Pemilik Kapal Harus Singkirkan Kerangka Armadanya Bila Terjadi Kecelakaan

  • Oleh : Naomy

Minggu, 14/Feb/2021 17:57 WIB
Ilustrasi kapal tenggelam (Hubla) Ilustrasi kapal tenggelam (Hubla)

JAKARTA (BeritaTrans.com) – Pemilik kapal harus singkirkan kerangka armadanya bila terjadi kecelakaan di perairan.

Kementerian Perhubungan kembali mengingatkan kepada para pemilik kapal agar mematuhi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 71 Tahun 2013 tentang Salvage dan/atau Pekerjaan Bawah Air.

Baca Juga:
Digitalisasi Pelayanan, Pelabuhan Cirebon Go Live STID dan SIMON TKBM

Peraturan tersebut telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 38 Tahun 2018 yang menjadi tanggung jawab dari pemilik kapal jika kapalnya mengalami insiden atau kecelakaan.
 
“Kegiatan salvage diperlukan untuk memberikan pertolongan terhadap kapal dan/atau muatannya yang mengalami kecelakaan atau dalam bahaya di perairan, mengangkat dan menyingkirkan kerangka kapal dan/atau muatannya dan rintangan bawah air atau benda lainnya dan itu menjadi tanggung jawab dari pemilik kapal,” urai Direktur Jenderal Perhubungan Laut, R. Agus. H. Purnomo di Jakarta, Ahad (14/2/2021).

Dijelaskannya, pada tahun 2014, terjadi kasus kecelakaan pada kapal KM Patar milik PT Kanaka Line yang mengakibatkan tenggelamnya kapal di perairan di Merauke, Papua.

Baca Juga:
Kembangkan Pelabuhan Patimban, Menhub Ajak Pelaku Usaha Berpartisipasi

Pada kasus tersebut, pemilik kapal pada awalnya tidak mau bertanggungjawab untuk mengangkat bangkai kapalnya. 

"Namun akhirnya setelah dilakukan sejumlah upaya hukum melalui bantuan Bareskrim, akhirnya pada Januari 2021 pemilik kapal akhirnya bersedia untuk mengangkat kapalnya dengan menujuk perusahaan Salvage. Namun demikian proses hukum masih tetap berjalan,” ujarnya.

Baca Juga:
Menhub Dukung Tersus Muara Sampara Menjadi Badan Usaha Pelabuhan

Dirjen Agus mengemukakan, dengan adanya Permenhub No 38 Tahun 2018, telah diatur dengan jelas mengenai kegiatan Salvage yang bisa dilakukan oleh pemilik kapal. 

Pemilik kapal bisa juga menunjuk perusahaan Salvage untuk mengangkat dan menyingkirkan muatan kapal maupun benda lainnya yang bisa membahayakan keselamatan pelayaran.

“Kasus yang terjadi pada PT Kanaka Line bisa menjadi pembelajaran bagi para pemilik kapal agar dapat mengikuti peraturan yang berlaku untuk bertanggung jawab terhadap kegiatan Salvage, guna menghindari dilakukannya upaya hukum jika terjadi pelanggaran terhadap kewajiban kegiatan Salvage,” tutupnya.

Sebagai informasi, aturan dan kewajiban pemilik kapal berdasarkan UU No 17 Tahun 2008 tentang pelayaran pada Pasal 203 menyatakan bahwa pemilik kapal wajib menyingkirkan kerangka kapal dan/atau muatannya yang mengganggu keselamatan dan keamanan pelayaran paling lama 180 hari sejak kapal tenggelam.

Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 71 Tahun 2013 tentang Salvage dan/atau Pekerjaan Bawah Air sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 38 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Salvage dan/atau Pekerjaan Bawah Air.

Ditegaskan pada pasal 13 ayat (1) yang menyebutkan bahwa pemilik kapal wajib menyingkirkan kerangka kapalnya dan/atau muatannya ke tempat lain atau dumping area untuk kerangka kapal dan/atau muatannya yang ditentukan oleh Kepala Kantor Unit Pelaksana Teknis di pelabuhan terdekat. (omy)