Soal Ekspor Benih Lobster: Susi Pudjiastuti Tutup, Edhy Prabowo Buka

  • Oleh : Dirham

Rabu, 25/Nov/2020 16:50 WIB
Menteri KKP Edhy Prabowo dan Susi Pudjiastuti. Menteri KKP Edhy Prabowo dan Susi Pudjiastuti.

JAKARTA (Aksi.id) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo pada Rabu, (25/11) dinihari. Dia ditangkap KPK di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, sepulangnya dari kunjungan ke Amerika Serikat.

Penangkapan Edhy sendiri, diduga berkaitan dengan korupsi ekspor benih lobster atau benur. Pada bulan Juli lalu, kebijakan Edhy Prabowo untuk melegalkan ekspor benih lobster memang sempat menuai beragam pro dan kontra di kalangan elite.

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti juga sempat memberikan kritik tegasnya atas kebijakan Edhy. Seperti yang diketahui, sejak Susi menjabat sebagai Menteri KKP, ia memang menutup rapat keran ekspor benih lobster.

Sebab, dia menganggap hal tersebut justru bisa merugikan negara, masyarakat, dan juga nelayan. Berikut informasi selengkapnya:

Edhy Prabowo ditangkap oleh KPK di Bandara Soekarno-Hatta setelah melakukan perjalanan ke Amerika Serikat. Penangkapan tersebut diduga berkaitan dengan kasus korupsi ekspor benih lobster.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango membenarkan KPK melakukan penangkapan terhadap sejumlah orang pada Selasa (23/11) malam hingga dini hari.

"Benar kita telah mengamankan sejumlah orang pada malam dan dini hari tadi," kata Nawawi.

Susi Pudjiastuti memang diketahui menentang keras keputusan Edhy Prabowo untuk melakukan ekspor benih lobster. Ia bahkan sempat mengutarakan opininya dalam sebuah video pendek yang diunggah di akun Instagram pribadinya, @susipudjiasuti115.

Dalam video yang diposting pada 10 Desember 2019 lalu, Susi bercerita tentang lobster saat tengah menyantap hidangan laut itu di kampung halamannya, Pangandaran.

Ia menyebut, jika lobster yang merupakan sumber daya dengan nilai ekonomi tinggi tidak boleh punah hanya karena ketamakan untuk menjual bibitnya.

"Lobster yang bernilai ekonomi tinggi tidak boleh punah, hanya karena ketamakan kita menjual bibitnya. Dengan harga seperseratusnya pun tidak," tulis Susi.

Menurutnya, lobster yang dibudidayakan sendiri saat dijual akan lebih mahal. Ia mengatakan, lobster berukuran 400 gram hingga 500 gram bisa dihargai sebesar Rp600 ribu hingga Rp800 ribu. Namun, jika dijual bibitnya biasanya hanya dihargai Rp30 ribu. Hal tersebut menurutnya tentu saja memberikan kerugian pada nelayan.

Oleh karenanya, Susi mengingatkan kepada para nelayan untuk tetap mempertahankan bibit lobster tersebut tumbuh secara alami di lautan. Menurutnya, akan banyak kerugian yang di dapat dari banyak pihak jika tetap melegalkan ekspor benih lobster.

"Jadi bukan pemerintah saja yang rugi, tapi masyarakat juga rugi, nelayan jangan bodoh dan kita akan rugi kalau itu (ekspor benih lobster) dibiarkan," tuturnya.

Meskipun tidak secara terang-terangan, namun pernyataan Susi sudah menegaskan bahwa pembukaan ekspor benih lobster berpotensi mematikan industri hasil tangkapan laut Indonesia yang keuntungannya bisa mencapai ratusan triliun rupiah.

Melalui cuitannya di Twitter, Susi Pudjiastuti juga sempat berkali-kali membahas dan mengkritik kebijakan ekspor benih lobster.

"Saya rakyat biasa yang tidak rela bibit lobster diekspor,"  tulis Susi melalui cuitan twitternya, seperti dikutip merdeka.com, Selasa (7/7).

Lebih lanjut, Susi menjelaskan pembesaran lobster di laut sebagai habitat aslinya lebih baik. Sebab ada kesempatan bagi lobster untuk beranak pinak. Susi mengaku, saat ini nelayan sudah bisa membesarkan lobster dengan melakukan pemijahan setelah lobster bertelur juga sudah. Hanya saja, tingkat keberhasilannya masih rendah. Namun perkawinan sampai bertelur belum bisa dilakukan di luar habitat lobster.

"Nelayan mulai tangkap banyak dg size min 200 grm. Bila akan diadjust saat musim panen jd 150grm. Krn itu Bibit Lobster adlh Plasma Nutfah yg HARUS Negara &kita jaga sbg WARISAN untk anak cucu kita," tulis Susi di akun twitter @susipudjiastuti, Jakarta, Minggu (15/12/2019).

Ukuran bibit yang masih kecil dan disebut sebagai plasma nutfah itu, seharusnya diproteksi negara baik dari kerusakan, eksploitasi, perdagangan dan lain-lain. Ia menyebut, jika negara wajib melindungi.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mangatakan, jika pihaknya telah melakukan kajian mendalam tentang masalah ekspor benih lobster.

Ia menyebut, alasan KKP mengizinkan ekspor benih lobster untuk membantu belasan ribu nelayan kecil yang kehilangan mata pencarian akibat terbitnya Permen KP 56/2016. Permen tersebut melarang pengambilan benih lobster baik untuk dijual maupun dibudidaya.

Edhy juga membantah anggapan Permen KP No.12 tahun 2020 yang mengatur soal ekspor benih lobster condong ke kepentingan korporasi.

"Ekspor ini tidak hanya melibatkan korporasi tapi juga nelayan karena penangkap benihnya kan nelayan," kata  Edhy di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (24/6).

Edhy menjelaskan, ada 13 ribu nelayan yang menggantungkan hidup dari mencari benih lobster. Diakuinya hal ini memang menjadi perdebatan karena akibat ekspor dilarang nelayan tidak bisa makan. (ds/sumber Merdeka.com)