Ironi Gubernur Jateng Ganjar Pranowo di HUT PDI-P: Diteriaki Kader `Presiden`, oleh Ketum Megawati Soekarnoputri Diingat Pun Tidak

  • Oleh : Dirham

Rabu, 11/Janu/2023 13:04 WIB
Ganjar hormat pada Puan Maharani. Ganjar hormat pada Puan Maharani.

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo turut hadir dalam acara Hari Ulang Tahun (HUT) ke-50 PDI Perjuangan, Selasa (10/1/2023). Sosok Ganjar begitu dielu-elukan oleh kader partai banteng. 

Pekik 'Ganjar Presiden' bahkan menggema ketika para kader mengerumuni orang nomor satu di Jateng itu. Namun, keriuhan serupa tak tampak di kalangan elite PDI-P. 

Seolah tak diacuhkan, nama Ganjar tidak sedikit pun disinggung oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dalam pidato satu setengah jamnya.

Pemandangan ini pun seakan menjadi ironi. Kehadiran Ganjar tampak begitu dinanti para kader, namun tak dapat perlakuan spesial dari elite partai banteng. 

Atensi kader begitu besar saat Ganjar tiba lokasi acara HUT ke-50 PDI-P di Jakarta International Expo, Jakarta Pusat, Selasa pagi. Kader berbaju merah berlambang banteng kebesaran PDI-P mengerumuni Ganjar yang hendak masuk ke dalam gedung. 

Mereka berdesak-desakan untuk bersalaman dan berfoto, atau sekadar menyapa Ganjar. Saking padatnya massa menyemut, sampai-sampai, Ganjar begitu kesulitan untuk berjalan. Namun begitu, Ganjar tampak menyambut hangat perhatian tersebut. 

Dia banyak tersenyum, menyambut jabatan tangan, dan tak menolak ketika diminta foto bersama. Gegap gempita yang sama juga terasa usai acara. Begitu keluar gedung, Ganjar langsung diserbu oleh ratusan kader PDI-P. 

Awak media sampai harus berdesakan dengan para kader ketika hendak mewawancarai Ganjar. 

"Gantian dong, wartawan!" seru beberapa kader. Tak menyerah, kader-kader partai banteng terus mengikuti pergerakan Ganjar untuk bersalaman dan berfoto bersama. 

Bahkan, teriakkan "Ganjar presiden" sempat menggema. "Ganjar, presiden! Ganjar, presiden!" pekik para kader. Tak diacuhkan.

Namun, ingar bingar sosok Ganjar itu seolah lenyap ketika Megawati tampil di panggung. Dalam pidato panjangnya yang memakan waktu lebih dari satu jam, ketua umum PDI-P tersebut tak sedikit pun menyebut nama Ganjar.

Megawati lebih banyak bicara soal dirinya sendiri dan pencapaiannya dalam membesarkan partai dan memimpin negara. 

Putri Proklamator itu juga menyinggung ketokohan sang ayah, Soekarno. Presiden kelima RI tersebut juga tak luput menyinggung beberapa nama pejabat negara seperti Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin. 

Sederet nama menteri Kabinet Indonesia Maju juga disebut-sebut Mega seperti Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD; Menteri Pendayagunaan Apratur Negara, Reformasi, dan Birokrasi (Menpan RB) Abdullah Azwar Anas; dan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini. 

Berulang kali Megawati juga menyinggung Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto, lalu Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI-P Kota Solo yang juga mantan Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo. 

Selain itu, Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi hingga Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim juga tak lepas dari perhatian Megawati. 

Bahkan, di sela-sela pidatonya, Megawati sempat memperkenalkan dua cucunya yang hadir, yang tak lain anak dari Ketua DPP PDI-P Puan Maharani. Tak sekali pun sosok Ganjar disinggung. 

Seolah tak mendapat tempat spesial, Ganjar tak duduk di deretan kursi tamu terdepan bersama para pejabat negara dan elite PDI-P. Baris kursi terdepan itu diisi oleh Megawati, Presiden Jokowi, Wapres Ma'ruf Amin. 

Ada pula putra-putri Megawati, Puan Maharani dan Prananda Prabowo, lalu Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung dan Sekjen Hasto Kristiyanto. 
Sementara, Ganjar tampak duduk di barisan kursi ketiga bersebelahan dengan kader-kader PDI-P lainnya. 

Saat prosesi pemotongan tumpeng, Megawati hanya didampingi beberapa nama seperti Presiden Jokowi, Wapres Ma'ruf Amin, Puan Maharani, Prananda Prabowo, Hasto Kristiyanto, Pramono Anung, dan Olly Dondokambey. 

Lagi-lagi, tak ada sosok Ganjar. Ironi Melihat ini, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, menyebutkan, kehadiran Ganjar di acara HUT ke-50 PDI-P seolah menjadi ironi. 

Menurut dia, ini tak lepas dari gaduh pencalonan presiden PDI-P untuk Pemilu 2024. Oleh para kader, sejak lama Ganjar digadang-gadang menjadi calon presiden (capres). 

Sementara, dukungan elite partai banteng tampak lebih mengarah ke putri mahkota, Puan Maharani. 

"Ganjar di internal dipinggirkan, di eksternal banyak yang dukung karena memang polanya seperti itu, karena di internalnya ada Mbak Puan," kata Ujang, Rabu (11/1/2023). 

Ujang mengatakan, wajar jika elite PDI-P lebih menginginkan Puan jadi capres. Sebab, Ketua DPR RI itu punya hak istimewa, sebagai putri Megawati sekaligus pewaris darah Soekarno. 

Sementara, meski punya modal elektabilitas besar, Ganjar bukan berasal dari trah Bung Karno. Oleh karenanya, ketimbang memberikan ruang buat Ganjar, perhatian partai lebih besar ditujukan buat Puan. 

"Kalau ada capres lain kan itu ibaratnya seperti ada matahari kembar yang tidak boleh bersinar di partai, biar saja sinarnya di luar," ucap Ujang. 

Ujang menilai, dalam pidato kemarin, Megawati tampak lebih condong membela putrinya sendiri. Ini tersirat ketika Megawati berulang kali menyinggung peran penting perempuan. 

Meski tidak menyebut nama Puan secara langsung, namun, kata Ujang, pidato Megawati mengesankan bahwa dia mendukung perempuan menjadi pemimpin. 
"Secara kasat mata, pernyataan itu berlaku umum bagi selalu kadar PDI-P maupun seluruh perempuan Indonesia. Tapi secara spesifik, secara subjektif, bisa saja ditafsirkan bahwa itu sinyal dukungan Megawati untuk Puan," ucap ujang. 

Kendati demikian, Ujang mengatakan, politik masih sangat dinamis. Pencapresan PDI-P belum final meski diprediksi bakal tetap berkutat pada dua nama, antara Ganjar atau Puan. 

Melihat langgam politik PDI-P yang kerap mengumumkan jagoannya pada detik-detik menjelang pencapresan, "partai wong cilik" itu diperkirkan belum akan mengumumkan capres dalam waktu dekat. 

"Politik selalu berubah, selalu dinamis. Hari ini mungkin seperti itu, ke depan kita nggak tahu. Itu yang sulit dipelajari di politik," tutur Ujang. (ds/sumber Kompas.com)