KKP Dorong Optimalkan Pengelolaan Perikanan di Laut Lepas dan ZEE

  • Oleh : Fahmi

Sabtu, 30/Okt/2021 10:13 WIB
Kapal nelayan asing berbendera memasuki perairan Indonesia. (Ilustrasi) Kapal nelayan asing berbendera memasuki perairan Indonesia. (Ilustrasi)

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Indonesia merupakan negara maritim dengan kekayaan laut yang melimpah. Luas wilayah perairan mencapai 6,4 juta km2, antara lain terdiri dari Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) 3 juta km2 dan luas landas kontinen 2,8 juta km2, dengan panjang garis pantai 108.000 km dan jumlah pulau lebih dari 17.500. Namun demikian pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan di wilayah ZEE Indonesia dirasa belum optimal. Untuk itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya untuk mengelola potensi sumber daya secara optimal dan berkelanjutan, termasuk di wilayah ZEE dan laut lepas. 

Upaya-upaya tersebut salah satunya dibahas pada webinar "High Seas and EEZ Indonesia Governance" yang diselenggarakan oleh Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) KKP melalui Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBRSEKP), bekerjasama dengan Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia, Kamis (28/10/2021). 

Baca Juga:
Kementerian-KP Galang Dukungan Internasional, Perluas Kawasan Konservasi Laut

Disebutkan pada webinar tersebut, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang ZEE Indonesia dan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1984 tentang Pengelolaan Sumber Daya Hayati di ZEE, telah mengamanahkan Pemerintah untuk melakukan segala upaya dan kegiatan dalam mengarahkan dan mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam hayati di ZEE Indonesia. 

Pengelolaan perikanan pada wilayah ZEE memberikan pengaruh terhadap kepentingan Indonesia dalam menjaga hak berdaulat dan meningkatkan pendapatan negara. Upaya pemanfaatan sumber daya ikan di ZEE Indonesia dilakukan untuk memperoleh hasil yang optimal, dengan tetap menjaga keberlanjutannya dengan berdasar pada Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan (JTB). Hal ini seiring dengan kebijakan KKP untuk melakukan kebijakan penangkapan terukur.  

Baca Juga:
KKP Temui Kejagung, Minta Pendampingan Peraturan Pengelolaan Lobster?

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mencanangkan tiga program prioritas yang menjadi terobosan KKP. Salah satunya adalah peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sumber daya alam perikanan tangkap untuk peningkatan kesejahteraan nelayan, melalui kebijakan penangkapan terukur, yang menjaga keseimbangan antara pemanfaatan ekonomi dan kelestarian ekologi. 

Penerapan kebijakan penangkapan terukur meliputi pengaturan area penangkapan ikan; jumlah ikan yang boleh ditangkap berdasarkan kuota volume produksi; musim penangkapan ikan, jenis alat tangkap, pelabuhan perikanan sebagai tempat pendaratan/ pembongkaran ikan; penggunaan Anak Buah Kapal lokal; suplai pasar domestik dan ekspor ikan harus dilakukan dari pelabuhan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) yang ditetapkan. 

Baca Juga:
Kementerian-KP Raih Pengakuan Standar Internasional Anti Suap

Penangkapan terukur merupakan turunan dari prinsip ekonomi biru, sebagaimana yang sering disampaikan Menteri Trenggono.  Dengan penangkapan terukur ini akan mengatur zonasi tangkap ikan bagi nelayan tradisional dan industri, hingga zonasi  atau tempat-tempat berpijah dan bertelurnya beberapa jenis ikan. 

Terkait hal itu, Plt. Kepala BRSDM Kusdiantoro saat membuka webinar tersebut mengatakan, "Baru saja kita memperingati HUT KKP yang ke-22 ini bersamaan dengan peluncuran ekonomi biru sebagai penghela dalam pembangunan kelautan dan perikanan. Hal ini menjadi salah satu penyemangat kita untuk lebih aware untuk menyadari perlunya memprioritaskan pada keberlanjutan sumber daya kelautan dan perikanan". 

Ia menyambut baik kegiatan webinar tersebut karena selama ini pengelolaan sumber daya ikan selalu terkungkung hanya berorientasi dan lebih fokus pada WPNRI. Padahal, menurutnya, terdapat potensi lain yang selama ini belum banyak tergarap, yaitu high seas (laut lepas) dan ZEE, yang dapat dioptimalkan sebagai sumber ekonomi dan PNBP bagi Indonesia, disamping mengoptimalkan kegiatan penangkapan ikan di 11 WPPNRI. 

Pengelolaan perikanan di laut lepas dan ZEE tersebut, menurut Kusdiantoro, harus mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Regional Fisheries Management Organizations (RFMOs), yang mengikat terhadap setiap negara yang menjadi anggotanya. Berbagai aturan-aturan tersebut dimaksudkan untuk ketertiban dan keharmonisan antara peraturan regional dan negara-negara. 

Untuk itu ia menyampaikan beberapa harapannya melalui penyelenggaraan webinar ini. Pertama, dapat terbukanya cakrawala terkait perkembangan kegiatan penangkapan pada high seas dan ZEE. 

Kedua, dapat terciptanya terobosan kebijakan yang bisa mempermudah dan memberi kesempatan yang lebih luas kepada nelayan Indonesia untuk bisa beraktivitas di laut lepas dan ZEE, sehingga nelayan tersebut tidak hanya fokus menangkap ikan di daerah WPPNRI saja. 

Ketiga, berkembangnya teknologi yang dapat mendukung hal tersebut. Misalnya, kapal-kapal yang beroperasi di laut lepas dalam waktu yang lama untuk melakukan penangkapan ikan, tidak mengurangi kualitas hasil tangkapannya berkat adanya teknologi. Mengenai hal ini, pihaknya telah mengembangkan teknologi tersebut, yang dilakukan penelitiannya oleh Pusat Riset Kelautan BRSDM.

Keempat, meningkatnya kegiatan pengawasan perikanan. Mengenai hal tersebut, pihaknya telah mendukung pengawasan perikanan menggunakan teknologi informasi yang diperkuat dengan satelit sebagai sarana untuk melidungi aktivitas nelayan-nelayan Indonesia di laut lepas dan ZEE, berbasis kepada internet of things. 

Kelima, adanya lobi dan negosiasi yang kuat untuk mendapatkan tambahan kuota hasil tangkapan yang diberikan kepada Indonesia supaya sesuai dengan kebutuhan para nelayan. 

Keenam mendorong nelayan-nelayan Indonesia untuk memanfaatkan potensi perikanan dengan melakukan penangkapan ikan yang bertanggung jawab tidak hanya di WPPNRI, namun juga di wilayah laut lepas. 

Terkait penyediaan SDM nya, Kusdiantoro mengatakan, pihaknya terus melakukan penyiapan SDM unggul melalui 23 satuan pendidikan KKP di berbagai daerah di Indonesia, yang terdiri dari sembilan Sekolah Usaha Perikanan Menengah dan 14 satuan pendidikan tinggi (Politeknik dan Akademi Komunitas). Satuan-satuan pendidikan tersebut menyelenggarakan pendidikan vokasi dengan pendekatan teaching factory yang memberikan porsi praktik sebesar 70% dan teori 30% untuk menghasilkan SDM andal bersertifikat kompetensi dan keahlian, dengan biaya yang disubsidi negara. 

Sebagai informasi, webinar ini menghadirkan narasumber, yang terdiri dari Koordinator Pengelolaan Sumber Daya Ikan ZEE Indonesia dan Laut Lepas, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Putuh Suadela; Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Madya, Biro Hukum KKP, Zaki Mubarok; dan Peneliti BBRSEKP Bayu Vita Indah Yanti, dengan moderator Radityo Pramoda.(fhm)