Oleh : Redaksi
NAYPYIDAW (BeritaTrans.com) - Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi dilaporkan ditahan, Senin (1/2/2021). Hal ini disampaikan langsung juru bicara Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Myo Nyunt.
Suu Kyi ditahan bersama Presiden Win Myint dan para pemimpin lainnya oleh kelompok miliiter. Ini terjadi setelah berhari-hari ketegangan meningkat antara pemerintah sipil dan junta.
"Saya ingin memberi tahu orang-orang kami untuk tidak menanggapi dengan gegabah dan saya ingin mereka bertindak sesuai dengan hukum," katanya dikutip Reuters, seraya menambahkan bahwa dia juga kemungkinan akan ditahan.
Ketegangan yang terjadi antara sipil dan militer telah menimbulkan ketakutan akan ada kudeta. Sebelumnya militer menuding pemilu 2020 yang dimenangkan NLD dengan 83 kursi di parlemen penuh kecurangan.
Pernyataan Militer Sebelumnya
Sebelumnya militer di Myanmar menyatakan akan melindungi dan mematuhi konstitusi, serta bertindak sesuai hukum, menyusul kekhawatiran bahwa mereka akan melakukan kudeta.
Dalam sebuah pernyataan, militer Myanmar mengatakan bahwa komentar panglimanya baru-baru ini tentang hasil pemilu dimaksudkan untuk mengklarifikasi situasi konstitusi kepada personel militer.
Pada Jumat (29/01), laporan bahwa militer Myanmar mungkin tengah mempersiapkan kudeta mendorong PBB untuk meminta semua pihak agar menghormati demokrasi.
Myanmar baru menikmati satu dekade terakhir di alam demokrasi setelah hampir 50 tahun di bawah kekuasaan militer.
Para anggota parlemen Myanmar akan mulai bekerja pada Senin (01/02), sesi baru sejak partai Aung San Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi meraih kemenangan mutlak pada pemilihan umum November lalu.
Namun militer Myanmar yang sangat kuat mempertanyakan validitas kemenangan itu. Selama berminggu-minggu, militer menuduh terjadinya kecurangan besar dalam pemilu.
Komisi pemilihan umum Myanmar sendiri mengatakan pemilu diselenggarakan secara bebas dan adil.
Polisi berjaga-jaga di dekat gedung parlemen di Naypiydaw, Jumat (29/01). Foto: Reuters.
Pada Rabu (27/01), panglima militer Jenderal Min Aung Hlaing mengatakan kepada personel militer bahwa konstitusi harus dihapus jika tidak dipatuhi. Ia memberi contoh peristiwa-peristiwa sebelumnya ketika undang-undang dihapuskan di Myanmar.
Dalam pernyataan yang dirilis pada Sabtu (30/01), militer Myanmar – dikenal secara lokal sebagai Tatmadaw – mengatakan komentar sang panglima itu telah disalahartikan.
"Tatmadaw melindungi konsitusi 2008 dan akan bertindak sesuai hukum," menurut pernyataan itu, yang dikutip kantor berita Reuters.
"Beberapa organisasi dan media berasumsi apa yang mereka mau dan menulis seakan-akan Tatmadaw akan menghapus konstitusi."
Menurut pernyataan militer, komentar tersebut bermaksud "membuat mereka [personel militer] memahami situasi konstitusi."
Partai Aung San Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), yang meraih kemenangan mutlak dalam pemilu November lalu, menyebut pernyataan dari militer "penjelasan yang cukup".
Juru bicara NLD Myo Nyunt mengatakan kepada Reuters bahwa partai ingin militer menjadi organisasi "yang menerima hasrat masyarakat tentang pemilu".
Militer Myanmar menyatakan terjadi kecurangan besar dalam pemilu November lalu, namun komisi pemilu membantah.
Mengapa muncul kekhawatiran akan ada kudeta?
Militer menuding ada sekitar 10 juta kasus pelanggaran secara nasional dalam pemilihan umum November lalu. Mereka menuntut agar klaim tersebut diselidiki.
Militer juga menuntut komisi pemilihan menerbitkan daftar pemilih untuk verifikasi.
Pemilu pada November lalu merupakan pemilu kedua yang diselenggarakan di Myanmar.
Seperti yang telah diperkirakan, Aung San Suu Kyi - figur yang sangat dihormati di Myanmar - serta partainya menyapu hasil pemilu dengan kemenangan besar.
Militer mengatakan akan "bertindak" jika keluhan mereka soal pemilu tidak ditanggapi. Seorang juru bicara militer menolak berkomentar terkait kemungkinan pengambilalihan kekusaan.
Komisi pemilihan mengeluarkan pernyataan Kamis (28/01) dengan mengatakan pemilu diselenggarakan bebas dan adil dan mencerminkan "keinginan rakyat".
Komisi juga menyanggah adanya tudingan kecurangan. Namun mengakui ada "kejanggalan" dalam daftar pemilih dan tengah menyelidiki 287 keluhan yang mereka terima.
Para pendukung militer melakukan protes di depan komisi pemilihan umum di Yangon, Jumat (29/01). Foto: Reutres.
Pada hari Jumat (30/01), Kedutaan besar AS bersama dengan 16 kedutaan negara lain termasuk Inggris dan delegasi Uni Eropa mengeluarkan pernyataan, mendesak militer "mematuhi norma demokrasi."
"Kami menentang upaya apapun untuk mengubah hasil pemilihan umum atau menghalangi transisi demokratis Myanmar," demikian pernyataan yang ditandatangani oleh sejumlah kedutaan termasuk AS, Uni Eropa, Australia dan Inggris.
Sementara itu, Sekjen PBB Antonio Gutteres juga mengungkap seruan serupa seperti diungkapkan oleh juru bicaranya, Stephane Dujarric.
"Dia mendesak semua pihak untuk mencegah bentuk provokasi apapun dan menunjukkan kepemimpinan serta mematuhi norma demokrasi dan menghargai hasil (pemilu)," kata Dujarric dalam pernyataan.
"Semua masalah pemilu harus diselesaikan melalui mekanisme legal," tambahnya.
Keamanan di ibu kota Naypidaw ketat pada hari Jumat (29/01) dengan pengerahan polisi dan jalan-jalan ditutup dengan pagar dan kawat berduri.