Oleh : Redaksi
JAKARTA (BeritaTrans.com) - Indonesia termasuk satu dari tujuh negara yang masih mengonsumsi bensin nilai oktan (Research Octane Number/ RON) di bawah 90, selain Bangladesh, Kolombia, Mesir, Mongolia, Ukraina, dan Uzbekistan.
Sementara di antara sembilan negara di Asia Pasifik, Indonesia lah yang mengonsumsi bensin dengan nilai oktan terendah yakni 88. Pasalnya, kebanyakan negara lainnya mengonsumsi bensin dengan RON di atas 90.
Baca Juga:
DAMRI Berhasil Berangkatkan 5 Ribu Peserta Mudik Gratis Pertamina
SVP Strategic & Investment Pertamina Daniel Purba mengatakan bahwa perseroan memperoleh bensin RON 88 dari produksi kilang di dalam negeri maupun impor.
"Impornya (bensin RON 88) mostly dari Singapura. Semua kilang minyak pada prinsipnya bisa bikin RON 88. Kalau tidak salah, pernah juga impor dari Korea dan China," tuturnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (19/11/2020).
Baca Juga:
DAMRI Kerahkan 250 Bus Khusus Angkutan Lebaran 2024
Proses pengadaannya, lanjutnya, Pertamina membuka lelang pengadaan dengan mencantumkan spesifikasi bensin RON 88, lalu nanti pemilik kilang atau trader yang melakukan pencampuran (blending) untuk mengolah menjadi bensin RON 88 terlebih dahulu. Pencampuran ini menurutnya dilakukan di Singapura.
Hal senada diungkapkan Pengamat Ekonomi Energi UGM dan juga Mantan Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas Fahmy Radhi. Saat menjadi Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas atau biasa dikenal dengan Tim Anti Mafia Migas pada 2014-2015, pihaknya telah melakukan penelusuran terhadap proses pengadaan bensin Premium ini.
Baca Juga:
Resmi Naik! Berikut Daftar Terbaru Harga BBM Pertamina Per Wilayah di Indonesia
Dia mengatakan, pengadaan impor bensin Premium oleh Pertamina ini dilakukan dengan pencampuran di kilang minyak di Singapura dan Malaysia dan harganya bisa lebih mahal.
Karena bensin Premium ini tak banyak dijual di pasar internasional, maka menurutnya ini rentan adanya bahaya moral (moral hazard) yang berpotensi menjadi sasaran empuk bagi Mafia Migas berburu rente.
Oleh karena ini, Tim Anti Mafia Migas pada Mei 2015 telah memberikan rekomendasi agar Premium dihapus, termasuk impornya.
"Sejak beberapa tahun lalu, BBM Premium sudah tidak dijual lagi di pasar internasional, sehingga tidak ada harga patokan. Pengadaan impor BBM Premium dilakukan dengan blending di kilang minyak Singapura dan Malaysia, yang harganya bisa lebih mahal," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Kamis, (19/11/2020).
Sekedar kilas balik, tak selang sebulan sejak Presiden Joko Widodo dilantik menjadi Presiden pada periode pertama 2014-2019 dan akhirnya membentuk Kabinet pada Oktober 2014, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno membentuk Tim Reformasi Tata Kelola Migas pada November 2014. Tim yang diketuai Faisal Basri ini pun akhirnya mengeluarkan 12 poin rekomendasi final sebelum akhirnya resmi dibubarkan pada Mei 2015.
Adapun salah satu poin rekomendasi yaitu terkait tata niaga dan pengadaan minyak mentah dan BBM. Tim merekomendasikan agar Pertamina menghentikan impor RON 88 dan gasoil (solar) 0,35% sulfur, dan menggantinya masing-masing dengan impor Mogas92 dan gasoil 0,25% sulfur. Produksi minyak solar oleh kilang di dalam negeri ditingkatkan kualitasnya sehingga setara dengan gasoil 0,25% sulfur, dan mengalihkan produksi kilang domestik dari bensin RON 88 menjadi bensin RON 92.
Setelah lima tahun ada rekomendasi tersebut, nyatanya hingga kini belum bisa juga dijalankan.
Bahkan, pada 2017, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pun telah menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.20 tahun 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O, bensin yang harus dijual ke publik minimum harus mengandung RON 91. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 3 ayat 2 Peraturan Menteri LHK.
Namun nyatanya, peraturan ini juga belum bisa dijalankan.
Pertamina pun mengatakan menyerahkan sepenuhnya penghapusan Premium ini kepada pemerintah karena Premium termasuk jenis BBM khusus penugasan dari pemerintah.
Vice President Promotion & Marketing Communication PT Pertamina, Arifun Dhalia, dalam acara Webinar bersama YLKI, Rabu (18/11/2020), mengatakan, penghapusan Premium hanya bisa dilakukan lewat Peraturan Presiden (Perpres). Itu berarti, hanya Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang bisa menghapuskan bensin Premium.
"Pertamina sangat patuh kepada pemerintah sebagai regulator bahwa Premium harus disediakan," kata Arifun.