Perubahan Iklim: Mengapa Perusahaan-perusahaan Top Dunia Gagal Penuhi Janji yang Mereka Buat Sendiri

  • Oleh : Redaksi

Selasa, 15/Feb/2022 01:15 WIB
Sejumlah perusahaan top dunia gagal memenuhi target yang mereka tetapkan untuk mengatasi perubahan iklim, menurut riset yang dilakukan New Climate Institute. Foto: bbcindonesia.com. Sejumlah perusahaan top dunia gagal memenuhi target yang mereka tetapkan untuk mengatasi perubahan iklim, menurut riset yang dilakukan New Climate Institute. Foto: bbcindonesia.com.

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Sejumlah perusahaan top dunia gagal memenuhi target yang mereka tetapkan untuk mengatasi perubahan iklim, menurut riset yang dilakukan New Climate Institute.

Merujuk penelitian terhadap 25 badan usaha itu, beberapa korporasi juga secara rutin membesar-besarkan atau secara keliru melaporkan kemajuan mereka dalam mengejar target tersebut.

Baca Juga:
Menteri LHK Ajak Generasi Muda Ikut Aktif Memitigasi Perubahan Iklim

Google, Amazon, Ikea, Apple, dan Nestle adalah beberapa perusahaan yang disebut gagal dalam riset itu.

Perusahaan-perusahaan itu didesak untuk mengurangi dampak bisnis mereka terhadap lingkungan seiring bertambahnya konsumen yang menginginkan produk ramah lingkungan.

Baca Juga:
Menggugah Kesadaran tentang Perubahan Iklim Melalui Seni

Sebagian dari perusahaan itu berkata kepada BBC News bahwa mereka tidak setuju dengan beberapa metode yang digunakan dalam riset tersebut.

Mereka menyatakan berkomitmen untuk mengambil tindakan yang mencegah perubahan iklim.

Baca Juga:
Kurangi Emisi untuk Tekan Krisis Ozon agar Bumi Tetap Layak Huni

Sejumlah perusahaan yang diteliti oleh New Climate Institute menyumbang 5% dari emisi gas rumah kaca global, menurut riset itu.

Artinya, meskipun memiliki jejak karbon yang besar, mereka berpotensi besar memimpin upaya mengatasi perubahan iklim.

"Upaya perusahaan mempercepat penuntasan target terkait iklim, ditambah perbedaan metode, menandakan bahwa akan lebih sulit bagi publik membedakan antara kepemimpinan iklim yang nyata dan yang tidak berdasar," begitu kesimpulan riset itu.

Salah seorang peneliti dalam riset tersebut, Thomas Day, menyebut pada awalnya mereka ingin menemukan praktik yang baik di dunia korporat.

Namun timnya terkejut dan kecewa dengan integritas keseluruhan klaim perusahaan.

Amazon dalam pernyataannya menyatakan, "Kami menetapkan target ambisius ini karena kami tahu bahwa perubahan iklim adalah masalah serius, dan perlu tindakan sekarang, lebih dari sebelumnya

"Sebagai bagian dari tujuan kami untuk mencapai nol karbon pada tahun 2040, Amazon berada berupaya menjalankan bisnis dengan 100% energi terbarukan pada tahun 2025," kata mereka.

Sementara itu Nestle menyatakan, "Kami menyambut pengawasan atas tindakan dan komitmen kami terhadap perubahan iklim. 

"Namun, laporan Corporate Climate Responsibility Monitor (CCRM) dari New Climate Institute kurang memahami pendekatan kami dan mengandung ketidakakuratan yang signifikan," demikian bunyi pernyataan Nestle.

Riset bertajuk pemantauan tanggung jawab iklim oleh perusahaan itu dilakukan organisasi nirlaba New Climate Institute bersama Carbon Market Watch.

Mereka memeriksa strategi yang dinyatakan secara publik oleh perusahaan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca demi mencapai nol karbon (net zero).

Nol karbon berarti tidak menambah jumlah gas rumah kaca di atmosfer. Target ini yang menurut para ilmuwan harus dicapai dunia pada tahun 2050 demi membatasi kenaikan suhu global. 

Pencapaian nol karbon mesti dilakukan dengan mengurangi emisi sebanyak mungkin. Upaya lainnya adalah menyeimbangkan yang tersisa dengan menghilangkan jumlah yang setara.

Banyak perusahaan besar global menetapkan target mereka sendiri. Google, misalnya, berjanji untuk bebas karbon pada tahun 2030. Sementara itu, perusahaan perabotan Ikea berjanji untuk menjadi "positif terhadap iklim" pada tahun 2030.

Emisi muncul dari berbagai hal dan aktivitas, dari pengangkutan barang hingga energi yang digunakan di pabrik atau toko. Jejak karbon dari menanam tanaman atau menebang pohon juga diperhitungkan.

Riset yang dipublikasikan ini mengurutkan setiap perusahaan dalam peringkat integritas. Temuan mereka, beberapa perusahaan relatif baik dalam mengurangi emisi.

Sebanyak 25 perusahaan yang mereka teliti disebut dapat meningkat upaya mereka. Secara umum, tidak ada perusahaan yang diberi peringkat "integritas tinggi".

Riset ini menilai faktor-faktor seperti upaya perusahaan mengungkap emisi setiap tahun, memberikan perincian sumber emisi, dan mempublikasikan informasi dengan cara yang dapat dimengerti."

Disimpulkan bahwa secara keseluruhan, strategi yang ada, jika diterapkan, hanya akan mengurangi emisi paling banyak 40%, bukan 100% seperti yang tersirat dalam istilah nol karbon.

Hanya tiga dari 25 perusahaan yang jelas berkomitmen untuk menghilangkan 90% emisi karbon dari produksi dan rantai pasokan mereka, yaitu Maersk, Vodafone, dan Deutsche Telekom.

Menurut riset itu, cara perusahaan berbicara tentang janji iklim mereka juga merupakan masalah besar.

Terdapat kesenjangan besar antara yang dikatakan perusahaan dan kenyataan, kata Thomas Day. Menurutnya, konsumen cenderung sulit menentukan kebenarannya.

"Narasi utama yang terdengar ambisius dari pihak perusahaan terlalu sering tidak memiliki substansi yang nyata," kata Day. 

"Bahkan perusahaan yang kinerjanya relatif baik melebih-lebihkan tindakan mereka."

Day mengatakan, rata-rata orang yang mencoba, misalnya, untuk memilih perabot, teknologi, atau membeli makanan di swalayan akan menghadapi kendala dalam membuat keputusan yang tepat.

Menurutnya, salah satu hal yang paling kontroversial adalah yang dikenal sebagai emisi hilir atau hulu. Emisi ini muncul dalam aktivitas yang secara tidak langsung terkait dengan perusahaan.

Misalnya, laporan tersebut menyebut 70% dari jejak iklim Apple diciptakan oleh emisi hulu, antara lain dari konsumsi listrik konsumen yang menggunakan ponsel Apple, laptop, dan produk lainnya.

Banyak perusahaan tidak memasukkan emisi ini dalam rencana iklim mereka.

Ikea mengatakan kepada BBC News bahwa pihaknya menyambut baik "dialog dan pengawasan" terhadap komitmen dan tujuan iklim perusahaan, untuk memastikan bahwa mereka "selaras dengan ilmu 1,5°C".

"Laporan baru oleh New Climate Institute adalah tambahan yang konstruktif untuk ini," ujar Ikea dalam pernyataan mereka.

Dan Unilever mengatakan, "Meskipun kami berbagi perspektif yang berbeda tentang beberapa elemen laporan ini, kami menyambut baik analisis eksternal tentang kemajuan kami.

"Kami telah memulai dialog yang produktif dengan New Climate Institute untuk melihat bagaimana kami dapat mengembangkan pendekatan kami secara bermakna."

Adapun Google berkata kepada BBC News,"Kami dengan jelas mendefinisikan ruang lingkup komitmen iklim kami dan secara teratur melaporkan kemajuan kami dalam Laporan Lingkungan tahunan kami, di mana data energi dan emisi gas rumah kaca kami dijamin oleh Ernst & Young."

Pada saat artikel ini dipublikasikan, Apple belum menanggapi permintaan komentar.

Corporate Climate Responsibility Monitor akan terus menilai janji perusahaan dan merilis temuan mereka setiap tahun.

Perusahaan yang dianalisis dalam riset ini adalah Maersk, Apple, Sony, Vodafone, Amazon, Deutsche Telekom, Enel, GlaxoSmithKline, Google, Hitachi, Ikea, Vale, Volkswagen, Walmart, Accenture, BMW Group, Carrefour, CVS Health, Deutsche Post DHL , E.On SE, JBS, Nestle, Novartis, Saint-Gobain, Unilever. (dn/sumber: bbcindonesia.com)