidup Australia.

Tapi mulai tahun depan, jenis sampah itu juga akan dilarang.

Nantinya hanya plastik yang sudah disortir dan diolah menjadi bahan lain yang akan diperbolehkan untuk diekspor.

"Ini adalah perubahan mendasar, namun yang terpenting, telah dilakukan secara bertahap," ujar Menteri Lingkungan Hidup Australia, Sussan Ley kepada ABC.

Pemerintah pertanyakan ketidaksiapan industri daur ulang

Menurut Rose Read, sektor industri pengolahan sampah dan daur ulang sebenarnya ingin memanfaatkan kembali sampah plastik yang ada.

Namun, katanya, tidak semua pelaku industri memiliki kapasitas untuk memproses semuanya.

Australia Barat dan negara bagian khusus ibukota Canberra (ACT) telah meningkatkan dan membangun fasilitas daur ulang plastik yang baru.

Sementara negara bagian lain, menurut Rose, masih membutuhkan waktu 12 hingga 18 bulan untuk meningkatkan kapasitas daur ulang mereka.

Lantas bagaimana dengan sampah-sampah plastik di Australia yang tadinya akan diekspor ke negara lain namun kini telah dilarang?

"Ada batasan berapa lama bahan-bahan ini dapat ditimbun karena alasan keamanan," jelas Rose.

"Alternatifnya adalah membuangnya ke TPA, itu opsi terakhir," katanya.

Ia mengakui membuang sampah plastik ke TPA sangat berisiko dan pihaknya juga tak ingin melakukan hal tersebut.

Apalagi bahan-bahan ini sebenarnya masih bisa dimanfaatkan.

Menanggapi hal ini, Menteri Lingkungan Hidup Australia, Sussan Ley, membantah ketidaksiapan sektor industri ini menghadapi perubahan.

Menurut dia, survei industri ini menunjukkan adanya kapasitas cadangan untuk mendaur ulang 160.000 ton sampah plastik per tahunnya.

Sementara volume sampah plastik yang diekspor ke negara lain hanya sekitar 75.000 ton pada tahun 2020.

"Kita harus menerapkan aturan ini," tegas Menteri Sussan.

“Kami tidak ingin melihat sampah plastik masuk ke TPA. Sampah-sampah ini tidak perlu masuk ke TPA," ujarnya.

Ia juga menambahkan, rumah tangga yang melakukan pemilahan sampah tentu saja berharap sampah-sampah daur ulang akan benar-benar didaur ulang, bukan dibuang ke TPA.

Juru bicara oposisi urusan Lingkungan Hidup, Josh Wilson mengatakan Pemerintah Federal bertanggung jawab untuk memastikan sampah plastik yang dipilah oleh rumah tangga akan didaur ulang kembali.

"Pemerintah perlu mengubah tanggal berlakunya larangan ekspor ini, atau memberikan pengecualian," ujarnya.

"Jika tidak, sampah-sampah itu akan dibuang ke TPA atau ditimbun secara berbahaya, menciptakan risiko kebakaran," kata Josh Wilson.

 

Meminta izin ekspor sampah yang telah disortir

Sejauh ini, belum ada izin ekspor yang diberikan oleh Pemerintah Australia untuk mengizinkan perusahaan daur ulang mengirim sampah plastik sekali pakai ke negara lain.

Dewan Industri Sampah dan Daur Ulang Nasional menyatakan hal itu dapat menambah masalah yang dihadapi sektor ini selama 12 bulan ke depan.

"Pemerintah federal harus menyetujui, sebagai hal yang mendesak, permohonan izin saat ini untuk mengekspor plastik yang telah disortir," kata Rose Read.

Hanya dengan cara itu, katanya, perusahaan daur ulang bisa tetap memiliki pendapatan serta mengatasi kerugian yang ditimbulkan akibat larangan ekspor plastik campuran.

Menteri Sussan Ley menjamin permasalahan itu akan segera diselesaikan.

Ia menjelaskan adanya kesibukan terkait permohonan izin ekspor sampah plastik yang telah disortir dalam beberapa hari terakhir.

"Departemen saya akan mengatasi kemacetan dalam proses perizinan ini," katanya.(amt/sumber:abc.net.au)