Mengentaskan Angkutan ODOL Butuh Instruksi Presiden?

  • Oleh : Naomy

Minggu, 18/Des/2022 14:54 WIB
ODOL di Jalan Raya ODOL di Jalan Raya

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Pengamat dan Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Djoko Setijowarno mengatakan, angkutan melanggar dimensi dan muatan (over dimension and over load/ODOL) sudah membudaya di negeri kita.

"Jika akan mengubahnya harus melalui tahapan dengan program yang komprehensif serta konsisten penerapanya," tutur Djoko di Jakarta, Ahad (18/12/2022). 

Baca Juga:
Pentingnya Merawat Keselamatan Selama Mudik Lebaran

Menurutnya, diperlukan Instruksi Presiden untuk menuntaskan dan mengentaskannya, tidak cukup bisa diselesaikan di Kementerian Perhubungan.

Pembenahan harus mulai dari hulu hingga hilir dan harus ada kebijakan komprehensif dan diterapkan secara konsisten. 

Baca Juga:
MTI: Hindari Kekosongan Terminal Saat Arus Mudik, Prioritaskan Bus AKAP kembali ke Jakarta Lewat Tol

"Tidak cukup bisa diselesaikan di Kementerian Perhubungan, apalagi cuma Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. Cukup banyak kementerian dan lembaga yang terkait dengan angkutan ODOL," urainya.

Di antaranya yakni Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Direktorat Jenderal Bina Marga, dan Korlantas Polri.

Baca Juga:
Merealisasikan Mudik Aman Berkesan

Sistem logistik nasional masih banyak masalah. Perlu keikutsertaan Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM, Bappenas. Kepolisian dan TNI.

Dampak yang ditimbulkan oleh kendaraan dengan muatan dan dimensi lebih (Kemenhub, 2020), seperti (1) kerusakan infrastruktur jalan, jembatan, dan Pelabuhan, (2) penyebab dan pelaku kecelakaan lalu lintas, (3) tingginya biaya perawatan insfrastruktur, (4) berpengaruh pada proyek kerjsa sama pemerintah dan badan usaha insfrastruktur jalan.

Selanjutnya (5) mengurangi daya saing internasional karena kendaraan muatan dan dimensi berlebih tidak bisa melewati poslintas batas negara (tidak dapat memenuhi Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN), (6) ketidakadilan dalam usaha pengangkutan barang, (7) tingginya biaya operasi kendaraan, (8) menyebabkan kerusakan komponen kendaraan, (9) memperpendek umur kendaraan, (10) menimbulkan polusi udara yang berlebihan.

"Sekarang, setiap hari pasti ada kecelakaan truk yang melanggar dimensi dan muatan. Di jalan tol, truk ODOL ditabrak kendaraan dari belakang, di jalan non tol truk ODOL menabrak kendaraan di muka atau aktivitas di sepanjang jalan," tutur dia.

Berdasarkan data dari Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri tahun 2022, kendaraan ODOL menjadi penyebab 349 kecelakaan dalam kurun lima tahun terakhir.

Rinciannya, 107 kasus pada 2017; 82 kasus pada 2018; 90 kasus pada 2019; 20 kasus pada 2020; dan 50 kasus pada 2021. 

Sensitifitas para pengusaha, baik pemilik barang, maupun pemilik truk terhadap keselamatan sangat rendah. 

Perlindungan keselamatan terhadap pengemudi dan keluarganya minim sekali.

"Jika terjadi kecelakaan lalu lintas, pengemudi dalam kondisi hidup dipastikan dijadikan tersangka. Namun jika pengemudi meninggal, maka keluarganya yang akan merana, tidak ada jaminan dari pemilik truk maupun pemilik barang," katanya. 

Dampaknya sekarang, populasi pengemudi truk makin menurun karena beralih profesi yang lebih menjamin masa depan keluarganya. 

Akhirnya, nanti Indonesia tidak memiliki pengemudi truk yang profesional karena bayarannya amatiran.

Kehadiran truk angkutan yang melanggar dimensi dan muatan dinikmati oleh pengusaha, khususnya pemilik barang walaupun melanggar aturan.

Upaya untuk mengajak Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) selalu tidak ditanggapi dengan serius dengan berbagai alasan. Bahkan setiap akan diterapkan kebijakan, selalu menebar teror ke masyarakat dengan mengatasnamanakan harga barang akan naik, akan terjadi inflasi, sopir akan demo dan sebagainya. 

"Padahal kondisi di lapangan tidak seperti itu," tegas dia.

Pada prinsipnya, pengemudi truk tidak mau membawa barang yang berlebihan karena akan berisiko pada dirinya sendiri. Jika terjadi tabrakan, sang pengemudi hidup sudah pasti dijadikan tersangka. 

Namun jika meninggal, pasti keluarganya merana dan pemilik barang tidak mau bertanggungjawab.

Dampaknya, sekarang populasi pengemudi truk semakin berkurang dan untuk mendapatkan yang berkualitas jauh dari harapan.

Pengemudi truk dengan penghasilan yang pas-pasan namun risiko kerja yang cukup besar, negara belum hadir untuk menetapkan upaha standar yang layak. Kementerian Tenaga Kerja mestinya menghitung upah standar bagi pengemudi truk.

Harus diakui pungutan liar (pungli) masih merajalela untuk angkutan barang. Pengemudi truk yang menanggung semua itu, bukan pengusaha truk atau pemilik barang. 

"Padahal penghasilan pengemudi tidak sebanding dengan barang yang diangkutnya. Perhatian buat kesejahteraan pengemudi truk di negeri ini masih sangat minim," imbuhnya.

Dampaknya sekarang, populasi pengemudi truk makin berkurang dan beralih profesi lain yang lebih menjanjikan kehidupan yang lebih layak.

Andaikan masih bertahan sebagai pengemudi, sebagian besar disebabkan belum mendapatkan pekerjaan yang penghasilan yang lebih besar. 

Kebijakan bisa relaksasi mengingat pemerintah masih berupaya menekan inflasi. Untuk barang-barang komoditas mudah menguap (volatile foods) ditunda dulu tetapi untuk barang yang tidak berpotensi menimbulkan inflasi bisa diketatkan aturan nya. 

Tak terkecuali untuk komoditas bahan makanan biasanya tidak terlalu berat, seperti cabai, bawang putih, bawang merah, kedelai, beras, daging sapi, daging ayam, tepung terigu, jagung (sembako) masih dapat ditolerir dalam batas muatan tertentu. 

"Selain sejumlah barang itu, sudah seharusnya dapat diterapkan menuju zero ODOL di tahun 2023. Jika diulur-ulur, sampai kapanpun para pengusaha akan selalu meminta penundaan. Toh, selama ini sejak tahun 2017 didengungkan, tidak ada upaya dari para pengusaha pemilik barang berniat baik mengikuti kebijakan menuju zero ODOL," tegas Djoko. 

Hanya ucapan namun tidak ada tindakan nyata. Sementara angka kecelakaan lalu linyas yang diakibatkan truk ODOL semakin bertambah.

Menurut Rodrigue dan Comtois (2006), perbandingan biaya transportasi tiap moda dengan jarak ada batasan maksimal jarak. 

Jika menggunakan angkutan jalan maksimal sekitar 500 km, dengan angkutan KA maksimal 1.500 km. dan jika lebih dari 1.500 km lebih efisien menggunakan angkutan laut.

Untuk mengurangi beban jalan di Jawa, perjalanan, subsidi angkutan barang menggunakan KA untuk jarak lebih 500 km dapat diberikan. 

Sudah dipastikan, truk yang mengangkut barang untuk jarak di atas 500 km pasti muatan lebih dan jika masih kurang, dimensi atau kapasitas angkut truknya (over dimension) dibuat lebih juga.

Angkutan barang menggunakan jalan rel masih dianggap mahal, karena selain double handling juga masih dikenakan PPN 10 persen dan TAC (track access charge). 

Dapat diberikan subsidi angkutan barang dengan jalan rel, seperti halnya angkutan barang menggunakan jalan raya (jarak lebih dari 500 km). Angkutan laut dimaksimalkan untuk jarak lebih dari 1.500 km

Sebenarnya biaya angkut dengan moda KA akan murah, jika pemerintah memberikan BBM subsidi untuk KA barang, IMO dari APBN diberikan 100 persen dan TAC (track acces charge) dihilangkan. 

"Subsidi angkutan barang dengan jalan raya sudah diberikan. Tahun 2022 ada lima lintasan yang mendapat bantuan itu," tambah dia.

Berdasarkan informasi dari PT KAI, kondisi angkutan barang dengan moda KA menggunakan BBM industri sudah Rp1 triliun lebih. 

PT KAI menambal kekurangan IMO sekitar Rp2 triliun, ada regulasi baru untuk TAC setahun PT KA membayar sebesar Rp2,4 triliun dengan regulasi lama hanya Rp350 miliar.

Tentunya tarif barang akan lebih mahal menggunakan KA ketimbang jalan raya, jika tidak mendapat subsidi. 

"Dengan subsidi ini harapannya, pengusaha pemilik barang yang mengantarkan barangnya berjarak di atas 500 km dapat mengalihkan ke moda KA," pungkas Djoko. (omy)