Ekonomi Indonesia 2016 Naik Tipis Didorong Konsumsi Sektor Swasta

  • Oleh : an

Selasa, 20/Des/2016 16:33 WIB


JAKARTA (Beritatrans.com) - Tahun 2016 ini pertumbuhan ekonomi Indonesia dipekirakan hanya lima persen. Tapi angka tersebut sudah lebih baik dibandingkan pertumbuhan 2015 lalu sebesar 4,79 persen. Konsumsi swasta masih menjadi pendorong utama pertumbuhan. Demikain disampaikan Direktur Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Muhammad Faisal dalam kajian akhir tahun 2016 di Jakarta, Selasa (20/12/2016). "Masih lemahnya daya beli masyarakat terutama menengah bawah dan masih tingginya suku bunga kredit konsumsi membuat pertumbuhan konsumsi relatif stagnan," kata dia.Dikatakan Faisal, sektor pertanian yang menyumbang 32 persen tenaga kerja domestik, nilai tukar petani per November 2016 berada di angka 101,31 turun dibandingkan Januari 2016 yang mencapai 102,55. Sementara itu upah riil buruh (informal) juga merosot dari Rp37.372 pada Januari 2016 menjadi Rp37.142 per November 2016.Dari sisi belanja pemerintah, rendahnya penerimaan negara dan penyerapan yang kurang optimal di awal tahun membuat pertumbuhan konsumsi pemerintah lebih lambat dari tahun sebelumnya. Sementara investasi tetap bruto, terutama investasi swasta, masih tertekan akibat melemahnya permintaa domestik dan global."Namun demikian, investasi pemerintah untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), masih cukup tinggi sejalan dengan meningkatnya alokasi anggaran untuk belanja infrastruktur. Di saat yang sama kegiatan ekspor juga belum begitu menggembirakan dengan realisasi ekspor barang sepanjang Januari-November 2016 yang masih mengalami kontraksi sebesar minus 5,6 persen," jelas Faisal.Hal serupa terjadi pada impor barang yang dalam 11 bulan terakhir terkontraksi minus 5,9 dibandingkan periode yang sama tahun 2015. Meski demikian, trend ekspor mulai menunjukan perbaikan memasuki kuartal terakhir tahun ini. Nilai ekspor bulan Oktober dan November mulai meningkat dibandingkan bulan yang sama tahun lalu, masing-masing sebesar 4,6 persen dan 21,34 persen."Hal ini terjadi sejalan dengan mulai membaiknya harga komoditas di pasar dunia, terutama batu bara dan kelapa sawit, serta pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di bulan November 2016," tukas dia. "Sementara itu, impor masih cenderung mengikuti trend tahun-tahun sebelumnya sehingga dalam dua bulan terakhir terjadi pelebaran surplus perdagangan," tegas Faisal.(helmi)