Kronologi Biaya Bengkak Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung

  • Oleh : Redaksi

Sabtu, 11/Sep/2021 16:16 WIB
Ilustrasi kereta cepat. Foto: ist. Ilustrasi kereta cepat. Foto: ist.

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Pihak PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI akan menjadi pemegang saham mayoritas di konsorsium proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI). 
 

KAI akan menggantikan posisi PT Wijaya Karya (Persero) Tbk yang saat ini menjadi pimpinan konsorsium proyek tersebut.

"Dari informasi yang kami terima, KAI akan menambah setoran modalnya ke PSBI. Dengan begitu tentu KAI akan menjadi pemegang saham terbesar," ujar Sekretaris Perusahaan Wijaya Karya Mahendra Vijaya, Rabu (8/9/2021).

Baca Juga:
DAMRI Berangkatkan Ribuan Peserta Mudik Gratis Bersama BUMN

PSBI adalah konsorsium yang berisi empat BUMN, yakni Wijaya Karya, KAI, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) atau PTPN VIII. Konsorsium ini memiliki 60 persen saham di operator proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC)

Lalu, 40 persen saham KCIC digenggam oleh Beijing Yawan HSR Co.Ltd.

Saat ini, pemegang saham terbesar di PSBI adalah Wijaya Karya dengan porsi 38 persen. Sementara, KAI dan PTPN VIII masing-masing 25 persen, serta Jasa Marga 12 persen.

Dihubungi terpisah, Vice President Corporate Public Relations KAI Joni Martinus enggan berbicara gamblang terkait rencana penambahan modal saham perusahaan di PSBI. Ia mengatakan informasi ini lebih baik dikonfirmasi ke Kementerian BUMN.

"Silakan dikonfirmasi ke humas Kementerian BUMN karena hal tersebut kewenangan pemerintah," ujar Joni.

Sementara, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan pihaknya telah membahas rencana penambahan saham KAI di PSBI. Ia mengakui bahwa KAI akan menjadi pimpinan konsorsium BUMN di proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

"Menangani suntikan dana KAI, nah dengan suntikan dana tadi lead (pemimpin konsorsium) nya ya KAI," ungkap Arya.

Sedikit mengulas kembali, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung bisa dikatakan mengandung polemik sejak awal dicanangkan oleh pemerintah. Proyek ini masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016.

China 'Tikung' Jepang
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden China Xi Jinping menandatangani perjanjian pendanaan infrastruktur dengan China Development Bank dan KCIC.

Pemerintah melakukan peletakan batu pertama (groundbreaking) proyek kereta cepat Jakarta-Bandung pada 21 Januari 2016. Acara dihadiri langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Namun, Ignasius Jonan yang saat itu menjabat sebagai Menteri Perhubungan tak hadir dalam groundbreaking proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

Tak diketahui secara pasti alasan Jonan tak menghadiri acara groundbreaking proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Hal yang pasti, Jonan memang belum mengeluarkan izin pembangunan proyek tersebut saat groundbreaking dilakukan.

Bukan hanya soal izin pembangunan. China, sebagai mitra pemerintah dalam membangun kereta cepat Jakarta-Bandung juga disebut-sebut 'menikung' Jepang untuk mendapatkan proyek ini.

Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) telah menggelontorkan modal sebesar US$3,5 juta sejak 2014 untuk mendanai studi kelayakan.

Nilai investasi kereta cepat berdasarkan hitungan Jepang mencapai US$6,2 miliar, di mana 75 persennya dibiayai oleh Jepang berupa pinjaman bertenor 40 tahun dengan bunga 0,1 persen per tahun.

Namun, tiba-tiba saja China muncul dan melakukan studi kelayakan untuk proyek yang sama, setelah eks Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menandatangani nota kesepahaman kerjasama dengan Menteri Komisi Pembangunan Nasional dan Reformasi China Xu Shaoshi pada Maret 2015.

China kemudian menawarkan nilai investasi yang lebih murah, yakni sebesar US$5,5 miliar dengan skema investasi 40 persen kepemilikan China dan 60 persen kepemilikan lokal, yang berasal dari konsorsium BUMN.

Dari estimasi investasi tersebut, sekitar 25 persen akan didanai menggunakan modal bersama dan sisanya berasal dari pinjaman dengan tenor 40 tahun serta bunga 2 persen per tahun.

Selain itu, China menjamin pembangunan ini tak menguras dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia.

China memenangkan hati pemerintah Indonesia dalam membangun proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Jika dihitung, proyek itu sudah berjalan sekitar lima tahun.

Polemik baru pun terjadi. Direktur Keuangan & Manajemen Risiko KAI Salusra Wijaya melaporkan di harapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bahwa kebutuhan investasi proyek tersebut membengkak dari US$6,07 miliar atau sekitar Rp86,67 triliun (kurs Rp14.280 per dolar AS) menjadi US$8 miliar atau setara Rp114,24 triliun.
Meski membengkak, tapi ia menyebut estimasi ini sedikit turun dari perkiraan awal mencapai US$8,6 miliar atau Rp122,8 triliun. Biaya bengkak karena Indonesia belum menyetor modal awal senilai Rp4,3 triliun.

Padahal, setoran itu seharusnya dilakukan sejak Desember 2020. Jumlah itu belum termasuk estimasi tanggung jawab sponsor dalam membiayai pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar Rp4,1 triliun.

Untuk itu, KAI mengajukan penundaan setoran menjadi Mei 2021. Namun, hingga saat ini belum ada kejelasan dari konsorsium kontraktor High Speed Railway Contractors Consortium (HSRCC), baik terkait penundaan setoran maupun permintaan restrukturisasi kredit proyek.

Hanya saja, ia tidak mengatakan apa alasan yang membuat setoran awal belum diberikan.

Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo mengatakan biaya proyek yang bengkak itu akan membebani keuangan negara. Potensi ini muncul dari hasil kajian konsultasi independen.

Selain itu, Didiek menilai komunikasi antara Indonesia dan China kurang lancar karena pemimpin proyek, Wijaya Karya sejatinya merupakan perusahaan konstruksi, bukan perusahaan di bidang kereta api. Namun, membangun proyek kereta cepat.

Sebagai informasi, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung membentang sepanjang 142,3 kilometer dan ditargetkan rampung pada akhir 2022 nanti. Kereta cepat ini akan melalui empat stasiun di antaranya Halim (Jakarta Timur), Karawang, Walini, dan Tegalluar (Bandung).

Sekitar 58 persen jalur kereta cepat akan dibangun menggunakan struktur layang dan melalui 13 terowongan yang tersebar di beberapa titik.

Nantinya kereta cepat ini akan melaju hingga kecepatan 350 kilometer/jam dengan estimasi waktu keberangkatan antara Jakarta-Bandung hanya berkisar 46 menit.

Kereta cepat ini akan mampu menampung 601 penumpang yang terdiri atas 18 penumpang VIP, 28 penumpang kelas 1, dan 555 penumpang kelas dua dalam satu keberangkatan.

Pembangunan kereta cepat juga akan diintegrasikan dengan Transjakarta dan LRT Jabodebek untuk meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas penumpang. (dn/sumber: cnnindonesia.com)

Baca Juga:
Mudik Gratis BUMN Untuk Bantu Arus Mudik Lebih Kondusif

?>
https://svps17huda.com/