Cuma Dinikmati Orang Kaya, Aturan PLTS Atap Dinilai Tak Adil

  • Oleh : Dirham

Kamis, 23/Sep/2021 10:59 WIB
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).  Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). 

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap terus didorong pemerintah. Demi mempercepat pemanfaatannya, pemerintah bakal merevisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 49 Tahun 2018 jo No. 13/2019 jo No.16/2019 tentang Penggunaan Sistem PLTS Atap oleh Konsumen PT PLN (Persero).

Salah satu poin yang direvisi di dalam Peraturan Menteri ESDM ini adalah ketentuan ekspor listrik ke PT PLN (Persero), dari mulanya dibatasi 65%, direvisi menjadi 100%.

Baca Juga:
Dukung Transisi Energi, BNI Danai Proyek PLTS di Bali

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto pun angkat bicara mengenai rencana ini. Dia menyebut revisi aturan PLTS Atap berpotensi menimbulkan ketidakadilan karena mayoritas yang menikmati adalah orang kaya.

"Karena yang akan menikmati sebanyak 99% adalah sektor industri, bisnis dan perumahan mewah di kota besar. Karena rumah orang miskin tidak menggunakan PLTS," ungkapnya, dikutip Kamis (23/09/2021).

Baca Juga:
PLTS Terapung Cirata Terbesar di Asia Tenggara, Beroperasi Komersial November 2022

Dia menceritakan, saat ini sudah mulai banyak ditemukan pengembang perumahan mewah menjadikan fasilitas PLTS Atap sebagai bahan jualannya.

"Para pengembang mengimingi-imingi calon pelanggannya akan dapat keringanan dari pemerintah karena menggunakan PLTS Atap," lanjutnya.

Mulyanto menegaskan, dilihat dari kacamata ekonomi, ini tidaklah adil karena pemerintah memprioritaskan orang yang mampu. Sementara kondisi terbalik terjadi di wilayah terpencil yang bahkan masyarakatnya belum menikmati listrik.

"Sementara di wilayah terpencil lainnya masih ada masyarakat yang belum dapat menikmati listrik," sesalnya.

Lebih lanjut Mulyanto menyarankan kepada pemerintah agar berhati-hati di dalam membuat regulasi. Jangan sampai nantinya malah menjadi beban baru bagi PLN.

"Sekarang saja (PLN) terlilit utang sebesar Rp 500 triliun, serta melukai rasa keadilan dalam masyarakat di tengah pandemi ini," ujarnya. (ds/sumber CNBC News Indonesia)
 

Tags :