Sejarah Uranium Sebagai Bahan Baku Nuklir, Ternyata Sudah Digunakan Orang Romawi Kuno

  • Oleh : Redaksi

Rabu, 16/Mar/2022 01:51 WIB
foto:istimewa/sumber:sindonews.com foto:istimewa/sumber:sindonews.com

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Uranium yang sekarang digunakan sebagai bahan baku nuklir ternyata sudah digunakan sejak zaman Romawi kuno. Zat berbahaya ini digunakan orang-orang Romawi sebagai bahan glasir kuning pada keramik dan kaca. 

Dikutip dari laman IFL Science, Senin (14/3/2022), penggunaan uranium sebagai bahan radioaktif baru dimulai ketika ahli kimia Jerman, Martin Heinrich Klaproth mencampur asam nitrat dan bijih campuran uranium, kemudian menetralkan larutan dengan natrium hidroksida pada tahun 1789. 

Baca Juga:
Memanas! Rusia Peringatkan Kemungkinan Perang Nuklir

Reaksi kimia tersebut menciptakan zat kuning yang tenggelam ke dasar air. Ketika dipanaskan dengan arang, uranium berubah menjadi bubuk hitam.

Saat itu Kalproth yakin berhasil membuat uranium murni tetapi kemungkinan besar yang dihasilkan adalah oksida. Baru pada tahun 1841, Kimiawan Eugene-Melchior Peligot berhasil memisahkan uranium murni di laboratoriumnya. 

Baca Juga:
Makin Panas, Jet Rusia Mondar-mandir Bawa Nuklir di Langit Eropa

Uranium ini terdiri dari 92 proton dengan jumlah neutron bervariasi, antara 140-146. Di bumi sendiri, melimpah bahan baku uranium-238 (92 proton dan 146 neutron) dan Uranium-235 (92 proton dan 146 neutron). 

Setelah berhasil mengetahui elemen uranium, sejumlah ilmuwan melakukan penelitian terhadap zat tersebut. Baru pada tahun 1896, Henri Becquerel berhasil mengetahui sifat radioaktif dari uranium tersebut.

Baca Juga:
Negosiasi Belum Berhasil, Ini Situasi Terkini Rusia vs Ukraina: Jangan Anggap Remeh Ancaman Nuklir

Empat dekade kemudian, pada tahun 1934 sebuah tim fisikawan Italia yang dipimpin oleh Enrico Fermi membombardir uranium dengan neutron dan menemukan bahwa ia memancarkan elektron dan positron. Fisikawan Otto Hahn dan Fritz Strassmann akhirnya berhasil mengetahui bahwa uranium dapat pecah menjadi elemen yang lebih ringan. 

Kemudian Lise Meitner dan keponakannya Otto Robert Frisch menjelaskan dan menamai proses itu sebagai fisi nuklir. Proses itu lah yang kemudian dikembangkan oleh ilmuwan menjadi bahan baku pembangkit listrik tenaga nuklir. Karena satu kilogram Uranium-235 yang diproses melalui fisi lengkap, energi yang dihasilkan setara dengan membakar 1,5 juta kilogram batu bara. 

Kelebihan dari pembangkit listrik tenaga nuklir ini adalah tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca. Namun dapak negatifnya dari limbah radioaktif yang dihasilkan sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Saat ini bumi menghasilkan uranium-238 yang jumlahnya sekitar 99,2 persen dan sisanya sekitar 0,8 persen adalah uranium-235. Jenis uranium terakhir inilah yang aman digunakan untuk reaktor karena reaksinya lebih stabil. 

Namun untuk menjalankan reaktor nuklir menggunakan uranium-235 ini, harus memiliki jumlah uranium-238 yang cukup untuk diperkaya menjadi uranium-235. Proses ini dikenal sebagai massa kritis dan uranium yang diperkaya biasanya hanya menghasilkan uranium-235 antara 3 dan 5 persen. 

Beberapa ilmuwan yang melihat energi uranium yang sangat dahsyat mengubahnya menjadi lebih eksplosif dan digunakan untuk senjata pemusnah massal seperti bom atom atau bom nuklir.

Saat ini bom nuklir terdahsyat yang pernah dibuat adalah Tsar Bomba yang dikembangkan Uni Soviet pada tahun 1960-an. Bom nuklir ini kekuatannya mencapai 50 kiloton atau sekitar 3.300 kali lebih kuat dari bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang.(amt/sumber:sindonews.com)