Laju Penurunan Muka Tanah di Pantura Jawa Capai 5-20 Cm Setahun

  • Oleh : Taryani

Selasa, 28/Sep/2021 21:17 WIB
Rapat pembahasan Penurunan Permukaan Tanah Jawa Tengah Bagian Utara di Semarang. (Ist.) Rapat pembahasan Penurunan Permukaan Tanah Jawa Tengah Bagian Utara di Semarang. (Ist.)

SEMARANG (BeritaTrans.com) - Laju penurunan muka tanah pada kota-kota di Pantai Utara (Pantura) Jawa mencapai 5 hingga 20 cm/tahun. Padahal kota-kota tersebut merupakan kawasan strategis koridor ekonomi pusat industri.

Pada kota-kota di Pantura Jawa terdapat berbagai kegiatan yang sangat penting untuk menunjang perekonomian di Indonesia. Di Pantura Jawa terdapat Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung, KEK Kendal, JIIPE Singhasari.

Selain itu, terdapat 70 Kawasan Industri dan 4 di antaranya masuk dalam kategori Proyek Strategis Nasional (PSN) seperti Kawasan Industri Wilmar di Serang, Kawasan Industri Brebes, dan Kawasan Industri Batang.

Di samping penurunan muka tanah, persoalan lain adalah banjir dan rob. Banjir rob akibat penurunan tanah mencapai ketinggian 5-200 cm.

Ketiga, terdapat persoalan krisis air baku di Pantura Jawa. Kebutuhan air pada tahun 2024 mencapai 392 meter kubik/detik, sedangkan ketersediaan air hanya 88,2 meter kubik/detik.

Yang juga jadi persoalan adalah sistem sanitasi dan pengelolaan air limbah belum memadai, fasilitas penunjang kegiatan nelayan belum memadai, serta penurunan kualitas lingkungan hidup (ekosistem mangrove).

Kemenko Perekonomian melalui Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) menegaskan,  penurunan permukaan tanah di utara Jawa Tengah, utamanya Kota Semarang, membutuhkan penanganan lebih lanjut.

Ketua Tim Pelaksana KPPIP, Wahyu Utomo menyatakan Kota Semarang masuk dalam kategori kerentanan menengah. Pasalnya luas wilayah yang terendam mencapai 14,6%. Adapun wilayah tersebut mencakup 18% area permukiman.

“Penduduk yang terdampak ini memberikan kontribusi pada kerugian ekonomi hingga Rp 32,2 triliun,” ujar Wahyu saat rapat pembahasan Penurunan Permukaan Tanah Jawa Tengah Bagian Utara di Semarang.

Wahyu yang menjabat sebagai Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian mengatakan,  permasalahan ini membutuhkan identifikasi lebih lanjut terkait penyebab utama yang harus ditanggulangi untuk menemukan solusi yang paling optimal.

“Untuk mengatasi penurunan permukaan tanah juga membutuhkan integrasi antara proyek prioritas di utara Jawa Tengah serta prioritisasi belanja infrastruktur di tingkat pemerintah daerah dan pusat,” katanya.

Saat ini ada 15 PSN di Jawa Tengah akan memerlukan sinkronisasi untuk memberikan solusi terhadap penurunan muka tanah. Prioritisasi pembangunan proyek infrastruktur di Jawa Tengah bagian utara harus mempertimbangkan signifikansi dalam upaya penyelesaian masalah penurunan muka air tanah dan banjir rob.

Koordinator Project Management Office (PMO) Sektor Jalan dan Jembatan KPPIP, Kenwie Leonardo, menyampaikan lesson learned di Tokyo dan Jakarta.

Pada tahun 1960, pemerintah Kota Tokyo menghentikan penggunaan air tanahnya sehingga jumlah air tanah meningkat serta diikuti dengan berhentinya laju penurunan permukaan tanah.

Sedangkan untuk Kota Jakarta sejak tahun 1980 penggunaan air tanah yang massif menyebabkan jumlah air menurun yang diikuti penurunan permukaan tanah hingga kini.

Sebagai salah satu solusi penurunan muka tanah dan penanganan banjir rob, pemerintah membangun Tol Semarang Harbour yang terintegrasi dengan tanggul laut.

Jalan Tol ini juga akan memberikan dukungan akses dengan menghubungkan ruas Tol Batang-Semarang, Tol Lingkar Semarang, dan ruas Tol Semarang-Demak sehingga akan mempercepat arus logistik menuju Pelabuhan Tanjung Mas.

“Pembangunan tanggul laut yang terintegrasi saat ini harus mempertimbangkan apakah dapat memberi kontribusi solusi banjir rob dan penurunan muka tanah di Semarang Utara. Selain itu, untuk dapat menarik investor terdapat potensi untuk melakukan bundling dengan pengembangan kawasan di sekitar tanggul laut,” ujar Kenwie, Jumat (24/9/2021).

Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Prof. Dr. Denny Nugroho Sugianto, ST, MSi, memprediksi kawasan pesisir Kota Semarang dan sekitarnya akan tenggelam sekitar 50 tahun mendatang.

Penurunan muka tanah di Pantura Jawa memang disebabkan penggunaan air tanah secara berlebihan. Di samping itu, sifat sedimentasi di pantai Semarang merupakan sedimentasi aluvial. Pemanasan global memperburuk dengan meningkatnya volume air laut.

Denny mengatakan diperlukan penyediaan air baku untuk dapat mencukupi kebutuhan masyarakat, stakeholder, pemerintah, dan swasta sehingga mengurangi beban pengambilan air tanah.

Proyek Tol Semarang – Demak diharapkan dapat menjadi solusi banjir rob di Semarang dan Demak.

Pembangunan infrastruktur bangunan pengaman pantai perlu didesain dengan tujuan mengembalikan garis pantai selain sebagai pelindung pantai.

Dalam konteks sebagai pelindung pantai, tanggul laut atau tol laut Semarang – Demak dikombinasikan dengan groin yang berfungsi untuk memerangkap sedimen.

“Serta dikombinasi dengan penanganan non struktural dengan melakukan rehabilitasi pesisir seperti lewat penanaman mangrove dan vegetasi pantai,” ujarnya.

Ia meminta agar dilakukan peninjauan penataan ruang wilayah pesisir yang berbasis mitigasi bencana, utamanya banjir dan rob.

“Perlu pemanfaatan ruang terkait kebutuhan area rehabilitasi wilayah pesisir dengan mengoptimalkan fungsi sempadan pantai dan sempadan sungai,” ucap Denny. (Taryani)