Cerita Biden saat Serangan 11 September: Sedang di Gerbong Kereta Bersama Istrinya

  • Oleh : Fahmi

Sabtu, 11/Sep/2021 06:19 WIB
Calon presiden dari Partai Demokrat dan mantan wakil presiden Joe Biden meletakkan karangan bunga di Flight 93 National Memorial pada peringatan 19 tahun serangan teror 9/11 di Shanksville, Pennsylvania, Jumat (11/9/2020). (Foto: Getty Images/AFP) Calon presiden dari Partai Demokrat dan mantan wakil presiden Joe Biden meletakkan karangan bunga di Flight 93 National Memorial pada peringatan 19 tahun serangan teror 9/11 di Shanksville, Pennsylvania, Jumat (11/9/2020). (Foto: Getty Images/AFP)

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Senator Joe Biden sedang dalam perjalanan naik kereta api dari Delaware ke Washington DC dan bicara di telepon dengan istrinya ketika pesawat kedua menabrak gedung World Trade Center, 11 September 2001.

"Ya Tuhan, ya Tuhan."
"Jill, ada apa?"
"Pesawat satu lagi ... menara satu lagi."

Baca Juga:
`Balas Dendam` AS Larang 44 Penerbangan Tujuan China

Biden, saat itu menjabat Ketua Komite Hubungan Luar Negeri di Senat, berada di kereta pagi berangkat dari stasiun Wilmington untuk bekerja di gedung parlemen di Washington DC.

Dua pesawat menghantam menara kembar World Trade Center, dan segera menyadarkan semua warga Amerika bahwa itu bukan kecelakaan, tetapi serangan disengaja oleh teroris.

Baca Juga:
Pesawat Kepresidenan Air Force One hingga `Binatang Buas`, Kendaraan Khusus Joe Biden Dalam Lawatan Luar Negeri Pertama

Sekarang menjabat presiden, Biden akan memimpin peringatan dua dekade peristiwa itu dengan mengunjungi tiga lokasi di mana empat pesawat yang dibajak jatuh -- Ground Zero di New York; Shanksville, Pennsylvania; dan Pentagon di Arlington, Virginia.

Dalam memoarnya berjudul: "Janji untuk Dipenuhi: Dalam Hidup dan Politik”, Biden menggambarkan bagaimana dia berupaya menguatkan dan mempersatukan bangsa Amerika yang terguncang pada hari naas itu.

Baca Juga:
Joe Biden Terbang ke Luar Negeri Temui Erdogan-Vladimir Putin

Dia juga mengungkap telah mengirim pesan kepada presiden waktu itu, George W Bush -- yang memulai perang di Afghanistan setelah tragedi dan kemudian diakhiri Biden akhir Agustus lalu.

Saat turun dari kereta di Stasiun Union, Biden mengatakan dia melihat asap tebal mengepul ke langit di atas Gedung Capitol. Pesawat ketiga baru saja menabrak Pentagon, yang tidak jauh letaknya dari Washington DC.

Dia melanjutkan perjalanan ke Capitol, di mana sedang dilakukan evakuasi terhadap semua penghuni kantor DPR dan Senat.

Saat ditelepon putrinya yang meminta dia keluar dari Washington, Biden berkeras bahwa Capitol adalah tempat yang paling aman, bahkan meskipun banyak yang mengatakan ada pesawat lain mengarah ke sana dan semua pimpinan Kongres sudah diangkut helikopter ke bunker.

"Brengsek, saya ingin masuk," ujarnya kepada seorang polisi di tangga masuk Capitol. Petugas tetap melarangnya masuk.

Seperti tertulis di memoarnya, Biden mengatakan penting bagi dia untuk menunjukkan ke bangsa ini bahwa aktivitas masih tetap berlangsung normal.

Linda Douglass, saat itu jurnalis ABC News, mengatakan dia melihat Biden dan senator John Warner dari Virginia membahas masalah senioritas di antara mereka, karena Biden ingin masa sidang Kongres tetap dibuka.

"Dia sungguh-sungguh merasa ini hal penting bagi pemerintahan untuk kembali bekerja," kata Douglass.

Setelah itu Biden setuju untuk wawancara dengan ABC News dan mengikuti Douglass beberapa blok ke lokasi di mana sudah disiapkan kamera.

Menurut Douglass, ketika Biden diwawancara, Presiden Bush masih di pesawat Air Force One, Wakil Presiden Dick Cheney diamankan di sebuah bunker dan para petinggi Kongres juga diungsikan ke tempat aman.

"Sangat penting bagi bangsa ini untuk mendengar pernyataan dari seorang tokoh senior di pemerintahan," kata Douglass.

Dalam wawancara, Biden mengatakan Amerika akan memburu siapa pun yang bertanggung jawab dalam serangan tersebut sembari mendesak warga untuk tetap tenang dan kompak.

"Terorisme menang ketika mereka bisa mengubah kemerdekaan sipil kita atau membungkam lembaga-lembaga kita," kata Biden.

"Kita harus tunjukkan bahwa tidak satu pun dari itu terjadi."

Lalu, dia menambahkan: "Bangsa ini terlalu besar, terlalu kuat, terlalu erat persatuannya dan terlalu kokoh dalam soal nilai-nilai untuk bisa diruntuhkan begitu saja. Dan itu tidak akan pernah terjadi."

Anggota DPR Bob Brady dari Philadelphia, teman lama Biden, sedang bersama dia pada hari itu.

Brady mengatakan dia memberi tumpangan pada Biden dan saudaranya Jim untuk pulang ketika Presiden Bush menelepon dari Air Force One untuk berterima kasih pada Biden atas komentarnya di televisi.

"Penting untuk menunjukkan ke rakyat Amerika bahwa semuanya sudah aman sekarang dan kita senasib dalam hal ini. Baik dari Partai Demokrat maupun Partai Republik, kami akan total mendukung presiden. Itu pesan yang disampaikan Joe, dan untuk itulah Presiden menelepon dia," kata Brady.

Brady mengenang bahwa Biden saat itu mendesak Bush untuk kembali ke ibu kota.

"Mr. President, pulanglah ke Washington,” kata Biden.

Dalam wawancara dengan CNN, Brady memberi pendapatnya.

“Anda pasti tidak ingin rakyat melihat pemimpinnya menuju bunker. Keluarkan dia dari sana, kembalikan ke Gedung Putih. Dan bagusnya, dia melakukan itu," kata Brady.

Biden juga menulis pembicaraannya dengan Bush, bahwa presiden memberi tahu kalau dia menuju ke sebuah lokasi rahasia di Midwest karena intelijen melarangnya kembali ke Washington DC.

"Waktu itu saya mengisahkan sebuah cerita tentang pemimpin perlawanan Prancis, Charles de Gaulle, menjelang akhir Perang Dunia II. Ketika Prancis dibebaskan, ada perayaan di Champs-Elysées, Paris oleh para tokoh penting, jenderal, dan perwira, dipimpin oleh de Gaulle sendiri. Saat mereka berbaris menuju Hôtel de Ville, suara tembakan terdengar dari atas dan semua tiarap kecuali de Gaulle. Dia terus berjalan tegak ke depan," tulis Biden.(fh/sumber:CNN)