Mudik Lebaran? Bikin Dosa di Kota, Minta Maaf di Kampung

  • Oleh : Redaksi

Senin, 12/Apr/2021 10:58 WIB


SATUAN Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menerbitkan Surat Edaran larangan Mudik Lebaran yang berlaku 6-17 Mei 2021. Tujuannya adalah untuk melakukan pemantauan, pengendalian, dan evaluasi dalam rangka mencegah terjadinya peningkatan penularan Covid-19.

Larangan itu tertuang dalam SE Nomor 13 Tahun 2021 Tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 selama bulan suci Ramadhan 1442 Hijriah. Ketentuan dalam SE ditandatangani oleh Ketua Satgas, Doni Monardo pada 7 April 2021.

Pelarangan itu ditindaklanjuti Kementerian Perhubungan (Kemenhub) membatasi pergerakan seluruh moda transportasi pada 6-17 Mei 2021 sejalan dengan larangan mudik tahun ini.

Sedangkan Korlantas Polri  melakukan pencegahan aktivitas mudik Lebaran 2021 di 333 titik tertentu mulai hari ini, Senin (12/4/2021). Langkah ini dilakukan guna menekan lonjakkan kasus virus corona alias Covid-19. 

Kegiatan tersebut diselenggarakan melalui Operasi Keselamatan hingga 25 April 2021. Kabag Ops Korlantas Polri Kombes Pol. Rudi Antariksawan menjelaskan, setiap warga atau kendaraan yang melewati pos penyekatan bakal diperiksa petugas dan harus menunjukkan hasil tes swab atau rapid antigen, maupun hasil tes menggunakan alat GeNose.

“Kalau ada yang bepergian dengan alasan tertentu, diperiksa surat-surat dan dipastikan dalam keadaan sehat atau cek protokol kesehatan,” katanya dalam keterangan resmi, Minggu (11/4/2021). 

Tujuan pelarangan mudik itu tentu sangat mulia yakni menekan penyebaran Covid-19, namun ada banyak hal menarik menyangkut tradisi mudik. Pertama, tradisi ini telah berlangsung lama setiap tahun. Untuk sebagian warga Jakarta, mudik ke kampung halaman untuk meminta maaf kepada orang tua, keluarga dan handai taulan. Dengan demikian, tujuan mudik juga mulia.

 Dulu ketika masih tinggal di Kemayoran, Jakarta Pusat, mudik Lebaran menimbulkan pertanyaan tersendiri di kalangan warga, yang tidak mungkin mudik karena orang tuanya berada di Jakarta. Mereka merayakan Lebaran, bersilaturahmi plus bermaaf-mafaan dengan sesama warga, yang tidak mudik.

Dengan momentum Idul Fitri, warga dapat berkumpul. Memakai baju baru. Saling mencicipi masakan dan kue. Opor ayam dan ketupat menjadi primadona, Bahkan untuk anak-anak menjadi waktu bagi mereka mendapatkan uang dari saweran tetangga.

"Kenapa pada mudik ya. Bukannya kita bikin dosanya di sini, terus kenapa maaf-mafaannya di kampung. Mestinya kan maaf-maafan dulu di sini, Lebaranan di sini dulu, terus silakan deh pulang kampung," tutur seorang kawan.

Kawan lainnya mengemukakan dengan banyaknya warga mudik, maka tertutup kemungkinan saling bermaafan seusai salat Idul Fitri. "Emang sih bisa maaf-mafaan habis Lebaran, tapi kan kurang afdol kalo nggak pas Lebaran," cetusnya.

 

  

Tags :