Mengikuti Tradisi Annyorong Lopi, Mengantar Pinisi Ratusan Ton Menuju Lautan

  • Oleh : Redaksi

Selasa, 26/Okt/2021 22:55 WIB
Tradisi Annyorong Lopi. Foto: merdeka.com. Tradisi Annyorong Lopi. Foto: merdeka.com.

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Mereka kompak menarik tambang panjang, sekilas mereka tampak sedang melakukan lomba tarik tambang. Namun jangan salah, jika dilihat ujung depan tambang, berakhir pada sebuah kapal besar. Inilah tradisi annyorong lopi, sebuah ritual mengantarkan kapal Pinisi menuju lautan. Di darat kapal pinisi ini dibuat dengan penuh ketekunan, annyorong lopi menjadi momen saatnya kapal Pinisi mengarungi samudera.

Orang bugis punya ikatan erat dengan kapal Pinisi, identitas nenek moyang seorang pelaut tergambar jelas dari kapal ini. Kapal yang terbuat dari kayu kokoh membentang layar gagah pendorong kapal mengarungi luasnya lautan. Annyorong lopi seringkali digelar oleh masyarakat Bonto Bahari Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Baca Juga:
Sejarah Pinisi yang Kerap Jadi Ancaman Kapal Asing

Tak main-main, untuk membuat kapal pinisi mengapung di lautan, dibutuhkan puluhan hingga ratusan orang. Mengingat satu buah kapal pinisi yang siap berlayar mempunyai beban 80 ton hingga ratusan ton.

Selain sebagai ritual suksesnya pembuatan kapal pinisi, Annyorong lopi merupakan suatu wujud rasa syukur orang Bugis kepada Tuhan karena telah menyelesaikan pembuatan kapal pinisi. Tradisi upacara ini sudah dipercaya dan dilaksanakan secara turun temurun oleh masyarakat suku Bugis di Bonto bahari.

Annyorong lopi sendiri memiliki makna mendorong perahu. Laut lepas adalah tujuan utama kapal pinisi ini berlayar. Prosesi upacara Annyorong lopi melibatkan para pembuat perahu (panrita lopi), dukun (sanro) dan para tamu khusus. Selain itu tokoh masyarakat juga diramaikan oleh masyarakat Makassar di kabupaten Bulukumba dan sekitarnya. Tradisi Annyorong lopi mengandungi unsur budaya dan nilai religi.

Salah satu pemuka adat menjadi pemandu untuk menyatukan kekuatan para penarik kapal. Satu…, dua…., tiga…, kompak mereka mengubah posisi kapal pinisi sejengkal demi sejengkal. Puluhan orang juga ditempatkan di kanan dan kiri kapal untuk menyeimbangkan kapal agar tidak terguling.

Tiada peralatan modern bermesin dalam tradisi anyyorong lopi, semuanya dilakukan secara manual, bahkan teknik ini telah dilakukan ribuan tahun lamanya. Sebagaimana salah satu bukti nyata kapal pinisi telah melegenda sejak tahun 1500 an.

Balok-balok kayu inilah yang menjadi roda atau alas untuk menggeser kapal pinisi. Mengingat semakin besar kapal, semakin sulit menariknya di darat, meskipun kapal besar akan dengan mudah bergerak di perairan.

Prosesi upacara annyorong lopi sendiri terdiri dari atas empat tahapan. Tahap pertama yaitu melakukan penyembelihan hewan kurban. Biasanya mereka menyembelih kerbau dan dilakukan pada sore hari, satu hari sebelum perahu diluncurkan.

Tahap kedua adalah upacara appasili yang dilaksanakan di pagi hari. Ritual Appasili merupakan aktivitas mencegah marabahaya dan gangguan dengan cara melaksanakan rangkaian songka bala (tolak bala). Masyarakat Bonto bahari percaya ritual appasili menjadi ritual yang sangat penting agar perahu pinisi tidak mengalami gangguan selama berlayar.

Sedangkan tahap ketiga ialah dengan membuat ammossi (pusat perahu). Aktivitas ini dilakukan pada malam hari setelah acara pembacaan kitab al-barazanji. Ammarosi adalah membuat pusar (possi) pada pertengahan lunas perahu dengan menggunakan bor. Tahap terakhir yaitu keempat adalah peluncuran perahu dengan menarik perahu ke laut bersama-sama.

Annyorong lopi menjadi wujud kearifan lokal masyarakat Bulukumba, memberi bukti nyata semangat kebersamaan, gotong royong dan etos kerja masyarakat Bulukumba. Salah satu identitas bangsa Indonesia ini terjaga dengan baik oleh masyarakat Bulukumba. Tak heran UNESCO menganugerahkan Kapal Pinisi dan Pembuatan Pinisi (Pinisi The Art Of Boatbuilding) sebagai Warisan Budaya Tak Benda. (dn/sumber: merdeka.com)