Iwan Piloti Bus PMTOH Trayek Terjauh Solo-Banda Aceh, Sekali PP Bisa 16 Hari

  • Oleh : Fahmi

Selasa, 11/Janu/2022 13:35 WIB
Bus PM TOH bersama pengemudinya Iwan sedang mempersiapkan keberangkatan dari Terminal Bekasi menuju Aceh. Bus tersebut telah datang dari arah Solo dengan tujuan Banda Aceh. Bus PM TOH bersama pengemudinya Iwan sedang mempersiapkan keberangkatan dari Terminal Bekasi menuju Aceh. Bus tersebut telah datang dari arah Solo dengan tujuan Banda Aceh.

BEKASI (BeritaTrans.com) - Membawa bus dari Solo ke Banda Aceh mampu dilewati selama empat sampai lima hari. Hal itu yang dilakukan kru bus Perusahaan Motor Transport Ondernemer Hasan  (PMTOH) untuk membawa penumpang dan paket barang. 

Bus, yang terkenal sebagai armada paket, dapat melakukan perjalanan trayek terjauh dari pulau jawa bagian tengah hingga ke ujung pulau Sumatera yaitu di Banda Aceh. 

Baca Juga:
Terminal Kepuhsari Jombang Hanya Berangkatkan Sedikit Bus saat Libur Panjang

"Hari ini tadi sampai dari Solo berangkat lagi ni, sampai Medan bisa hari Kamis, nanti Jumatlah baru kita sampai Aceh," ujar Iwan saat ditemui BeritaTrans.com saat menanti menaiikan penumpang di Terminal Bekasi, Selasa (11/1/2022). 

Pantauan BeitaTrans.com dan Aksi.id bus yang dikendarai Iwan bersama Sebayang dan keneknya telah ada penumpang dari Jawa Tengah dan  Terminal Bekasi. 

Baca Juga:
Lika-Liku Perjalanan Bus ALS Bekasi ke Medan, Lalui Lintas Tengah Sumatra Berhari-Hari

Perjalanan untuk satu kali pulang-pergi atau PP mampu dijalani para kru bus tersebut bisa mencapai 15-16 hari. Bus saat di Banda Aceh akan istirahat beberapa hari. Para kru akan pulang ke rumah untuk sekedar beristirahat. Setelah beberapa hari bus juga akan melanjutkan lagi perjalanan ke arah Solo. 

"Kita sampai sana ya pulang, dua-dua harilah," kata Iwan. 

Baca Juga:
Sopir Jaklingko dan Pengurus Bus AKAP Cekcok di Terminal Lebak Bulus, Begini Kronologinya

Warga Sigli, Aceh, itu menceritakan keadaan penumpang busnya dari Solo menuju Banda Aceh lumayan terisi. Terlihat bus teresebut membawa paket di atas bus dan juga bagasi telah terisi. 

Kakek dua cucu mengungkapkan perjalanan lintas tersebut untuk menutupi biaya operasional harus membawa barang atau paket. Telihat bus PM TOH kerap membawa sejumlah barang yang ditutupi terpal di bagian atasnya. 

"Kita kalau bus lintas ini harus bawa paket, memang terkenalnya kan begitu (bus peket)," ujar Iwan. 

Saat ini penumpang bus PM TOH, dikatakan Iwan sudah mulai mengalami peningkatan kembali setelah mengalami sepi penumpang saat pandemi Covid-19 lagi parah-parahnya. 

"Penumpang, Alhamdulillah lumayanlah dari pada dulu lumayan sekarang. Dari solo sudah beberapa orang dan barang Alhamdulillah. Bawa bus enggak ada paket mana bisa!," katanya. 

Mengendarai bus PM TOH diceritakan bapak tiga anak ini sudah dijalannya dari tahun 2000. Sejak saat itu dia tidak pernah beralih dan pindah ke PO lain. 

"Dari tahun 2000 saya, sebelumnya enggak pernah bawa lain, sampai sekarang di sini terus," kata Iwan. 

Dia menceritakan, saat ini PMTOH sudah mulai menambah lagi beberapa armadanya. Bus yang dia kendarai saat ini merupakan bus baru. "Bus ini baru sekali jalan ni," ungkap Iwan. 

Di usia yang sudah 60 tahun, kini Iwan masih dipercaya perusahaam untuk membawa bus dengan trip terpanjang tersebut. Bukan hanya mengemudi, kebutuhan bus dan aktivitas lain untuk memperlancar operasional bus juga dia lakukan. Terlihat dia saat memberangkatkan bus, tengah sibuk mengarahkan bus yang saat itu dikemudikan oleh Sebayang. 

Perjalanan bus tidak hanya akan singah di Terminal Bekasi, bus harus menaikkan lagi beberapa penumpang di agen yang ada di terminal-terminal lain di Jabodetabek. 

Untuk saat ini biaya tiket bus PMTOH merupakan yang paling murah jika dibandingkan beberapa PO yang menjalani trayek bus tersebut.

Sejarah PMTOH

PMTOH adalah salah satu Perusahaan Otobus (PO) yang masuk daftar bus legenda dan tetap eksis hingga sekarang. Bukan hanya untuk Aceh, PMTOH juga patut dicatat sebagai salah satu PO tertua di Indonesia yang masih beroperasi hingga sekarang. Begini kisahnya seerti dikutip dari Serambi.

Perusahaan ini didirikan oleh Toke Hasan pada tahun 1957. Nama PMTOH merupakan singkatan dari Perusahaan Motor Transport Ondernemer Hasan. Kata ondernemer berasal dari bahasa Belanda yang berarti pengusaha atau tauke. Jadi, dari namanya jelas bahwa perusahaan otobus yang armadanya kini identik dengan warna hijau, awalnya adalah milik Ondernemer atau Toke Hasan.

Meski terdesak oleh persaingan yang sangat keras di era milenial ini, tapi PMTOH tak kenal menyerah dan sepertinya tidak pernah hendak menyerah. Sampai hari ini, PMTOH tetap melayani trayek pendek Aceh-Medan, maupun trayek panjang Aceh-Solo dan Yogyakarta.

PMTOH memang bukan bus tertua di Aceh. Tapi PMTOH adalah perusahaan bus pertama yang menembus Pulau Jawa. Trayek yang melintasi kota-kota besar sepanjang Sumatera, mulai dari Aceh, Medan, Pekanbaru, Palembang, Lampung, Jakarta, Solo, dan Yogyakarta.

“PMTOH, bus pertama dari Aceh yang buka trayek ke Jakarta, Solo, dan Yogya. Waktu itu di Aceh sudah ada beberapa perusahaan bus. Tapi PMTOH paling awal menjejak Pulau Jawa,” cerita Jumadi Hamid, pewaris ketiga perusahaan PMTOH, Minggu (28/7), dalam percakapan di warung kopi kompleks stasiun PMTOH, Jalan Gajah Mada, Medan.

Trayek ke Pulau Jawa pertama sekali dibuka pada tahun 1986. Butuh waktu satu tahun mengurus izin trayek ke Jawa. “Saya sendiri yang mengurus izin trayek itu,” kenang Jumadi Hamid, sarjana ekonomi dari UKI Jakarta. Saat itu, perusahaan dipimpin oleh ayahnya, Abdul Hamid Hasan.

Pilihan buka trayek ke Jakarta sampai Solo dan Yogyakarta, kata Jumadi, bukan tanpa alasan. “Waktu itu kita menangkap peluang bisnis, melayani kebutuhan transportasi bagi para transmigran dari Aceh Tengah, Aceh Barat, dan beberapa wilayah transmigrasi lainnya di Aceh yang pulang ke Jawa, kampung halaman mereka,” ujarnya.

Para transmigran yang sudah sukses di Aceh, membutuhkan sarana angkutan untuk pulang menjenguk kampung halaman. “Potensi bisnisnya besar, lalu ayah saya berinisiatif membuka trayek ke Jawa,” cerita Jumadi Hamid.

Para trasnmigran yang pulang kampung bersama keluarga, juga membawa serta hasil perkebunan mereka seperti kopi dan tanaman lainnya. “Seperti dari Aceh Tengah, kan penghasil kopi. Tapi waktu itu tidak dibawa dalam jumlah besar, hanya sebagai buah tangan saja,” kata Jumadi yang memilih bermukim di Medan.

Jumadi Hamid adalah generasi ketiga pewaris PMTOH. Generasi pertama sang kakek, M Hasan, pendiri PMTOH. Generasi kedua Abdul Hamid Hasan, putra dari M Hasan. Dan saat ini beralih ke generasi Jumadi Hamid yang akrab disapa Pak Adi.

Pada era 86-an sampai 2000-an, PMTOH ikut menikmati masa jaya. PMTOH punya kantor sepanjang Sumatra bahkan pernah menembus Bali. Tapi zaman berubah. Transportasi darat ditinggalkan pelanggan, dan beralih ke transportasi udara. Maskapai penerbangan menyediakan tiket murah.

“Era tiket pesawat murah itulah yang merontokkan kami. Bayangkan ke Jakarta naik pesawat 500 ribu perak (Rupiah), sama dengan ongkos bus,” kata Jumadi, prihatin.

Satu per satu kantor PMTOH tutup. Saat ini hanya ada di Aceh, Medan, Jakarta, dan Solo. Bisnis PMTOH kemudian tidak lagi sepenuhya bertumpu mengangkut penumpang. Melainkan juga dikembangkan jadi angkutan barang. “Kami ikut main di usaha kargo, sebab mengandalkan penumpang, sudah tidak kuat,” ujar Jumadi.

Salah satu komoditas yang diangkut adalah kopi. Per pekan mencapai 5 ton. Kopi diangkat ke Jakarta dan Bandung. “Kopi yang kita angkut sudah dalam kemasan yang sangat baik. Selain biji mentah atau green bean juga biji roasting. Usaha kopi akhir-akhir ini luar biasa,” kata Jumadi seraya menyeruput kopi hitam yang tinggal separoh lagi.

Aceh adalah penghasil kopi utama di Indonesia untuk jenis arabika. Wilayah terluas berada di Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues. Terkenal dengan merek kopi Gayo.

“Saya generasi ketiga PMTOH tetap akan mempertahankan usaha ini sebaik-baiknya. Tentu saja dengan penyesuaian-penyesuaian sesuai perkembangan zaman. Seperti berdiversifikasi kepada usaha angkutan barang,” demikian Jumadi Hamid. Ia memang sedang berjuang keras.

(fahmi)