Kepala BMKG Minta Nelayan di Pesisir Selatan Jawa Waspadai Potensi Perubahan Cuaca Ekstrem: Tinggi Gelombang Bisa 6 Meter

  • Oleh : Dirham

Rabu, 22/Sep/2021 11:14 WIB
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.  Kepala BMKG Dwikorita Karnawati. 

YOGYAKARTA (BeritaTrans.com) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meminta, nelayan di sepanjang pesisir selatan Pulau Jawa mewaspadai potensi perubahan cuaca ekstrem jelang masa peralihan dari musim kemarau ke musim hujan. 

Menurut BMKG, cuaca buruk dapat sewaktu-waktu terjadi. BMKG memprediksi wilayah di Indonesia akan mengalami musim hujan lebih besar dari biasanya. 

Di antaranya sebagian Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau bagian selatan, Jawa, Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur bagian barat hingga selatan, Sulawesi, Maluku Utara bagian barat, Pulau Seram bagian selatan, dan Papua bagian selatan. 
Puncak musim hujan periode 2021/2022 sendiri diprediksi akan terjadi pada bulan Januari dan Februari 2022.

"Pada musim peralihan, gelombang tinggi, badai, angin kencang, atau cuaca buruk dapat sewaktu-waktu terjadi. Ketinggian gelombang bisa mencapai kisaran 4-6 meter," ungkap Kepala BMKG, Dwikorita di Yogyakarta, Rabu (22/9).

Dwikorita menyebut, berdasarkan pemantauan parameter anomali iklim global oleh BMKG dan institusi-institusi internasional lainnya, terdapat indikasi atau peluang bahwa ENSO Netral akan berkembang menjadi La Nina dengan kategori lemah hingga moderat menjelang akhir tahun 2021 hingga awal tahun 2022. Sementara itu, Indian Ocean Dipole Mode (IOD) Netral diprediksi bertahan setidaknya hingga Januari 2022.

"Jika La Nina terjadi, maka akan berdampak pada peningkatan curah hujan di hampir seluruh wilayah Indonesia. Hal ini juga berdampak pada risiko terjadinya bencana hidrometeorologi," imbuhnya.

Dwikorita menuturkan, perubahan cuaca ekstrem jelang masa peralihan sangat mempengaruhi keselamatan pelayaran perahu nelayan saat tengah mencari ikan. Maka dari itu, BMKG menghimbau kepada nelayan untuk terus mengupdate informasi cuaca sebelum memutuskan untuk berlayar.

Dia menambahkan, selain membaca tanda-tanda alam seperti kemunculan awan Cumulonimbus yang berbentuk seperti bunga kol bergulung-gulung, nelayan juga perlu mengakses informasi cuaca real time yang dikeluarkan pemerintah melalui BMKG.

"Informasi dari BMKG tersebut dijadikan pijakan keputusan, apakah akan melaut atau tidak. Kapan harus berlayar, dan kapan harus menunggu. Waktu menunggu bisa dimanfaatkan untuk perbaikan kapal atau jaring," jelasnya. (ds/sumber Merdeka.com)