Pengusaha Pelayaran Minta Pemerintah Revisi Permendag 76 Tahun 2019

  • Oleh : Redaksi

Jum'at, 08/Okt/2021 14:02 WIB
Ilustrasi pelayaran di pelabuhan Ilustrasi pelayaran di pelabuhan

JAKARTA (BeritaTrans.com) - Pengusaha pelayaran yang tergabung dalam Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) minta pemerintah merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 76 Tahun 2019.

PM itu tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan No.118 tahun
2018 tentang Ketentuan Impor Barang Modal dalam Keadaan Tidak
Baru yang kemudian telah diubahdengan Permendag No.37 tahun 2020.

Baca Juga:
Forum ASA Shipping Dialogue Bahas Pentingnya Kolaborasi Pelayaran Regional

"Hal itu tidak terlepas dari banyaknya
keluhan para anggota yang tertahan rencana impor kapalnya untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun peremajaan armada 
setelah adanya Pasal 7 huruf g Permendag No.76 tahun 2019,"  jelas Sekretaris Umum Teddy Yusaldi, ditulis Jumat (8/10/2021).

Pasal 7 Peraturan Menteri Perdagangan No.76 tahun 2019 menyatakan bahwa Perusahaan Pemakai Langsung yang akan melakukan impor BMTB (Barang Modal Tidak Baru) harus mengajukan permohonan persetujuan impor secara elektronik kepada Dirjen Perdagangan Luar Negeri dengan mencantumkan uraian barang, pos tari/HS 8 digit, jumlah dan satuan barang, negara muat, pelabuhan tujuan, dan melampirkan hasil scan sejumlah dokumen asli.

Baca Juga:
INSA Jaya Bersama Bea Cukai Tanjung Priok Gelar Pelatihan Teknologi CEISA 4.0

Pada Pasal 7 huruf g Permendag No.76 tahun 2019 disebutkan bahwa salah satu dokumen yang wajib dilampirkan untuk mengurus Persetujuan Impor adalah hasil scan dokumen asli bukti pergantian bendera berupa surat tanda kebangsaan dan surat ukur sementara yang dikeluarkan oleh kementerian yang 
menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang perhubungan.

PASAL 7 PERMENDAG NO.76 TAHUN 2019

Baca Juga:
Dalam Rapat Umum Anggota, Ketua Umum DPP INSA Ajak Semua Pihak Bergandengan Tangan Menuju Indonesia Maju

Perusahaan Pemakai Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang akan melakukan impor
BMTB hams mengajukan permohonan Persetujuan Impor secara elektronik kepada Direktur Jenderal, dengan mencantumkan uraian barang, Pos Tarif/ HS 8 (delapan) digit, jumlah dan satuan barang, negara muat, dan pelabuhan tujuan, dengan melampirkan hasil scan dokumen asli:

a. NIB yang berlaku sebagai API-P.

b. Izin usaha yang diberikan kepada perusahaan untuk melakukan kegiatan usaha selain perdagangan yang
dikeluarkan oleh instansi berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. Rencana impor yang memuat uraian barang, Pos Tarif/ HS 8 digit, jumlah dan satuan barang,negara muat, dan pelabuhan tujuan;

d. Surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa kebenaran dokumen BMTB yang akan diimpor; dan

e. Class Certificate, Builder Certificate, Nationality Certificate, dan Tonnage Certificate, yang memuatinformasi mengenai usia dan kriteria teknis kapal sebagaimana tercantum dalam Lampiran I;

f. Surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa BMTB yang termasuk dalam Pos Tarif/ HS
8901.20 akan dikonversi menjadi kapal storage sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV; dan bukti penggantian   bendera berupa surat tanda kebangsaan dan surat ukur sementara yang dikeluarkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan, untuk BMTB yang
termasuk dalam Pos Tarif/ HS 89.

g. Bukti penggantian bendera berupa surat tanda kebangsaan dan surat ukur sementara yang dikeluarkan oleh  kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan, untuk BMTB yang termasuk dalam Pos Tarif/ HS 89.

"INSA sudah pernah bersurat kepada Menteri Perdagangan," ungkapnya. 

Surat bernomor DPP-SRT-IX/20/051 tertanggal 15  September 2020 perihal Revisi Pasal 7 huruf g Peraturan Menteri Perdagangan No.76 tahun 2019 tersebut menyampaikan pentingnya pasal 7 huruf g direvisi.

Surat tersebut ditembuskan kepada
sejumlah instansi Pemerintah yang 
terkait yakni Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Direktur Jenderal   Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Direktur Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri  Kementerian Perdagangan dan Direktur Perkapalan dan KepelautanD DitjenPerhubungan Laut.

Menurut INSA, dokumen pergantian  bendera berupa surat tanda kebangsaan dan surat ukur yang dikeluarkan Kemenhub sebagaimana poin yang dijelaskan di atas, baru tersedia setelah adanya perjanjian jual beli kapal dan berita acara serah terima
kapal atau setelah terjadinya proses 
impor. 

“Dengan demikian, kami selaku Perusahaan Pemakai Langsung tidak
bisa memenuhi syarat untukmemeroleh Persetujuan Impor (PI), khususnya Pasal 7 huruf g,” tulis surat yang ditandatangani Ketua Umum INSA Sugiman Layanto dan 
Sekretaris Umum Teddy Yusaldi.

Surat tersebut menegaskan bahwa
pengajuan permohonan Persetujuan Impor dilakukan untuk kapal yangbaru akan dibeli dan akan diimpor, 
bukan terhadap kapal yang sudahdibeli atau sudah diimpor, sehingga
seharusnya persyaratan wajib melampirkan scan dokumen asli pergantian bendera di dalampengajuan untuk memeroleh Persetujuan Impor sebagaimanaPasal 7 huruf g ditiadakan. 

Atas kondisi itu, INSA mengusulkan agar Pasal 7 huruf g  direvisi guna membantu usaha pelayaran dalam melakukan
recovery usaha di tengah wabah
Covid-19, khususnya dalam rangka
melanjutkan proses peremajaan
armada atau pengadaan kapal
impor yang dibutuhkan tetapi belum
tersedia atau belum cukup tersedia
di Indonesia.

"Akan tetapi, mengingat proses revisi Permendag No.76 tahun 2019 akan membutuhkan waktu, maka INSA minta
kepada Pemerintah untuk tidak
memberlakukan pasal 7 huruf g tersebut hingga proses revisi selesai dilakukan," kata Teddy.

Masalah ini menurutnya, sudah lama menjadi keluhan para anggota asosiasi karena telah menghambat upaya investasi  pengadaan kapal dalamrangka memenuhi kebutuhan dalam negeri dan menjagakelangsungan usaha. 

“Mereka sudah merencanakan
pengadaan armada sejak lama, tetapi terhambat oleh pasal 7 hurufg tersebut,” katanya.

Dia menambahkan penyelesaian
masalah persyaratan untukmemeroleh Persetujuan Impor atau PI, khususnya pasal 7 huruf g  tersebut akan membantu dunia  usaha angkutan laut nasional untuk melakukan pemulihan pascaterkena dampak Covid-19 dan 
ancaman resesi.