Tes PCR Diterapkan Pemerintah untuk Semua Transportasi, Epidemiolog: Antigen Lebih Efektif

  • Oleh : Fahmi

Jum'at, 29/Okt/2021 08:38 WIB
Foto:Istimewa Foto:Istimewa

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Bukan hanya untuk penumpang pesawat, Pemerintah berencana menerapkan kewajiban tes PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk penumpang semua moda transportasi. 

Seperti telah diberitakan sebelumnya, kebijakan tersebut bertujuan untuk mengantisipasi terjadinya gelombang ketiga Covid-19 saat libur Natal dan tahun baru (Nataru). 

Baca Juga:
Aplikasi Satu Sehat Jadi Syarat Terbaru Naik Pesawat dan Kereta Api

Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan beberapa waktu lalu. 

"Secara bertahap penggunaan tes PCR akan juga diterapkan pada transportasi lainnya, selama dalam mengantisipasi periode Nataru," kata Luhut dalam konferensi pers secara virtual melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (25/10/2021). 

Baca Juga:
Ini Syarat Naik Pesawat Terbaru Berlaku 14 Agustus 2022

Terkait hal tersebut, epidemiolog Griffith University Dicky Budiman mengatakan, menggunakan PCR sebagai syarat perjalanan tidak tepat, apalagi jika diterapkan untuk semua moda transportasi. 

Menurutnya, hal tersebut tidak cost effective. Bukan hanya dari segi harga, tapi juga tidak efektif waktu, tempat, dan sumber daya manusia. 

Baca Juga:
Vaksin Booster Jadi Syarat Perjalanan, Simak Syarat Naik Pesawat di Aturan Terbaru

“Kalau tidak cost effective, ya tidak tepat sebagai strategi kesehatan masyarakat. Ini seperti ada salah kaprah dalam memahami kepentingan testing, sehingga terjadi salah penempatan strategi,” kata Dicky, Kamis (28/10/2021). 

Antigen lebih efektif sebagai syarat perjalanan 

Lebih lanjut ia mengatakan, bahwa inti strategi kesehatan masyarakat di masa pandemi adalah menyaring dan menemukan orang-orang yang infeksius (terinfeksi Covid-19), yang mana hal ini bisa dicapai dengan rapid test antigen. 

“Saat ini rapid test antigen sudah sangat sensitif, efektivitasnya bisa mencapai 97 persen. Ini kan juga sudah direkomendasikan WHO sejak September lalu,” ujar Dicky. 

Selain itu, ditambahkan Dicky, rapid test antigen harganya jauh lebih murah, prosesnya lebih mudah dan lebih cepat.

“Karena hasilnya lebih cepat didapat, ketika ada orang terinfeksi maka akan lebih cepat juga untuk diisolasi,” jelasnya. 

Sementara tes PCR bisa digunakan sebagai konfirmasi diagnostik. 

Meski pemerintah telah menurunkan harga tes PCR menjadi Rp 275.000, jika tes PCR dipaksakan menjadi syarat perjalanan dengan moda transportasi, Dicky hawatir kebijakan ini justru akan menimbulkan masalah baru, seperti dari sisi kualitas, cost effectiveness, hingga pengawasan sumber daya. 

“Tentu kan dibutuhkan pengawasan, jangan sampai ada yang memalsukan misalnya,” kata Dicky. 

“Belum lagi munculnya pertanyaan di tengah masyarakat terkait harga yang semakin murah, ‘sebenarnya berapa harga tes PCR? Kok sekarang bisa lebih murah?’ Padahal kan faktanya banyak komponen biaya di sana, selain jasa, ada biaya lain seperti reagennya yang harus impor, yang mana berarti kan ada pajak juga. Jangan sampai malah merugikan fasilitas penyedia tes,” jelasnya. 

Oleh sebab itu, jika pemerintah tetap akan menerapkan hasil tes Covid-19 sebagai syarat perjalanan seluruh moda transportasi, Dicky merekomendasikan menggunakan rapid test antigen. 

Sehingga, kontinuitas dari efektivitas strategi kesehatan masyarakat di masa pandemi bisa terus dilakukan dengan baik oleh Indonesia. 

“Rapid tes antigen bisa memenuhi kebutuhan tersebut. Tapi tentu perlu dipilih yang kualitasnya baik, karena kan sekarang sudah banyak macamnya,” pungkas Dicky.(fh/sumber:kompas)