Oleh : Naomy
JAKARTA (BeritaTrans.com) - Pesawat tanpa awak atau drone atau Unmaned Aerial Vehicle (UAV) berukuran dan berkapasitas besar Hongyan HY100 ditawarkan untuk beroperasi di Indonesia.
HY100 untuk angkutan kargo ini dibangun manufaktur Ursa Aeronautical Technology (UAT) Co. Ltd di Xinjiang, China.
Baca Juga:
Pesawat Air China Terbakar Akibatkan 9 Penumpang Terluka, Bandara Changi Ditutup 3 Jam
“UAT menawarkan akan mendatangkan 20-25 unit UAV HY100 ke Indonesia. Drone-drone ini akan dirakit di sini,” jelas CEO Unmaned Air Transport Indonesia Agung Sasongkojati dalam “Presentasi dan Diskusi Bersama Perusahaan Drone Cargo Pertama di Dunia dari Tiongkok” di Jakarta, Kamis (26/6/2025).
Kapasitas drone hingga 1,9 ton kata Agung, sangat cocok sebagai alat angkut kargo tanpa awak di berbagai wilayah di Indonesia, terutama di Papua.
Baca Juga:
Pesawat Amfibi AG600 China Mulai Memasuki Fase Uji Terbang Kelaikan Udara
Ditambah lagi, pesawat sudah teruji andal dengan biaya operasinya yang cenderung rendah.
Secara tampilan, disebutkan Agung, seperti pesawat model lama, namun dia memiliki mesin yang bagus buatan Polandia dan kemampuan mumpuni.
Baca Juga:
Pesawat dari Kanada jadi Penerbangan Pertama yang Tiba di China
“Untuk membangun hanggar perakitannya bisa di bandara-bandara yang sepi, seperti Bandara Kertajati di Majalengka atau Bandara Dhoho di Kediri. Atau bisa juga di hanggar yang dimiliki operator penerbangan yang berminat mengoperasikannya,” urainya.
Di China, HY100 sudah memiliki sertifikasi laik operasional dari Civil Aviation Administration of China (CAAC).
Produksi pertamanya dikirimkan kepada pelanggannya pada 20 Januari 2022 dan sudah 3,5 tahun operasional dengan zero incident/accident.
Hal itu terjadi, kata Executive Deputy President Director UAT, George Zhong, karena pesawat nirawak ini memiliki kemampuan menyangkut aspek keselamatan.
"Bila terjadi kesalahan teknis, drone HY100 bisa melayang dan turun seperti menggunakan parasut," ungkap dia.
Sebelumnya, Assistant President Director UAT, Ping Yu Tin memaparkan bahwa UAT berkolaborasi dengan berbagai institusi riset bergengsi untuk meningkatkan pengembangan UAV besar yang diproduksinya.
UAT dinilai menjadi pionir dalam industri UAV berukuran dan kapasitas besar.
HY100 merupakan UAV bersayap tetap atau fixed wing dengan bobot lepas landas maksimum 5,25 ton. Drone ini memiliki jangkauan maksimum 1.800 kilometer dan daya tahan hingga 10,6 jam.
Mampu mempertahankan penerbangan jarak jauh yang stabil pada ketinggian 3-4 meter.
“Ketinggian terbang yang lebih fleksibel ini bisa menjadi pelengkap pesawat terbang ketinggian rendah lainnya, misalnya drone kecil,” ucapnya.
Contohnya, ketika digunakan untuk penyemprotan pestisida, HY100 dengan lebar sayap lebih dari 18 meter ini dapat menyemprot hingga 240.000 mu atau sekitar 16.000 hektare dalam satu hari.
"Cakupan aplikasinya memang luas, termasuk untuk perlindungan pertanian dan kehutanan, serta transportasi logistik dan pengiriman via udara," imbuh Agung.
Disampaikan juga oleh Director UAT in Indonesia, Song Yi (Mike) di hadapan para operator penerbangan anggota Indonesia National Air Carriers Association (INACA), biaya operasional HY100 lebih rendah sampai 50%-nya dibandingkan operasional pesawat berkapasitas sama yang menggunakan awak pesawat.
Namun, harga HY100 saat ini masih tinggi, sekitar USD 7 juta atau dua kali lipat dari harga Cessna Grand Caravan 208.
Di sisi regulasi, Indonesia masih terus mengupayakannya.
“Peraturan menyangkut drone ini selalu berkembang karena teknologinya pun masih berkembang. Namun kami upayakan, jika kita sudah siap, siap pula aturannya,” ujar Direktur Navigasi Penerbangan Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan. Syamsu Rizal.
Disampaikannya, karena tahapan pengoperasian drone itu masih percobaan, seperti juga di dunia dan masih belum mature apalagi untuk komersial, maka masih membutuhkan waktu untuk mengeluarkan peraturannya.
“Kami jelas antusias karena ini juga memiliki nilai lebih dan terus bersiap jangan sampai kehilangan kesempatan untuk lebih dulu di kawasan dalam hal regulasi drone itu. Kami juga terus melihat, bagaimana perkembangan industri drone itu. Sebagai regulator, kami menghormati keinginan mereka,” tutur Syamsu Rizal.
Agung menambahkan, semua pihak yang berkepentingan dan terkait dalam industri drone di Indonesia bisa mewujudkan dan mengembangkan industri drone sebagai industri penerbangan masa kini dan masa depan.
“Kita tidak ingin kehilangan momentum untuk segera mewujudkannya, kalau tidak ingin ketinggalan oleh yang lain. Ini kesempatan yang sangat berharga untuk menjadikan Indonesia negara pertama,” tutupnya. (omy)