Oleh : Redaksi
JAKARTA (BeritaTrans.com) - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) akan melakukan proyek uji coba (pilot project) konversi bahan bakar minyak (BBM) ke gas alam cair (LNG) untuk moda transportasi kereta api yang dioperasikan PT KAI mulai 10 Agustus 2021 mendatang.
Hal tersebut berdasarkan kesepakatan bersama antara BPH Migas dan PT Kereta Api Indonesia (Persero) (KAI) dan PT PGN LNG di Kantor Pusat KAI, Bandung, pada pekan lalu (24/05/2021).
Baca Juga:
Perjalanan 79 Tahun KAI, Keselamatan dan Keberlanjutan untuk Bangsa Indonesia
Lantas, persiapan apa saja yang diperlukan untuk menuju uji coba konversi BBM ke LNG untuk kereta api ini?.
Muhammad Ibnu Fajar, Anggota Komite BPH Migas, mengatakan pihaknya harus memastikan agar teknologi konversi sumber energi ke LNG ini harus cocok dengan mesin yang ada.
Baca Juga:
Perayaan HUT ke-79, KAI Menandatangani Berbagai MoU dan Launching Inovasi Terbaru
Selain itu, pihaknya juga akan memastikan bahwa pasokan LNG untuk proyek ini aman dan dialokasikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Pasalnya, lanjutnya, pasokan LNG menjadi hal krusial dalam proyek uji coba konversi BBM ke LNG ini.
"Pertama, competitiveness pada teknologi harus compatible (cocok) pada mesin yang sebelumnya dari solar ke gas bumi. Ini tugas PT KAI sebagai konsumen dan PGN sebagai penyedia LNG, sementara dari BPH Migas kita pastikan pasokan LNG. Untuk itu, hubungan dengan Kementerian ESDM harus ada koordinasi baik supaya konversi ini berjalan baik," paparnya kepada CNBC Indonesia, Senin (31/05/2021).
Baca Juga:
Dukung Pentingnya Employee Well-Being, Dirut KAI Resmikan Rail Kids Daycare
Tak hanya itu, menurutnya pihaknya juga akan menyusun aturan maupun prosedur tata laksana dari kegiatan ini.
"Ketiga adalah persiapan masalah operating untuk evaluasi. BPH Migas akan susun standard operating untuk evaluasi selama inisiasi selama konversi ini. Akan dibuat aturan oleh BPH Migas, sehingga ini menjadi dasar konversi ke konsumen pengguna lainnya," ujarnya.
Dia menjelaskan, pentingnya konversi BBM ke LNG ini guna mengurangi impor BBM, termasuk dalam hal ini solar/ diesel yang digunakan kereta api. Terlebih, lanjutnya, sumber gas dan produksi gas di dalam negeri relatif tinggi dan stabil, berbeda dengan minyak yang terus mengalami penurunan.
"Untuk produksi gas bumi di Indonesia masih relatif besar ya dan decline(penurunan) produksi kecil, dalam jangka waktu 10-20 tahun ke depan gas bumi menjadi alternatif yang bisa digunakan untuk konversi (dari BBM), bisa diberikan kuota LNG dari pemerintah," tuturnya.
Dia mengatakan, selama ini ada sekitar 1 juta kilo liter (kl) BBM bersubsidi yang dialokasikan untuk kereta api yang dioperasikan PT KAI maupun kapal laut. Bila konversi dilakukan, maka ada potensi penghematan subsidi.
Bila setiap liter terdapat subsidi sekitar Rp 500, dengan pengurangan 1 juta kl solar bersubsidi, artinya ada potensi penghematan subsidi sekitar Rp 500 miliar per tahun.
"Ada sekitar Rp 500 miliar yang bisa dihemat hanya dari sektor penggunaan BBM untuk kereta, belum lainnya. Kuota solar subsidi tahun ini perkiraannya mencapai 15 juta kl," ujarnya.
Sebelumnya, Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa berharap sinergi bisa semakin terjalin ke depannya antara BPH Migas, KAI dan PGN LNG. Menurutnya, PGN LNG adalah ujung tombak PGN sebagai subholding gas di dalam membangun storage LNG container maupun isotank untuk penyimpanan.
"Sudah 7 bulan disepakati rencana alih energi dari BBM subsidi ke LNG, bahkan sempat bersama-sama meninjau sampai Bukit Asam. Bersama-sama memikirkan kepentingan nasional, dengan upaya mengurangi penggunaan subsidi," ungkap Ifan, sapaannya, pada pekan lalu.
Lebih lanjut Ifan menyampaikan Kuota 1 juta KL yang ditetapkan oleh BPH Migas selama ini diberikan untuk non transportasi mobil kendaraan darat. Artinya 1 juta KL itu untuk KA dan kapal laut. Sehingga dibutuhkan ide-ide kreatif termasuk konversi dari BBM subsidi ke LNG. (dn/sumber: CNBCIndonesia.com)