Cegah Masuknya Varian Baru COVID-19, Pemerintah Tingkatkan Deteksi di Bandara

  • Oleh : Redaksi

Selasa, 14/Sep/2021 08:27 WIB
Seorang petugas Bandara Husein Sastranegara jelaskan soal cara memakai aplikasi PeduliLindungi. Foto: BeritaTrans.com dan Aksi.id. Seorang petugas Bandara Husein Sastranegara jelaskan soal cara memakai aplikasi PeduliLindungi. Foto: BeritaTrans.com dan Aksi.id.

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Pemerintah terus mengamati dari dekat tiga varian baru virus COVID-19 yakni Lambda, Mu, serta C.1.2. Untuk itu pemerintah meningkatkan pendeteksian di pintu-pintu masuk ke Indonesia.

Dalam rapat kerja dengan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan Arab Saudi, Malaysia dan Uni Emirat Arab (UEA) menempati urutan tiga teratas dalam daftar sepuluh negara asal penerbangan dengan persentase penumpang positif COVID-19 tertinggi selama semester pertama tahun ini.

Baca Juga:
InJourney Airports Layani 35,3 Juta Pergerakan Penumpang Selama Triwulan I

Budi menambahkan dari 4.717 penumpang pesawat yang datang dari Saudi, sebanyak 702 orang terbukti positif mengidap COVID-19 (14,9 persen). Disusul Malaysia (8,4 persen) dan UEA (4,1 persen), Korea Selatan (2,1 persen), Turki (1,8 persen), Jepang (1,7 persen), Taiwan (1,2 persen), Amerika Serikat (1,0 persen), Singapura (0,8 persen), dan Qatar (0,7 persen).

Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatakan pemerintah sedang memantau tiga varian baru virus Corona yaitu Lamda, Mu dan C.1.2 agar tidak Masuk ke Indonesia (VOA)Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatakan pemerintah sedang memantau tiga varian baru virus Corona yaitu Lamda, Mu dan C.1.2 agar tidak Masuk ke Indonesia (VOA)

Baca Juga:
Mantap, Meroket 15 Tangga, Bandara Soekarno-Hatta jadi Peringkat 28 Terbaik Dunia Tahun 2024

"Jadi kita nggak tahu juga apakah hasil lab PCR di sana memang berkualitas atau tidak dari tiga negara ini. Oleh karena itu, kita akan segera melakukan kerjasama bilateral dengan Kementerian Kesehatan ketiga negara ini untuk memastikan, membatasi lab-lab apa saja yang boleh kita terima, yang tersertifikasi dengan baik di otoritas lokalnya untuk memastikan kualitas dari tes PCRnya bagus," kata Budi.

Budi mencontohkan China dan Korea Selatan hanya mau menerima hasil tes PCR dari beberapa lab saja di Indonesia yang diakui kualitasnya oleh Kementerian Kesehatan.

Baca Juga:
Cuma 12 Hari Libur Lebaran, Penumpang di Bandara Soekarno-Hatta Tembus 2,02 Juta, jadi Tersibuk di Asia Tenggara

Budi menambahkan dari hasil tes masuk sebelum karantina dan tes keluar sehabis karantina bagi pendatang dari luar negeri tersebut selama semester pertama 2021, sebanyak 3,5 persen warga Indonesia dan 0,8 persen warga asing terbukti positif terinfeksi virus COVID-19.

Dua staf laboratorium COVID-19 memeriksa hasil tes PCR di rumah sakit Universitas Padjajaran, Bandung (foto: ilustrasi).

Dua staf laboratorium COVID-19 memeriksa hasil tes PCR di rumah sakit Universitas Padjajaran, Bandung (foto: ilustrasi).

Budi menjelaskan terdapat tiga varian baru virus COVID-19 yang terus diamati dari dekat oleh pemerintah yakni Lambda, Mu, serta C.1.2.

Varian Lambda ditemukan pertama kali di Peru pada Desember 2020 dan sudah tersebar di 42 negara. Varian Mu ditemukan pertama kali di Kolombia pada Januari 2021 dan sudah tersebar di 49 negara. Sedangkan varian C.1.2 ditemukan pertama kali di Afrika Selatan pada Mei 2021 dan sudah tersebar di lima negara.Petugas bandara memeriksa warga Australia setibanya di bandara internasional Ngurah Rai, Bali, 18 Agustus 2021. (AP Photo/Firdia Lisnawati)

Karena itu, lanjut Budi, merupakan hal penting untuk meningkatkan pendeteksian di pintu-pintu masuk ke Indonesia. Dari 431.603 orang masuk ke Indonesia melalui jalur udara di semester pertama 2021 sebanyak 99 persen menjalani tes PCR sebelum masuk ke karantina dan 82 persen tes setelah keluar karantina. Juga mendisiplinkan proses karantinanya.

Sedangkan 42.228 orang masuk ke Indonesia lewat jalur darat sebanyak 86 persen mengikuti tes tes PCR sebelum masuk karantina namun tidak ada tes lagi setelah keluar dari karantina. Namun dari 29.342 orang masuk ke Indonesia melalui jalur laut, cuma 65 persen yang melakoni tes PCR sebelum menjalani karantina dan hanya 28 persen menjalani tes PCR keluar dari karantina.

Urgensi Pendeteksian di Pintu Masuk

Dalam rapat kerja tersebut, anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Amanat Nasional Saleh Daulay setuju pendeteksian di pintu-pintu masuk Indonesia baik darat, laut dan udara sangat penting. Dia juga meminta pemerintah untuk mengambil langkah untuk mencegah varian-varian baru virus COVID-19, seperti Mu dan C.1.2 masuk ke Indonesia.

Saleh berharap pemerintah jangan sampai kecolongan seperti masuknya varian Delta yang tidak ketahuan namun sudah keburu menyebar luas.

Terkait tiga negara asal penerbangan dengan persentase penumpang positif COVID-19 tertinggi, yakni Arab Saudi, Malaysia dan UEA, Saleh mempertanyakan apakah itu karena jamaah umrah atau pekerja migran Indonesia.

"Karena yang tertinggi di sini kelihatannya destinasi pekerja migran Indonesia. Arab Saudi, Malaysia, Uni Emirat Arab, ini adalah tempat-tempat destinasi pekerja migran Indonesia. Apakah ini karena pekerja migran kita pulang ke Indonesia atau mereka belum setahun pergi ke sana kemudian pulang ke Indonesia, lalu membawa virus ini ke Indonesia?" kata Saleh.

Petugas memeriksa penumpang dari Australia di bandara Ngurah Rai, di Denpasar, Bali (foto: ilustrasi).Petugas memeriksa penumpang dari Australia di bandara Ngurah Rai, di Denpasar, Bali (foto: ilustrasi).

Saleh juga meminta kepada pemerintah untuk bisa memastikan semua pendatang dari luar negeri baik warga Indonesia atau warga asing sehat dan bebas dari virus COVID-19.

Sependapat dengan Saleh Daulay, Anggota Komisi IX Fraksi Partai Golongan Karya Dewi Asmara juga meminta pemerintah memperketat pengawasan di pintu-pintu masuk ke Indonesia, baik itu darat, laut, dan udara. Apalagi untuk pintu masuk melalui laut, dia menyarankan Kementerian Kesehatan tudak hanya berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan tetapi juga dengan Kementerian Perdagangan dan Bea Cukai.

"Ketika kapal masuk membawa barang, apalagi dengan kru dari negara0negara yang tidak menjadi pantauan dari Kemenkes (Kementerian Kesehatan), dari negara-negara yang membawa, katakanlah banyak penduduknya, seperti India dan lain-lain,. Bisa dari mana saja. Banyak sekali kita bertransaksi dengan China , termasuk untuk sektor kesehatan. Pengawasannya harus ekstra (ketat)," tutur Dewi.

Anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Nurhayayi Effendi Monoarfa juga meminta agar pemerintah jangan sampai kecolongan seperti masuknya varian Delta dari India tanpa terdeteksi. (VOA).