Angin Kurang Segar Kini Sedang Berhembus ke Nelayan Indramayu

  • Oleh : Taryani

Rabu, 03/Nov/2021 17:48 WIB
Kapal-kapal nelayan ditambat atau diparkir di sungai Eretan. (Taryani) Kapal-kapal nelayan ditambat atau diparkir di sungai Eretan. (Taryani)

INDRAMAYU (BeritaTrans.com) – Masa paceklik atau masa sulit mencari ikan di laut bagi nelayan di Desa Eretan Wetan Indramayu, Jabar sudah berlalu sejak beberapa waktu lalu. Namun,  sayangnya sejumlah kapal terlihat masih diparkir di kali Eretan.

Bahkan ngenesnya,  ada di antara sejumlah kapal penangkap ikan dengan ukuran cukup besar   yang tengah ditambat atau diparkir di sungai Eretan ditawarkan kepada pembeli. Kapal ikan itu rupanya sengaja dijual pemiliknya kepada siapa saja yang berminat.

“Tuh kapalnya  yang mau dijual. Mintanya sih sekitar Rp300 juta,” ujar seorang pria warga Desa Eretan Wetan, Kecamatan Kandanghaur.

Penjualan kapal oleh juragan atau pemilik kapal dilakukan karena beberapa alasan. Seperti kegiatan usaha di laut yang sekarang ini hasilnya sedang menurun.

Atau ada juga pemilik kapal yang  meninggal dunia. Sehingga kegiatan usaha perikanan tangkap di laut terpaksa setop atau berhenti,  karena tidak dilanjutkan oleh anggota keluarga yang lainnya.

Akibatnya kapal yang semula menjadi andalan usaha di laut terpaksa dijual. “Sudah cukup lama  kapal itu ditawarkan. Tapi masih belum laku,” ujar pria berpenampilan kalem sewaktu dijumpai BeritaTrans.com, Rabu (03/11/2021) sore.

Angin kurang segar juga rupanya sedang berhembus pada usaha perikanan tangkap yang dampaknya dirasakan sejumlah juragan. Termasuk  para nelayan di Desa Karangsong, Kecamatan Indramayu, Jawa Barat.

Aktivitas pembuatan kapal ikan di Desa Karangsong saat ini terlihat  tak seramai dua tahun lalu, saat pandemi Covid-19 belum marak.  Kapal-kapal baru yang dibuat juragan sekarang  semakin jarang.

Menjairng ikan dengan tujuan di perairan Papua  yang dahulu menjadi andalan hasilnya dirasakan semakin berkurang. Salah satunya disebabkan karena banyaknya persaingan dan sebagainya.

Untuk bisa mencapai hasil tangkapan yang maksimal,  nahkoda atau pemimpin perjalanan kapal ikan terpaksa harus menambah waktu operasi kapal di laut.  

“Biasanya kalau berlayar ke Papua butuh waktu 4 bulan, sekarang harus memperpanjang waktu operasi hingga ada yang mencapai waktu sampai 7 bulan,” ujar Mun, 34.

Dengan bertambahnya waktu operasi di laut,   maka konsekwensinya semakin menambah tinggi pengeluaran  biaya operasional. Terutama pembelian solar, perbekalan anak buah kapal dan sebagainya.      

Ketua Serikat Nelayan Tradisional (SNT), Kajidin kepada wartawan mengatakan, pemerintah khususnya Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) diharapkan agar lebih memperhatikan nasib para nelayan.

Sebab selama ini para nelayan khususnya di Karangsong, Indramayu  telah memberikan kontribusi yang besar. 

Persoalan yang saat ini dihadapi adalah perlunya pembenahan kondisi pelabuhan perikanan Karangsong  yang selama ini tercatat sebagai penghasil tangkapan laut cukup tinggi di Jawa Barat. (Taryani)