Oleh : Naomy
JAKARTA (BeritaTrans.com) - PT Angkasa Pura II (Persero) serius menerapkan konsep eco-friendly airport atau green airport dan ini menjadi yang pertama di ASEAN.
PT Angkasa Pura II bersama Ditjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM dan MTR3 - United Nations Development Programme (UNDP) secara resmi melakukan kick off meeting untuk merumuskan Sistem Manajemen Energi (Energy Management System) guna memeroleh sertifikat global ISO 50001 pada Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta.
Baca Juga:
Angkasa Pura II Kenalkan AeroBuddy, Platform Artificial Intelligence Pertama di Bandara Indonesia
"Nantinya, Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta akan menjadi bandara pertama di Indonesia dan Asia Tenggara yang memiliki sertifikat global ISO 50001," jelas President Director PT Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin, Kamis (11/2/2021).
Secara umum, institusi yang berhasil mendapat standar global ISO 50001 menandakan bahwa institusi tersebut memiliki sistem manajemen energi untuk menetapkan kebijakan energi, tujuan, target energi, rencana aksi dan proses yang fokus pada efisiensi energ antara lain dengan memanfaatkan energi baru dan terbarukan (EBT)i.
Dia mengatakan, perseroan membutuhkan Sistem Manajemen Energi sesuai sertifikat global ISO 50001 sebagai pakem baru dalam pengembangan eco-friendly airport.
“Kami perlu tata cara, strategi, dan SOP [standard operating procedure] yang baru. Jangan mengelola hal baru dengan cara lama. Dibutuhkan cara baru untuk mempercepat penerapan eco-friendly airport di bandara AP II. Karena, penggunaan energi baru dan terbarukan [EBT] secara masif sudah di depan mata," ujar Awaluddin saat membuka kick off meeting.
Baca Juga:
Cakep, Bandara Soekarno-Hatta Sukses Layani 54 Penerbangan VVIP KTT ke-43 ASEAN
Konservasi energi menjadi prioritas bagi PT Angkasa Pura II, sebagai upaya antisipasi perusahaan terhadap isu perubahan iklim global.
Pihaknya sudah memulai di Bandara Soekarno-Hatta dengan menggunakan EBT yakni PLTS di gedung Airport Operation Control Center [AOCC] dan layanan taksi listrik yang dioperasikan Grab dan Blue Bird.
Bandara Soekarno-Hatta ini akan menjadi point of interest untuk penggunaan energi baru dan terbarukan.
Lebih lanjut, Awaluddin mengatakan, Sistem Manajemen Energi berstandar global ISO 50001 ini juga merupakan upaya dalam menekan biaya operasional.
“Situasi sulit di tengah pandemi ini memberi kami pembelajaran, ditemukan resep baru pengelolaan bandara yang dapat menekan biaya operasional, salah satunya adalah Sistem Manajemen Energi sesuai ISO 50001," ucapnya.
Adapun sistem manajemen energi untuk Terminal 3 ini nantinya juga dapat digunakan di bandara-bandara lainnya.
“Jika sudah memiliki suatu pakem atau standar, maka kami bisa menyesuaikan skalanya untuk diterapkan di bandara lain,” kata Awaluddin.
Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta sendiri adalah terminal penumpang pesawat terbesar di Indonesia dengan kapasitas mencapai 25 juta penumpang per tahun.
Di tempat yang sama, Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur EBTKE Luh Nyoman Puspa Dewi mengatakan, sampai saat ini di Indonesia baru terdapat 113 perusahaan yang mendapat sertifikat global ISO 50001 terdiri dari dua sertifikat diberikan ke bangunan/gedung, 64 sertifikat ke perusahaan industri, dan 47 sertifikat ke perusahaan energi.
“Ini bertujuan mencapai penghematan energi dan penurunan gas rumah kaca. Kegiatan ini [sertfikasi ISO 50001] juga dapat berdampak pada kinerja AP II, serperti cost efficiency,” ungkap Puspa.
Dia menuturkan, konservasi energi menjadi salah satu prioritas utama bagi banyak perusahaan energi dan perusahaan milik negara di Indonesia seiring dengan upaya pemerintah untuk mendorong perusahaan mengadopsi produktivitas lebih baik dengan emisi dan limbah lebih sedikit.
Sementara itu Manajer Proyek Nasional MTRE3 - UNDP Boyke Lakaseru menyebutkan, pihaknya akan memberikan pendampingan dan dukungan teknis agar Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta dapat memeroleh sertifikat ISO 50001.
Boyke menyampaikan, ada tiga hal yang akan dilakukan dalam merumuskan Sistem Manajemen Energi untuk meraih sertifikat ISO 50001.
Pertama adalah menentukan kerangka kerja detil dan kerangka waktu (workplan & timeline). Kedua, pemetaan profil perusahaan terkait energi, dan ketiga antara lain laporan pemetaan Final Energy Management System dan Sertifikasi ISO 50001 oleh TUV SUD di tahun pertama.
Adapun perumusan Sistem Manajemen Energi untuk Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta ini merupakan tindak lanjut dari penandatanganan nota kesepahamam (memorandum of understanding/MoU) antara PT Angkasa Pura II dan Ditjen EBTKE Kementerian ESDM tentang Penerapan Konservasi Energi dan Pemanfaatan Energi Terbarukan Secara Berkelanjutan Pada Bandara Udara. (omy)