Oleh : Naomy
SANUR (BeritaTrans.com) - Kecelakaan kapal yang terjadi di wilayah perairan Sanur menuai sorotan tajam dari Anggota DPR-RI Komisi VII, Bambang Haryo Soekartono, yang akrab disapa BHS.
Dia menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap sistem keselamatan pelayaran, mulai dari kelayakan kapal, sumber daya manusia (SDM) yang menjaga laut dan pantai untuk penyelamatan manusia dan barang pada saat terjadi kecelakaan, hingga manajemen keselamatannya.
Baca Juga:
PELNI Pastikan Angkutan Sapi Jelang Idul Adha Lancar
“Permasalahan keselamatan ini menyangkut banyak aspek. Dari sisi kapal, harus sesuai standar klasifikasi seperti notasi A101T atau A101P, A101 L dan A101 T yang disesuaikan dengan jarak pelayaran dan rute terhadap daratan terdekat,” tegas BHS, Selasa (10/6/2025).
Dia juga menyoroti pentingnya SDM yang kompeten dalam menentukan kinerja.
Baca Juga:
Jelang Hari Raya Idul Adha, Layanan Angkutan Kapal Ternak Dioptimalkan
"Setiap awak kapal wajib memiliki sertifikat pelaut yang sah dan jumlah kru harus sesuai standar keselamatan. Ini perlu dievaluasi serius,” tambahnya.
Menurutnya, sistem manajemen keselamatan juga harus jelas mengacu pada standar internasional seperti IMO dan SOLAS atau standar domestik seperti Non-Convention Vessel Standard (NCVS).
Namun yang lebih krusial, adalah kesiapsiagaan eksternal dari lembaga penyelamat negara seperti Basarnas, Polair, dan KPLP.
“Di negara-negara seperti Amerika Serikat, Australia, Jepang, bahkan Filipina dan Thailand, kawasan wisata bahari selalu diawasi oleh coast guard atau tim penyelamat resmi. Tapi di Indonesia, kita justru melihat penyelamatan masih mengandalkan nelayan seperti di Danau Toba km sinar bangun, Bengkulu km Tiga Putra dan labuan bajo km Raja Bintang 02. Ini menandakan kegagalan lembaga-lembaga seperti Kamla, Polair, dan KPLP yang fungsinya tumpang tindih tapi tidak berjalan saat dibutuhkan,” bebernya.
BHS menyayangkan lambatnya respons penyelamatan dalam insiden di Sanur yang memakan waktu lebih dari dua jam tanpa kehadiran satu pun institusi resmi penyelamat.
“Beruntung seluruh penumpang selamat. Tapi ini menjadi citra buruk bagi pariwisata Indonesia di mata dunia. Tidak aman, tidak safety, dan tidak aman dan bahkan terjadi travel warning bagi touris australia dari pemerintahnya karena dianggap pariwisata pantai dan laut di Indonesia jarang yang terjaga,” imbuhnya.
Dia mendorong Kementerian Pariwisata untuk segera mengoordinasikan seluruh sektor terkait dalam satu forum khusus perlindungan keselamatan wisata bahari dan melakukan penertiban fungsional.
Bahkan, ditambahkan BHS, Kemenpar perlu menyampaikan permintaan maaf secara terbuka dan menyosialisasikan ini kepada wisatawan mancanegara.
BHS juga menekankan pentingnya realisasi asuransi penumpang serta penyidikan tuntas oleh penyidik Kementerian Perhubungan dan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
“Kurangnya jaket keselamatan di kapal juga perlu dievaluasi. Apakah ini sudah memenuhi aturan atau justru masih diabaikan?” tutupnya.
Seperti diketahui, kecelakaan laut menimpa sebuah kapal cepat The Tanis di Pelabuhan Tanjung Sanghyang, Desa Lembongan, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali, Rabu (4/6/2205) sekitar pukul 16.30 WITA
Kejadian berlangsung ketika boat tersebut bersiap bertolak menuju Pelabuhan Sanur.
Kapal tiba-tiba dihantam ombak besar dari belakang, mengakibatkan hilang keseimbangan hingga akhirnya terbalik tak jauh dari bibir pantai. (omy)