Mengapa Xi Jinping Memimpin China Kembali ke Sosialisme Setelah Berkembang dalam Kapitalisme Versi Tiongkok

  • Oleh : Dirham

Senin, 27/Sep/2021 08:50 WIB
Presiden China Xi Jinping. Presiden China Xi Jinping.

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Selama beberapa dekade terakhir, China berkembang dalam kapitalisme versi mereka yang bergeliat tanpa gangguan. Meski dikenal sebagai negara komunis, China meyakini dogma ekonomi 'menetes ke bawah' (trickle-down economics).

Pemerintahan China percaya bahwa membiarkan beberapa orang menjadi sangat kaya akan menguntungkan semua elemen masyarakat.

China yakin sistem itu akan menyeret mereka keluar dari bencana yang dihasilkan program Revolusi Kebudayaan Mao Zedong secepat mungkin.

Pada suatu titik, sistem itu memang berhasil di China. Kelompok kelas menengah yang besar muncul. Warga China di hampir semua lapisan masyarakat sekarang juga memiliki standar hidup yang lebih baik.

Dari stagnasi yang terjadi pada dekade 1970-an, China telah melesat ke puncak dan sekarang menantang Amerika Serikat untuk dominasi perekonomian global.

Namun sistem ekonomi yang mereka terapkan meninggalkan jurang disparitas pendapatan di antara warganya.

Lihatlah anak-anak sekelompok orang yang mampu mengambil keuntungan dari sistem ekonomi tersebut.

Sejumlah orang yang mengambil alih kepemilikan pabrik di China pada tahun 1980-an sudah menghasilkan keuntungan selangit.

Keturunan mereka sekarang bisa mengendarai berbagai mobil mewah mencolok, melewati para pekerja konstruksi yang bertanya-tanya bagaimana mereka bisa membeli tempat tinggal.

Pemimpin negara itu selalu membuat klaim menjalankan perekonomian "dengan ciri khas Cina".

Konsep sosialisme "dengan ciri khas China" memberikan kelonggaran filosofis besar terhadap pemerintah untuk mengatur masyarakat yang, dalam banyak hal, tidak tampak terlalu sosialis.

Sekretaris Jenderal Partai Komunis China, Xi Jinping, tampaknya telah memutuskan bahwa konsep sosialisme itu tidak lagi dapat diterima.

Di bawah kepemimpinannya, Pemerintah China mulai mengembalikan komunisme ke partai komunis mereka, setidaknya sampai batas tertentu.

Slogan barunya adalah "kemakmuran bersama".

Kata-kata ini belum benar-benar muncul di poster propaganda di jalanan kota-kota China. Tapi propaganda itu tidak lama lagi akan bergulir.

'Kemakmuran bersama' merupakan landasan dari apa yang dilakukan pemimpin China sekarang.

Pembatasan dalam kehidupan sehari-hari

Dengan target 'kemakmuran bersama', upaya pemerintah China menindak penghindaran pajak oleh orang-orang kaya menjadi lebih masuk akal.

Hal yang sama juga tampak pada kebijakan mereka melarang perusahaan kursus privat demi pendidikan yang lebih adil bagi seluruh warga.

Tindakan keras yang sedang berlangsung terhadap sejumlah raksasa teknologi negara itu juga dapat dimaknai sebagai bagian dari rencana mencapai 'kemakmuran bersama'.

Jadi, apakah Xi Jinping benar-benar percaya pada gagasan proyek komunis ini?

Sulit untuk 100% yakin, tapi beberapa pengamat menyebut China tampaknya tengah menuju ke arah itu.

Sebagai perbandingan, dulu situasinya tidak terlihat seperti ini.

Xi tampaknya juga percaya bahwa rencana ini mendorong Partai Komunis kembali terlibat pada sebagian besar aspek kehidupan masyarakat sehari-hari.

Perubahan yang tidak dapat dilepaskan dari rencana redistribusi kekayaan seperti filosofi komunis itu dianggap sebagai satu-satunya cara realistis untuk mencapai yang perlu dilakukan.

Menganggap banyak anak kini gemar bermalas-malasan, menyia-nyiakan masa mudanya dengan bermain gim video, Partai Komunis China membatasi anak bermain gim video paling lama tiga jam.

Terhadap remaja yang mereka anggap diracuni kebiasaan mengidolakan figur konyol di televisi, mereka melarang anak laki-laki 'berpenampilan feminin' tampil di televisi.

Untuk ancaman bom waktu demografi, sekali lagi, Partai Komunis mengeluarkan 'solusi', yaitu kebijakan tiga anak untuk semua orang yang menikah.

Untuk urusan sepak bola, bioskop, musik, filsafat, bayi, bahasa, hingga sains, partai itu punya jawabannya.

Bertentangan dengan keyakinan ayahnya

Untuk memahami yang membuat Xi Jinping menjadi figur seperti sekarang ini, Anda harus melihat latar belakangnya.

Ayahnya, Xi Zhongxun, adalah seorang pahlawan perang Partai Komunis. Dia dikenal sebagai sosok moderat yang kemudian dibersihkan dan dipenjarakan di era Mao.

Pada saat itu ibu Xi Jinping dipaksa mencela ayahnya.

Namun setelah direhabilitasi secara resmi pada tahun 1978, ayahnya mendorong liberalisasi ekonomi di Provinsi Guangdong.

Dia disebut-sebut membela salah satu pemimpin China paling progresif, Hu Yaobang.

Mengingat penganiayaan ayahnya di tangan anggota Partai Komunis China yang beraliran fundamentalis, banyak kalangan bertanya-tanya mengapa Xi Jinping justru membawa partai itu ke arah yang bertentangan dengan keyakinan ayahnya?

Ada berbagai penjelasan yang mungkin masuk akal.

Mungkin Xi Jinping tidak setuju dengan garis ayahnya pada masalah politik tertentu.

Atau mungkin, walau dia memiliki prioritas berbeda dengan ayahnya, dia ingin mengejar rencana yang tidak akan berakhir seperti sejumlah kebijakan Mao Zedong. Setidaknya tidak secara sengaja menuju arah itu.

Namun, tampaknya rencana Xi Jinping ini masih bisa dianggap cukup luar biasa.

Ketika ayahnya dijebloskan ke penjara, Xi Jinping yang saat itu berusia 15 tahun, dipaksa bekerja di ladang selama bertahun-tahun dan tinggal di rumah gua.

Masa-masa yang penuh gejolak ini jelas menguatkannya tapi itu bisa dengan mudah berubah menjadi kebencian terhadap politik, terutama terhadap yang menganut garis keras.

Beberapa pengamat China berspekulasi bahwa dia mungkin percaya bahwa hanya pemimpin yang kuat yang dapat menjamin bahwa China tidak akan kembali ke kekacauan tahun 1960-an dan 70-an.

Dan ingat, konstitusi China sekarang telah diubah sehingga Xi Jinping bisa tetap berkuasa selama dia suka.

Salah satu alasan untuk semua tebakan ini adalah bahwa kita tidak pernah mendengarnya menjelaskan apa yang dia lakukan dalam hal keputusannya.

Para pemimpin China tidak pernah ingin diwawancarai pers, termasuk oleh media massa yang patuh dan dikendalikan partai.

Xi muncul di pedesaan untuk tampil di televisi. Di sana dia disambut kerumunan orang yang bersorak-sorai, yang menerima kebijakannya mewajibkan menanam jagung atau aspek lain dari pekerjaan mereka.

Jadi sulit untuk memprediksi aturan, batasan, atau pedoman baru apa yang mungkin diterapkan pada aktivitas ekonomi di China atau seberapa jauh semua ini akan berjalan.

Baru-baru ini, hampir satu minggu telah berlalu tanpa perubahan besar pada peraturan yang meregulasi satu bagian dari sistem China atau lainnya.

Sejujurnya, sulit untuk mengikuti mereka. Banyak dari perubahan ini datang secara tiba-tiba.

Masalahnya bukan karena pemerintah China mengendalikan berbagai tuas produksi dalam negeri. Itu adalah isu yang dapat diperdebatkan para ekonom.

Masalahnya adalah ketidakpastian yang datang tiba-tiba.

Bagaimana seseorang dapat membuat keputusan untuk berinvestasi di China jika mereka tidak tahu apa aturan dasarnya dalam waktu satu bulan?

Ada orang-orang di China yang melihat seluruh proses itu sebagai bagian alami dari negara yang 'bertumbuh'. Mereka menilai daerah-daerah yang belum diatur perlu diikat regulasi.

Jika demikian halnya, maka periode transisi yang mengejutkan ini mungkin hanya bersifat sementara. Pada akhirnya situasi akan kembali tenang seiring dengan adanya aturan baru yang jelas.

Namun sama sekali tidak jelas berapa panjang atau lebar perubahan ini nantinya.

Satu hal yang pasti adalah bahwa setiap perubahan harus dilihat melalui sudut pandang 'kemakmuran bersama', terutama saat partai tidak akan melepaskan satu hal pun dari kekuatan mereka.

Di China, Anda bisa mengikuti kebijakan atau akan terlindas jika tidak menaatinya. (ds/sumber BBC News Indonesia)
 

?>
https://svps17huda.com/