UU No. 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Inkonstitusional

  • Oleh : Ahmad

Rabu, 22/Jun/2022 16:20 WIB
foto:istimewa/AP21 foto:istimewa/AP21

TEGAL (BeritaTrans.com) – Keberadaan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia “UU PPMI” khususnya ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf c bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28D ayat (1).

Status pelaut menjadi tidak memiliki kepastian hukum dengan adanya pasal tersebut, mengingat dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengesahan International Convention On The Protection Of The Rights Of All Migrant Workers And Members Of Their Families (Konvensi Internasional Mengenai Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran Dan Anggota Keluarganya) pelaut tidak termasuk dan/atau dikecualikan dalam konvensi itu.
 
Dalam salah satu konsideran UU PPMI, UU 6/2012 disebut, tetapi isi dari ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf c tidak sejalan dengan ketentuan Pasal 3 huruf f UU 6/2012 (lampiran: konvensi). Selain tidak sejalan dengan UU 6/2012, UU PPMI Pasal 4 ayat (1) huruf c juga tidak sejalan dengan Konvensi ILO No. 97/1949 tentang Migrasi Tenaga Kerja Pasal 11 ayat (2) huruf c. UU PPMI Pasal 4 ayat (1) huruf c yang menyebut istilah “PELAUT AWAK KAPAL DAN PELAUT PERIKANAN” adalah istilah yang TIDAK JELAS dan patut untuk dipertanyakan, mengingat di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Pelayaran hanya terdapat istilah “NAKHODA, AWAK KAPAL, DAN ANAK BUAH KAPAL” dan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan hanya mengenal istilah “PELAUT YANG BEKERJA DI KAPAL NIAGA DAN PELAUT YANG BEKERJA DI KAPAL PENANGKAP IKAN”, tetapi tidak mengenal istilah sebagaimana yang diistilahkan dalam UU PPMI.

Baca Juga:
Bersama Stakeholder dan Masyarakat, KSOP Tegal Meriahkan Perayaan Harhubnas

Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2016 tentang Pengesahan Maritime Labour Convention, 2006 (Konvensi Ketenagakerjaan Maritim, 2006), istilah “seafarer” pada Konvensi tersebut, dalam terjemahan mempunyai 2 (dua) makna yaitu “pelaut” dan “awak kapal”, bukan sebagaimana diistilahkan dalam UU PPMI Pasal 4 ayat (1) huruf c yakni “PELAUT AWAK KAPAL DAN PELAUT PERIKANAN”. Begitu juga dengan istilah yang dipakai dalam Konvensi ILO 188 Tahun 2007 tentang Pekerjaan Dalam Penangkapan Ikan yang dipakai adalah istilah “AWAK KAPAL”, dalam siaran pers yang diterima BeritaTrans.com.

Mengenai tata Kelola awak kapal, telah secara jelas diatur dalam UU Pelayaran dan aturan turunannya, sehingga tidak diperlukan memasukan pelaut dan awak kapal di dalam ketentuan UU PPMI karena hanya akan membuat ketidakpastian hukum. Oleh karena itu, sikap AP2I terhadap UU PPMI adalah TIDAK SETUJU PELAUT DAN/ATAU AWAK KAPAL INDONESIA “YANG BEKERJA DI LUAR NEGERI” TERMASUK ATAU DISEBUT SEBAGAI BAGIAN DARI PEKERJA MIGRAN INDONESIA KARENA HAL TERSEBUT JELAS TIDAK SEJALAN DENGAN KETENTUAN UU NO. 6 TAHUN 2012 DAN C-ILO NO. 97 TAHUN 1949.

Baca Juga:
Kebakaran di Pelabuhan Jongor Tegal Hanguskan 52 Kapal

Tags :