Kehadiran Biskita Transpakuan Butuh Dukungan Berbagai Pihak Agar Diminati Masyarakat

  • Oleh : Naomy

Senin, 01/Nov/2021 16:59 WIB
Polana B Pramesti Polana B Pramesti


JAKARTA (BeritaTrans.com) - Kehadiran layanan BISKITA Transpqakuan di Kota Bogor yang akan soft launching besok (2/11/2021) butuh dukungan banyak pihak agar diminati.

Dalam konteks kebijakan transportasi perkotaan, merupakan kebijakan yang bersifat pull policy. 

Baca Juga:
BPTJ Gelar Rapat Persiapan Operasi Angleb 2024 di Wilayah Jabodetabek

Kebijakan ini dimaksudkan menarik minat masyarakat semaksimal mungkin menggunakan angkutan umum dan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.

Oleh karena itu BISKITA Transpakuan dihadirkan dengan standar layanan yang jauh lebih baik dengan konsep Bus Rapid Transit (BRT) dibanding angkutan konvensional dan diberikan subsidi operasional.

Baca Juga:
Bersama BPTJ, Komisi V DPR Tinjau Kesiapan Angleb di Terminal Baranangsiang & Poris Plawad

"Namun demikian untuk keberlanjutan layanan ini dibutuhkan kebijakan yang bersifat push policy, yaitu kebijakan yang mendorong masyarakat lebih memilih menggunakan angkutan umum massal," tutur Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Polana B Pramesti, Senin (1/11/2021). 

Kebijakan yang bersifat push policy ini katanya, dapat berupa kebijakan pembatasan penggunaan kendaraan pribadi atau kebijakan, yang mendorong persyaratan lebih ketat untuk kepemilikan kendaraan pribadi.

Baca Juga:
Hari Kedua Ramp Check Jelang Angleb, Dishub Kota Bekasi Temukan 4 Bus Tak Laik Jalan di Terminal

Polana menyebutkan,  subsidi dalam bentuk Buy The Service (BTS) merupakan keputusan Pemerintah Pusat untuk memberikan dukungan terkait dengan kebijakan yang bersifat pull policy ini.

“Pemerintah Daerah umumnya menghadapi keterbatasan untuk menyediakan layanan angkutan umum massal yang memiliki standar pelayanan yang baik, maka dari itu Pemerintah Pusat hadir memberikan dukungan dalam bentuk subsidi BTS,” urainya. 

Dalam lingkup Jabodetabek, saat ini baru hanya DKI Jakarta yang mampu menghadirkan layanan angkutan umum massal bus dengan standar pelayanan yang memadai, dalam bentuk Bus Rapid Transit.

Sementara wilayah Pemerintah Daerah lainnya belum mampu melakukannya.

Oleh karena itu dia mengharapkan, dukungan subsidi dengan skema BTS dari BPTJ yang menghadirkan layanan BISKITA Transpakuan di Kota Bogor, dapat ditindaklanjuti Pemerintah Kota Bogor dengan kebijakan-kebijakan yang bersifat push policy.

“Sesuai dengan ketentuan perundangan yang ada baik di bidang transportasi ataupun pemerintahan daerah itu menjadi kewenangan Pemerintah Kota Bogor,” imbuh Polana. 

Menurutnya, dengan kebijakan push policy ini diharapkan tidak hanya terjadi perpindahan orang yang semula naik angkot, namun lebih dari itu memindah orang yang semula menggunakan kendaraan pribadi untuk memutuskan beralih menggunakan BISKITA Transpakuan. 

“Jadi terbentuk kolaborasi yang diharapkan yaitu Pemerintah Pusat memberikan bantuan yang bersifat pull policy kemudian Pemerintah Daerah melengkapinya dengan kebijakan push policy,” kata Polana.

Dalam konteks pengelolaan transportasi di wilayah aglomerasi Jabodetabek, perpindahan penggunaan kendaraan pribadi ke angkutan umum massal sangat penting karena menjadi salah
satu Indikator Kinerja Utama (IKU) yang harus dicapai pada tahun 2029. 

“Peraturan Presiden No 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) mengamanatkan pada tahun 2029 prosentase pergerakan manusia di Jabodetabek yang menggunakan angkutan umum sudah harus mencapai 60%, sementara saat ini baru sekitar 28 %,” kata dia. 

Sementara itu berdasarkan data pada tahun 2018 wilayah Jabodetabek dengan 30 juta penduduk setiap harinya tercatat terjadi 88 juta pergerakan per hari. 

"Bila terlalu mengandalkan kendaraan pribadi sudah tentu menimbulkan permasalahan kemacetan yang tak ada akhirnya," pungkas Polana. (omy)