Dilema Kenaikan Harga BBM dan Pemangkasan Subsidi Angkutan Umum

  • Oleh : Naomy

Senin, 05/Sep/2022 20:22 WIB
SPBU (dok) SPBU (dok)

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Pemerintah telah memutuskan menaikkan harga BBM bersubsidi, Sabtu (3/9/2022).

Harga pertalite naik dari sebelumnya Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter (naik sekitar 31 persen). 

Baca Juga:
Merealisasikan Mudik Aman Berkesan

Harga per liter solar subsidi naik dari Rp5.150 menjadi Rp6.800 (naik sekitar 32 persen). Adapun harga pertamax nonsubsidi naik dari Rp12.500 per liter menjadi Rp14.500 per liter (naik sekitar 16 persen).

Dampak secara langsung menurut Djoko Setijowarno Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat, adalah kenaikan biaya transportasi, baik umum maupun pribadi yang akhirnya menjadi dilema. 

Baca Juga:
Mari Membenahi Terminal Sekaligus Angkutan Umum

"Dampak tidak langsungnya adalah kenaikan pada harga-harga barang yang lain," ungkapnya, Senin (5/9/2022). 

Bantuan sosial sebesar Rp24 triliun yang dibangun sebagai dampak kenaikan harga BBM. Adapun bantuan sosial terbagi untuk Bantuan Langsung Tunai Rp12,4 triliun (20, 65 juta keluarga penerima manfaat dan Rp600 ribu per keluarga diberikan dua kali masing-masing Rp300 ribu), Bantuan subsidi upah Rp9,6 triliun (16 juta pekerja bergaji maksimal Rp3,5 juta/bulan dan Rp600 ribu per pekerja diberikan sekali) dan Subsidi Transportasi Angkutan Umum Rp2,17 triliun (sektor transportasi umum dan nelayan diatur oleh pemda). 

Baca Juga:
Pengembangan Program Subsidi Angkutan Barang Perintis Cegah Aktivitas Truk Odol

Pemda diminta menyisihkan Dana Alokasi Khusus (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp 2,17 triliun untuk subsidi di sektor transportasi dan perlindungan sosial tambahan. 

Sektor transportasi akan diberikan untuk bantuan angkutan umum, ojek on line dan nelayan.

Jika betul ada bantuan terhadap ojek daring, sementara tidak ada bantuan untuk angkutan bus kota, angkutan perdesaan, AKDP, AKAP, mobil boks dan pengemudi truk, tentu aneh dan sikap pemerintah tersebut sangat ironis. Kalau sopir truk yang membantu kelancaran arus barang mogok, distribusi barang bisa kacau. Namun, kalau pengemudi ojek daring mogok, distribusi barang dipastikan tetap akan berjalan. Dilihat dari peran strategisnya ini, mestinya perhatian pemerintah ditujukan ke pengemudi angkutan umum, baik penumpang maupun barang (Darmaningtyas, 2022).

Pendelegasian anggaran  subsidi transportasi umum ke daerah sangat rawan penyelewengan. Pasalnya, data base driver online tidak ada. 

Hingga sekarang pemerintah tidak memiliki data jumlah driver online karena tidak diberikan oleh aplikator. Transportadi online bisnis gagal, drivernya kerap mengeluh dan demo.

Dalam kurun waktu 10 tahun kemudian (tahun 2022), angkutan umum penumpang makin berkurang. 

Angkutan pedesaan, angkutan kota dan angkutan kota dalam provinsi (AKDP) cukup banyak yang hilang. 

Banyak kota sudah tidak memiliki angkutan perkotaan. Tergerus dengan sepeda motor dan mudah dimiliki. Kendati risikonya angka kecelakaan makin bertambah dan konsumsi BBM juga pasti bertambah. 

Belum lagi kemacetan dan polusi udara meningkat sejakan dengan bertambahnya kendaraan bermotor.

"Sebaliknya, subsidi sebaiknya tidak diarahkan untuk angkutan berbasis online atau ojek daring karena pemberian subsidi dinilai hanya akan menguntungkan aplikator. Sementara pengemudi ojek online sebagai mitra tidak akan merasakan peningkatan pendapatannya karena tergerus oleh potongan-potongan fasilitas aplikasi yang sangat besar," bebernya.

Dari catatan, pendapatan ojek daring rata-rata masih sebatas kurang dari Rp3,5 juta per bulan. Hal ini tidak sesuai dengan janji para aplikator angkutan berbasis daring pada tahun 2016 yang mencapai Rp8 juta per bulan

Fokus pembenahan angkutan umum

Berdasarkan catatan pemerintah (Kementerian ESDM, 2012), konsumsi BBM bersubsidi mobil 53 persen, sepeda motor 40 persen, truk 4 persen, dan angkutan umum 3 persen. Pilihan terbaik dengan subsidi transportasi umum.

Menjadi masuk akal jika paradigma yang berkembang ialah dalam 10 tahun ke depan kendaraan pribadi (mobil dan sepeda motor) akan terus bertambah. 

"Di sisi lain, angkutan umum, tanpa kebijakan yang berpihak dan komprehensif, malah kian mendekati kepunahan," tutur dia.

Sebaiknya kata Djoko, pemerintah juga fokus menata dan mengembangkan angkutan umum penumpang. Tanpa menaikkan harga BBM bersubsidi, penyaluran kepada operator angkutan umum amat dimungkinkan. Saat ini, pengawasan penyaluran BBM bersubsidi untuk angkutan umum bisa melalui aplikasi yang ditunjang dengan penataan operator. 

Bisa menjadi momentum untuk penataan angkutan umum sehingga seluruhnya berbadan hukum dan menjamin keselamatan dan keamanan pengguna.

Pemerintah perlu memberikan subsidi untuk angkutan umum, baik angkutan penumpang maupun barang yang berbadan hukum. 

Subsidi angkutan barang diberikan untuk meningkatkan kesejahteraan pengemudi yang selama ini kerap dilirik sebelah mata oleh pemerintah. Padahal, pengemudi angkutan barang menjadi ujung tombak kelancaran arus barang

Terkait subsidi pula, pemerintah hendaknya lebih memerhatikan subsidi bagi pengembangan program Buy The Service (BTS) Kementerian Perhubungan yang saat ini sudah beroperasi di 11 provinsi.

Ke 11 kota itu adalah Medan (Trans Metro Deli), Palembang (Trans Musi Jaya), Bogor (Trans Pakuan), Bandung (Trans Metro Pasundan), Purwokerto (Trans Banyumas), Yogyakarta (Trans Yogya), Surakarta (Batik Solo Trans), Surabaya (Trans Semanggi Surabaya), Denpasar (Trans Metro Dewata), Banjarmasin (Tranns Banjarbakula) dan Makassar (Trans Mamminatasa). 

Direncanakan hingga akhir tahun 2024 akan ada 27 wilayah angkutan perkotaan. Namun pesimis akan terwujud melihat kurang dukungan dari anggota DPR.

"Penikmat BBM bersubsidi selama ini 80 persen adalah kelompok masyarakat mampu. Hanya 20 persen BBM bersubsidi yang dinikmati masyarakat kurang mampu. Sejatinya, BBM bersubsidi hanya dinikmati masyarakat tidak mampu, ada salah sasaran penggunaan BBM bersubsidi," ulasnya.

Peluang membenahi angkutan umum

Kenaikan harga BBM, sesungguhnya peluang bagi pemerintah untuk menata angkutan umum, baik penumpang maupun barang. Sebaiknya harga BBM bersubsidi untuk angkutan umum yang berbadan hukum tidak perlu naik. 

Hal itu dilakukan dalam upaya untuk mempercepat seluruh angkutan umum berbadan hukum. Selama ini cukup banyak angkutan umum tidak berbadan hukum, baik penumpang maupun barang. Sekarang ini, negara tidak tahu secara pasti berapa jumlah angkutan barang dan penumpang. 

Tentunya untuk angkutan barang diberikan yang sudah berbadan hukum dan tidak kelebihan dimensi dan muatan ( over dimension dan over load/ODOL) yang dibolehkan memeroleh BBM bersubsidi.

Angkutan umum penumpang dapat segera diperluas dan diberikan subsidi operasional. Bukannya seperti sekarang, pemerintah telah mengembangkan angkutan umum perkotaan dengan skema pembelian layanan ( buy the service) di 11 kota, justru anggaran yang diajukan sekitar Rp1,3 triliun akan dipangkas hanya Rp500 miliar tahun anggaran 2023 oleh Komisi DPR.

Nampaknya, Anggota DPR masih setengah hati untuk memberikan dukungan pengembangan angkutan umum penumpang perkotaan. Kurang paham manfaat angkutan umum bagi mobilitas yang hemat energi ketimbang membiarkan transportasi daring beroperasi. (omy)