Naik Kapal Pelni, Ribuan Bocah Papua Tinggalkan Keluarga untuk Nyantri di Ponpes AFKN Nuu Waar Bekasi

  • Oleh : Redaksi

Minggu, 25/Jul/2021 22:42 WIB
Anak-Anak Papua membangun masa depan dengan nyantri di Ponpes AFKN Nuu Waar, Setu, Kabupaten Bekasi. Foto: BeritaTrans.com dan Aksi.id Anak-Anak Papua membangun masa depan dengan nyantri di Ponpes AFKN Nuu Waar, Setu, Kabupaten Bekasi. Foto: BeritaTrans.com dan Aksi.id

BEKASI (BeritaTrans.com) - Kapal Pelni, termasuk KM Nggapulu, menjadi saksi ribuan bocah-bocah Papua dan Papua Barat tinggalkan tanah kelahiran dan keluarga.

Baca Juga:
Fadlan Garamatan Buka Akses Pendidikan untuk Anak-Anak Timur Indonesia

Diantar orang tua, keluarga dan tim penamping, mereka pergi dari rumah menuju pelabuhan. Lalu naik kapal Pelni. Berlayar selama sepekan hingga tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Dari pelabuhan tersebut, mereka dijemput untuk diantar ke Pondok Pesantren AFKN Nuu Waar di kawasan Setu, Kabupaten Bekasi. Di pesantren ini terdapat sekitar 1.000 santri mondok setiap hari.

Sebagian besar santri berasal dari kawasan Indonesia Timur, terutama Papua, Papua Barat, dan Maluku. Banyak juga santri dari Sulawesi, NTT, NTB dan Pulau Jawa. Mereka silih berganti datang dan pergi dari pesantren pimpinan KH Fadlan Garamathan tersebut.

Keberangkatan  anak-anak Papua itu sepenuhnya ditanggung oleh Yayasan AFKN. Pendidikan, pakaian hingga kebutuhan sehari-hari mereka ditanggung hingga sekolah ke perguruan tinggi.

"Jumlah anak-anak Papua itu total sudah sekitar belasan ribu. Sebagian besar memang naik kapal Pelni dari sana. Kami biayai seluruh kebutuhan mereka hingga menyelesaikan sekolah di perguruan tinggi," ungkap KH  Fadlan Garamathan kepada BeritaTrans.com dan Aksi.id, Minggu (25/7/2021).

Dia menjelaskan santri-santri tersebut sebagian bersekolah di luar pesantren. "Dari sini, sangat banyak yang kami kirim ke pesantren lain seperti Gontor, masuk universitas di seluruh Indonesia, masuk pendidikan tentara atau polisi. Bahkan ada yang kuliah hingga ke luar negeri," ujar pria asal Papua tersebut.

Dia mengemukakan membangun SDM Papua, Papua Barat, Maluku dan wilayah lainnya melalui pendidikan agar dapat memajukan daerah.

"Saya selalu berpesan kepada mereka untuk perkuat iman Islam, bangun kecerdasan dan bermanfaatlah untuk orang lain. Kalau sudah jadi sarjana, bekerja atau menjadi pengusaha, maka bangun daerahmu, bangun Indonesia, dan pertahankan setiap jengkal tanah Papua dan Papua Barat tetap dalam bingkai NKRI," tegasnya.

Lalu bagaimana komentar bocah-bocah itu? Mari kita simak kisah berikut ini. Videonya juga dapat dilihat di channel Youtube.

Sudais merupakan salah satu santri asal Kaimana. Dia mengaku menangis ketika harus terpisah dari orang tua untuk pergi sangat jauh.

Namun setelah di kapal Pelni, dia menyadari harus membangun masa depan. Karenanya sepanjang sepekan pelayaran, dia mengisi waktu dengan banyak beribadah, termasuk membaca Alquran.

Sudais kini telah empat tahun di AFKN Nuu Waar. Dia hendak menyelesaikan studi hingga jenjang tertinggi. 

Di tengah perjalanannya belajar, dia mengaku sering kangen orang tua. Namun semangat belajar mengalahkan kerinduan terhadap ayah dan bunda.

Yani (kiri) dan Erida. 

Yani juga telah empat tahun meninggalkan keluarga. Muslimah asal Fakfak tersebut masih bersekolah di kelas XI. Sedangkan Erida asal Manokwari duduk di kelas X.

Keduanya mengaku akan tetap di AFKN untuk menyelesaikan studi hingga perguruan tinggi. 

Tidak kangen keluarga? tanya BeritaTrans.com dan Aksi.id.

Keduanya kompak menjawab KH Fadlan Garamathan dapat mengobati kerinduan terhadap orang tua. 

Sementara itu Amiruddin dari Wamena mengaku hendak mengikuti tes Akademi Militer. Dia baru saja menyelesaikan pendidikan di pesantren Gontor.

Dia mengutarakan sebelum di Gontor, mondok di Ponpes AFKN Nuu Waar. "Lalu oleh ayahanda (KH Fadlan Garamathan) dikirim ke Gontor," jelasnya.

Ayo, kita bantu mereka!

(awe).